kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / ibl

Asas GCG dan penciptaan nilai

oleh Lukas Setia Atmaja - Faculty Member Prasetiya Mulya Business School; Vice Chairman Indonesian Institute for Corporate Directorship


Senin, 17 Juni 2013 / 14:14 WIB
Asas GCG dan penciptaan nilai

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: tri

Asas good corporate governance (GCG) bisa dijadikan landasan bagi implementasi strategi untuk menciptakan nilai bagi pemegang saham perusahaan. Asas GCG versi Komite Nasional Kebijakan Governance (Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006) tersebut adalah Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi serta Kewajaran dan Kesetaraan atau disingkat TARIK.

Penerapan asas-asas GCG tersebut bisa menciptakan nilai bagi pemegang saham (shareholder value) apabila dapat dirasakan oleh pemangku kepentingan perusahaan. Misalnya, penulis pernah menemukan bus malam yang di bagian belakangnya diberi pengumuman: “Jika sopir kami ugal-ugalan, laporkan ke 08xxxxxx23”.

Tampaknya sepele, namun perusahaan bus malam ini sedang menjalankan asas responsibilitas. Organ perusahaan dan seluruh jajarannya harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan mematuhi hukum. Pengumuman tadi memberi rasa aman dan memaksa sopir untuk berhati-hati. Dalam jangka panjang, penerapan asas ini akan menciptakan reputasi baik. Bagi perusahaan bus yang mengabaikan asas ini akan mendapat reputasi buruk. Tak jarang kita mendengar konsumen memvonis bus malam tertentu, “Kalau sudah bosan hidup, naiklah bus malam X.”

Kalau pergi ke Jakarta tahun 1980-an, penulis menemukan taksi President yang berwarna kuning. Tapi saya selalu teringat pesan teman di Jakarta, “Kalau tidak tahu jalan, naik saja taksi Blue Bird. Sopirnya bertanggung jawab dan tidak nakal.” Kini, taksi President sudah tiada. Bandingkan dengan Blue Bird yang menjadi besar karena menjunjung asas responsibilitas.

Asas responsibilitas juga mengharuskan perusahaan menjalankan peran sebagai warga korporasi yang baik (good corporate citizen), termasuk peduli terhadap lingkungan dan melaksanakan tanggung-jawab sosial. Kasus lumpur Lapindo, misalnya, meninggalkan reputasi buruk bagi pemilik perusahaan.

Dari perspektif pemasaran, asas responsibilitas ikut membangun reputasi perusahaan yang memperkokoh merek perusahaan. Perusahaan yang menerapkan strategi pemasaran yang bertanggung jawab, misalnya tidak menjual janji yang tidak bisa dipenuhi, akan lebih dihargai oleh pelanggan. Intinya GCG bisa mendorong pembentukan brand equity.


Asas keterbukaan

Di sisi operasi dan rantai pasokan, penerapan GCG bisa memperkuat hubungan jangka panjang antara perusahaan dengan para pemasok. Penerapan GCG bisa mengurangi kasus kecelakaan kerja yang mengganggu operasi dan reputasi perusahaan.

Asas independensi mengharuskan perusahaan menghindari terjadinya dominasi oleh pihak lain, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan dan tekanan, sehingga bisa membuat keputusan secara objektif.

Penerapan asas independensi bisa menciptakan keunggulan bersaing. Misalnya, di Indonesia harian Kompas dan mingguan Tempo mempunyai reputasi menjunjung tinggi independensi dalam pemberitaan dan tidak menjadi corong membela kepentingan pemiliknya. Harian dan mingguan baru bermunculan, tapi belum bisa mengalahkan keduanya.

Asas keterbukaan mengharuskan perusahaan menyediakan informasi yang material dan relevan bagi pemangku kepentingan. Perusahaan harus berinisiatif mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemangku kepentingan.

Investor cenderung menghindari perusahaan yang punya masalah dalam hal transparansi. Misalnya, penyajian data di laporan keuangan yang kurang akurat dan ketidakterbukaan dalam pengelolaan keuangan. Sebuah perusahaan publik, misalnya, memiliki cadangan batubara terbesar di Indonesia namun harga sahamnya terpuruk karena punya masalah dalam hal keterbukaan.

Di internal perusahaan, manajemen yang tidak menjunjung asas keterbukaan akan menimbulkan kasak-kusuk, gosip, kecurigaan dan kebingungan di lingkungan kerja, yang bisa menyebabkan suasana kerja yang kurang kondusif dan produktif.

Dari perspektif keuangan, penerapan asas keterbukaan bisa membantu perusahaan memperoleh modal dengan lebih murah karena kreditor atau investor merasa lebih aman. McKinsey Investor Opinion Survey (1999-2000) mengindikasikan aspek keterbukaan merupakan faktor terpenting bagi investor institusi dalam membeli saham dan obligasi perusahaan.

Asas akuntabilitas mengharuskan perusahaan dikelola secara benar dan terukur dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas adalah prasyarat bagi tercapainya kinerja yang berkesinambungan.

Untuk mendorong asas akuntabilitas, perusahaan bisa menerapkan asas ini dengan mengadopsi manajemen berbasis penciptaan nilai bagi pemegang saham (value based management). Selain itu, perekrutan dan pengembangan kompetensi sumber daya manusia (SDM) harus dilakukan secara profesional dan berkesinambungan.

Asas kewajaran dan kesetaraan mengharuskan perusahaan dalam operasionalnya senantiasa memperhatikan kepentingan pemangku kepentingan berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

Dari perspektif SDM, perusahaan yang menerapkan asas ini memiliki keunggulan dalam menarik SDM bertalenta tinggi untuk bergabung, mengembangkan talentanya dan loyal. Serpihan empiris menunjukkan bahwa keluarnya karyawan yang baik bukan disebabkan masalah gaji tetapi karena merasa diperlakukan secara tidak adil.

Penerapan lima asas GCG dalam kehidupan perusahaan secara konsisten akan meningkatkan nilai perusahaan secara berkesinambungan. Pasti bukan hal mudah sehingga membutuhkan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak. But it’s worth it!



TERBARU

×