kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Berinvestasi di bumi dan surga

oleh Lukas Setia Atmaja - Center for Finance & Investment Research Prasetiya Mulya Business School


Senin, 29 April 2013 / 16:40 WIB
Berinvestasi di bumi dan surga

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: djumyati

Seorang teman pemilik perusahaan yang memasok cenderamata ke sebuah perusahaan hiburan ternama di Amerika bercerita. Proses produksi perusahaannya secara berkala diaudit oleh perusahaan ternama tersebut, menyangkut aspek-aspek environmental, social, dan corporate governance (ESG).

Salah satu perubahan yang harus ia lakukan adalah mengubah tempat duduk para karyawan bagian pengecatan cenderamata yang tidak ada sandaran punggungnya. Secara jangka panjang, hal ini dianggap bisa membahayakan kesehatan karyawan. Kepedulian terhadap kesehatan karyawan ini termasuk aspek penting dalam berbisnis.

Di negara maju, aspek ESG sudah banyak dimasukkan sebagai pertimbangan penilaian aset finansial maupun riil. Bagaimana dengan Indonesia? Ada tiga pihak yang bertanggung jawab atas peningkatan kualitas ESG dalam berbisnis di Indonesia: regulator, perusahaan, dan masyarakat atau investor.

Regulator bisa menggunakan kekuatan peraturan untuk “memaksa” perusahaan, terutama perusahaan publik, agar menjunjung tinggi aspek ESG. Perusahaan harus taat dengan peraturan yang berlaku, dan lebih dari itu, memiliki kesadaran untuk menjunjung tinggi aspek ESG karena menunjang kelanggengan perusahaan.

Masyarakat atau investor bisa mengawasi maupun mendorong perusahaan dalam hal penerapan ESG. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan konsep Socially Responsible Investment (SRI), sebuah konsep investasi yang mempunyai tanggung jawab sosial. Sebuah investasi dianggap “socially responsible” dilihat dari produk/jasa yang ditawarkan dan cara berbisnis sebuah perusahaan.

Socially responsible investor menyukai perusahaan yang menjunjung tinggi good corporate governance dan hak asasi manusia, bersahabat dengan lingkungan, memperhatikan komunitas lokal dan keselamatan produk serta memiliki praktik bisnis yang berkomitmen pada kelangsungan hidup perusahaan.  Perusahaan yang praktik bisnisnya merusak lingkungan dan menyusahkan komunitas lokal, produknya merusak masyarakat serta dikelola dengan prinsip ketidakjujuran bakalan tidak mendapat tempat. Intinya, social responsible investor hanya mau berinvestasi pada perusahaan yang memiliki hati dan perbuatan yang bersih dan mulia.

Investasi yang bertanggung jawab sosial dapat dilakukan melalui investor institusional seperti pengelola reksadana, dana pensiun dan asuransi, maupun investor retail yang memiliki horizon investasi jangka panjang. Prinsipnya adalah, investor memberikan penghargaan (reward) kepada perusahaan yang dianggap mendukung aspek ESG dalam berbisnis, dan memberikan hukuman (punishment) kepada perusahaan yang tidak mendukung.

Ambil contoh, investor bisa menjalankan fungsi SRI saat proses initial public offering (IPO) dengan menerapkan strategi negative screening. Mereka hanya bersedia membeli saham baru perusahaan yang dianggap menerapkan aspek ESG. Ini akan mempengaruhi permintaan atas saham baru perusahaan tersebut, dan kesuksesan IPO perusahaan tersebut.

Hal ini berlaku juga di pasar sekunder. Sikap investor menghindari perusahaan yang tidak menerapkan aspek ESG akan menekan harga saham, dan membuat saham tersebut tidak likuid. Kedua hal ini akan menyulitkan perusahaan publik yang di masa mendatang masih membutuhkan pasar modal sebagai sumber pendanaan ekuitas.

Negative screening bisa dikombinasi dengan strategi positive investing, yakni membeli saham perusahaan yang diyakini memiliki dampak sosial yang positif namun juga memiliki masa depan yang cerah alias sustainable.

Investor di Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat menggunakan indeks harga saham yang mengacu pada tata cara SRI yang diberi nama Indeks SRI-KEHATI. Indeks ini diluncurkan  8 Juni  2009 dan terdiri dari 25 saham yang diseleksi  berdasarkan berbagai kategori SRI setiap 6 bulan. Dengan adanya indeks SRI-KEHATI, eksposur keberadaan emiten yang sadar lingkungan, sosial dan tata kelola perusahaan yang baik di bursa dapat semakin meningkat.

Meskipun demikian, bukan berarti bahwa kita melupakan analisis fundamental ketika membeli saham yang ada di indeks ini. Saham perusahaan yang menerapkan tata cara SRI belum tentu menjadi investasi yang baik jika tidak memberikan imbal hasil yang memadai. Kita bisa menggunakan indeks ini sebagai pijakan awal untuk memilih saham. Investor, misalnya, bisa menggabung strategi SRI dengan value investing atau growth investing. Kriteria value stock atau growth stock bisa digunakan untuk memilih saham pada indeks SRI-KEHATI.

Cukup banyak saham-saham yang masuk indeks SRI-KEHATI (periode November 2012-April 2013) dan memiliki kinerja keuangan yang bagus, misalnya: ADHI, BBCA, BBNI, BBRI, BMRI, BDMN, BBNI, INDF, TLKM, ISAT, KLBF, PGAS, SMGR, INTP, dan JSMR.

Investasi saham ternyata tidak hanya sekadar masalah cuan atau duit untuk kehidupan di dunia. Melalui investasi, kita juga bisa berbuat kebaikan bagi banyak orang, menabung harta di surga. 



TERBARU

×