kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / siasatbisnis

Kejayaan 7 Eleven di Dunia & Kegagalan di Indonesia

oleh Jennie M. Xue - Kolumnis internasional serial entrepreneur dan pengajar, bisnis, berbasis di California


Selasa, 10 Juli 2018 / 19:38 WIB
Kejayaan 7 Eleven di Dunia & Kegagalan di Indonesia

Reporter: Jennie M. Xue | Editor: hendrika.yunaprita

Berdiri pada tahun 1927 di Dallas, Texas Amerika Serikat (AS), 7 Eleven (atau 711) memulai toko ritel convenience store dengan menjual telur, susu, dan roti pada hari Minggu. Sebelumnya, Southland Ice Company hanya menjual es batu dan lebih dikenal sebagai Tote'm Stores.

Di tahun 1946, Totem'm Stores di-rebranding dengan nama 7 Eleven. Nama ini diambil dari jam bisnisnya: buka jam 7 pagi dan tutup jam 11 malam.

Yang unik, akhirnya mereka buka 24 jam. Penyebabnya mereka "kelupaan tutup toko" di tahun 1962. Waktu itu gerai di Austin, Texas yang berlokasi di dekat kampus universitas sangat ramai akibat dari acara football match. Insiden ini menjadi pencetus jam bisnis selama 24 jam.

Sejak tahun 1960-an, 7 Eleven berekspansi ke seluruh AS, diawali dengan konsep convenience store 24 jam tanpa tutup sama sekali sepanjang tahun. Jadilah semua gerai 7 Eleven yang ada mengikuti jejak ini.

Kanada merupakan titik ekspansi internasional pertama. Jumlah gerai internasional melebihi di AS, terhitung 1974. Ketika artikel ini ditulis, jumlah gerai 7 Eleven di dunia mencapai 64.319 toko.Ini membuktikan bahwa konsep convenience store yang bersih dan menyajikan makanan dan minuman ringan hangat sesuai dengan selera lokal merupakan konsep bisnis yang sangat diterima pasar.

7 Eleven dikelola oleh Southland Corporation hingga 1999. Namun kepemilikan saham telah ditransfer kepada Ito-Yokado dan Seven-Eleven Japan sejak Maret 1991 senilai US$ 430 juta.

Kini, dua entitas tersebut menguasai 70% dan keluarga Thompson menguasai hanya 5%. Di tahun 1999, Southland Corp mengubah nama menjadi 7-Eleven, Inc.

Di tahun 2010, gerai 7 Eleven "hijau" dibuka di Deland, Florida. Bangunan dan teknologi yang digunakan gerai tersebut environmentally friendly dan energy saving. Di tahun yang sama, Slurpee aplikasi iPhone dan Android menghebohkan dunia bisnis.

Tiga dari rahasia sukses 7 Eleven adalah penggunaan teknologi mutakhir secara tepat, strategi pemasaran yang jitu dan pemilihan produk yang dijual sesuai dengan kebutuhan lokal. Penggunaan teknologi tidak hanya untuk cost saving dan efisiensi, seperti penggunaan Cisco system untuk menghubungkan POS dengan warehousing dan stock inventory. Gerai 7 Eleven yang berpartisipasi juga telah bekerja sama dengan Amazon. Para konsumen dapat mengkonversi tunai ke dalam Amazon credit.

Strategi pemasaran 7 Eleven di tingkat korporat dan gerai sangat memperhatikan perilaku para konsumen. Misalnya, di bulan Juli tanggal 11 setiap tahun, semua gerai merayakan 7 Eleven Day dengan berbagai acara dan program promosi khusus.

Acara ini disebarluaskan via media sosial dan aplikasi dengan hashtag#7ElevenDay, #freeslurpeeday dan lainnya. Di gerai-gerai 7 Eleven yang berpartisipasi, minuman Slurpee dibagi-bagikan secara gratis. Selain itu, mereka juga mengadakan promosi berbayar bersamaan.

Pengaturan tata letak stan Slurpee gratis sangat menentukan apakah ada pembelanjaan tambahan secara impulsif. Tanda marka khusus free Slurpee dan lokasi produk promosi lain seringkali dipasang secara strategis. Produk-produk khas lokal dapat dijumpai di setiap gerai 7 Eleven. Bahkan craft beer juga berbeda dari satu lokalitas dengan lokalitas lain.

Namun, ternyata kesuksesan 7 Eleven di dunia internasional tidak dapat digandakan di Indonesia.

Faktor-faktor kegagalan 7 Eleven di Indonesia sudah cukup banyak dibahas. Yaitu kalahnya kompetisi dengan Indomaret dan Alfamart serta regulasi minuman beralkohol yang memukul omzet 7 Eleven

Fakta ini sebenarnya cukup menarik. Mengingat di negara asalnya, konsumen sangat menggemari minuman es Slurpee yang menjadi primadona pencetak omzet hingga 70% dari foot traffic.

Namun di bulan Juni 2017, sejumlah 136 gerai 711 telah tutup pintu di Indonesia. Penutupan tersebut setelah delapan tahun berjaya sejak 2009.

Apa yang dapat kita pelajari dari studi kasus 7 Eleven ini? Pertama, konsep convenience store sangat mengena di seluruh dunia. Kedua, lokalisasi produk perlu dibarengi dengan regulasi mendukung. Ketiga, penggunaan teknologi paling efisien merupakan tuntutan zaman yang tidak dapat diabaikan.

Keempat, pemasaran di sosial media dan aplikasi memungkinkan lokalisasi terjadi secara organik. Kelima, produk-produk khas dari supplier lokal membuat gerai-gerai 7 Eleven unik dan kompetisi berubah menjadi sinergi saling support.



TERBARU

×