kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / ceritalah

Berebut kue Afrika

oleh Karim Raslan - Pengamat Asia Tenggara


Jumat, 12 April 2013 / 15:13 WIB

Reporter: Karim Raslan | Editor: cipta

SAYA pernah menyampaikan sebelumnya di kolom ini bahwa Afrika adalah horizon bisnis baru. Kaya akan peluang, sumber daya alam, dan manusia. Kunjungan luar negeri pertama Presiden China, Xi Jinping, ke Afrika setelah Rusia, merupakan bukti nyata tentang potensi Afrika.

Beberapa negara yang dikunjungi Xi Jinping adalah Tanzania, Afrika Selatan (di mana ia menghadiri KTT BRICS), dan Republik Kongo. Sesungguhnya, ini bukan sesuatu yang mengejutkan. Selama ini, China sudah gencar mendekati negara-negara Afrika.

Angka resmi menunjukkan bahwa perdagangan bilateral China dan negara-negara Afrika melonjak dari US$ 10,6 miliar di 2000 menjadi US$ 200 miliar di 2012. Total investasi langsung atau foreign direct investment China di benua itu naik hingga melampaui US$ 15 miliar tahun lalu.

Kini, Xi Jinping menawarkan dana segar ke negara-negara Afrika dalam bentuk pinjaman sebesar US$ 20 miliar dan memberikan lebih dari 18.000 beasiswa untuk pelajar Afrika. Saat ini, lebih dari 2.000 perusahaan China aktif berbisnis di Afrika.

Ada beberapa dugaan di balik langkah China itu. Perusahaan pertambangan China kini muncul sebagai kekuatan utama di benua itu. Lihat saja, perusahaan pertambangan China, Hanlong sedang berusaha mengambil alih Sundance Resources, perusahaan tambang Australia, yang memiliki izin pertambangan bijih besi di Kongo senilai US$ 1,4 miliar.

Bulan lalu, China National Petroleum Corporation (CNPC) berhasil membeli 28,57% saham anak perusahaan ENI Afrika Timur senilai US$ 4,2 miliar. Transaksi ini memberikan kepemilikan tidak langsung CNPC sebesar 20% dari aset gas ENI Mozambik, salah satunya di Area 4 yang terkenal memiliki cadangan gas sebesar 75 triliun kaki kubik.

Namun, keberadaan China di Afrika tidak hanya untuk sumber daya alam, tetapi juga lahan pertanian. Pada April 2009, sebuah laporan dari International Food Policy Research Institute menemukan bahwa China telah mengakuisisi sekitar 2,8 juta hektare perkebunan kelapa sawit di Republik Demokratik Kongo (Kinshasa). Angka dari Departemen Perdagangan China pada tahun yang sama menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 1 juta buruh tani China tersebar di 18 negara Afrika, bekerja pada proyek-proyek investasi pertanian.

Ekspansi cepat China ke Afrika hanyalah salah satu bagian dari upaya "berebut kue Afrika" oleh negara-negara Asia. Memang, beberapa negara Asia juga sedang mengambil tempat dalam perebutan pengaruh di benua itu. Buktinya, Konferensi PBB mengenai Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) menunjukkan bahwa investasi asing langsung Malaysia (FDI) ke Afrika selama satu dekade terakhir (akhir 2011) mencapai US$ 19,3 miliar, lebih besar jika dibandingkan dengan US$ 16 miliar dari China dan US$ 14 miliar dari India.

Karena itu, Malaysia menempati posisi investor ketiga terbesar di Afrika pada tahun 2011, hanya tertinggal di belakang Prancis dan Amerika Serikat. Sektor utama investasinya adalah perkebunan dan energi. Petronas punya minyak dan gas di Sudan dan Nigeria.

Indonesia juga telah berkelana ke Afrika. PT Medco Energi memiliki joint venture senilai US$ 220 juta dengan perusahaan minyak nasional dan otoritas investasi Libya di Area 47 yang diharapkan bisa mulai berproduksi pada tahun 2016 dengan target produksi sebesar 50.000 barel per hari.

Perusahaan perkebunan raksasa Sinar Mas Group sejak 2010 telah menandatangani kemitraan senilai US$ 1,6 miliar dengan pemerintah Liberia untuk mengembangkan 220.000 hektare perkebunan kelapa sawit di sana, melalui VerOleum yang merupakan anak perusahaan dari Golden Agri-Resources.

Jalinan ini juga terjadi pada tingkat diplomatik dan politik. Februari lalu, misalnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengunjungi Liberia dan Nigeria. Jakarta kemudian membentangkan karpet merah ketika Presiden Liberia, Ellen Johnson Sirleaf mengunjungi Indonesia pada Maret lalu.

Namun, perjalanan China dan bangsa Asia lainnya ke Afrika sudah sampai pada tingkat pengawasan yang meningkat. Pada Maret lalu, gubernur bank sentral Nigeria, Lamido Sanusi, memperingatkan negara-negara Afrika bahwa China sebenarnya negara pesaing dan eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan China pada benua Afrika adalah "...bentuk baru imperialisme." Ini adalah pesan yang serius ketika Anda mempertimbangkan bagaimana negara-negara Asia bangga akan perjuangan anti-imperialis mereka.



TERBARU

×