kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Strategi follow the smart money yang menjatuhkan bursa

oleh Budi Frensidy - Pengamat Pasar Modal dan Pasar Uang


Kamis, 11 Agustus 2011 / 19:54 WIB
Strategi follow the smart money yang menjatuhkan bursa

Reporter: Budi Frensidy | Editor: djumyati

Charles Jones, penulis kesohor buku teks investasi, pernah menyatakan bahwa dua per tiga perubahan harga saham dapat dijelaskan secara fundamental terutama oleh laporan keuangan. Sayang, dia tak bilang secara eksplisit penyebab sepertiga lainnya.

John Keynes, ekonom paling berpengaruh yang pernah hidup pada abad 20 yang juga investor saham, sejak dulu berteori bahwa harga saham tidak hanya dipengaruhi faktor fundamental. Apa saja faktor utama yang lain itu?

Pemahaman ini penting dan relevan ketika kita menyaksikan kepanikan  yang melanda bursa saham Jumat lalu (5/8). Membaca indikator perekonomian makro, statistik industri, dan kinerja emiten yang hampir semuanya bagus, secara fundamental tak ada alasan IHSG ambruk sampai 5% dalam satu hari.

Mengamati tingkah laku investor di Bursa Efek Indonesia (BEI), faktor lain itu ada tiga, yakni aliran bersih dana asing di bursa, nilai tukar rupiah, dan indeks regional.  Untuk membuktikan dugaan ini, saya mengadakan penelitian sederhana.

Jika investor asing membeli lebih banyak (sedikit) daripada menjual, nilai variabel ini akan positif (negatif). Untuk indeks regional, saya menggunakan indeks Hang Seng sebagai proksi karena bursa Hong Kong adalah bursa terkemuka yang paling dekat dengan Indonesia secara geografis dan beda waktu 1 jam.

Sesuai dugaan awal, hasil penelitian saya yang juga pernah dipresentasikan di hadapan Bapepam–LK beberapa tahun lalu, menunjukkan ketiga variabel itu berhubungan positif. Jika kurs rupiah melemah, IHSG pada hari yang sama juga melemah. Meski harga saham lebih murah dalam dollar AS, investor asing justru lebih banyak melakukan aksi jual.

Hubungan positif antara IHSG dengan indeks Hang Seng dan aliran dana asing ini menggambarkan tingkah laku sehari-hari para investor di BEI. Mereka umumnya berkelompok (herding) dalam keputusan investasinya. Yang sering jadi acuan adalah indeks bursa dunia seperti Hang Seng serta aksi para investor asing di BEI.

Jadi, pergerakan bursa kita mengekor bursa besar dunia. Meskipun transaksi investor asing hanya sekitar 25%, saat mereka melakukan aksi beli (jual), investor domestik mengikutinya. Di mata investor domestik, asing dipandang mempunyai dana besar serta analisis fundamental lebih baik. Pandangan ini tidak selalu benar, tetapi itulah yang terjadi di BEI. 

Dari sisi behavioral finance, ada dua poin penting dari fenomena itu. Pertama, banyak investor di BEI percaya analisis teknikal dan momentum pasar bahwa saham yang harganya naik (turun) akan terus naik (turun). Ini sesuai proposisi Bernard & Thomas (1989) dan Jegadeesh & Titman (1993) bahwa harga saham cenderung meneruskan kenaikan dan penurunannya dalam jangka pendek.

Investor di BEI umumnya tidak berani menyimpang dari pola umum. Jika suatu saham diburu (dihindari) investor besar, mereka akan mengikuti. Melawan sentimen pasar global dan aksi investor asing dinilai berisiko dan dapat menimbulkan penyesalan besar di kemudian hari.

Karena itu, mereka menerapkan strategi follow the smart money yaitu mengekor bursa dunia dan investor asing. Strategi investasi ini membawa efek destabilisasi di pasar dan dapat menyebabkan harga saham semakin menjauhi nilai fundamentalnya, baik saat pasar bullish maupun ketika bearish.

Kedua, investor sangat dikuasai dua "TA" yaitu TAmak dan TAkut. Warren Buffett menasihati: "Be fearful when others are greedy and be greedy when others are fearful".

Di mata saya, ada pengaruh krisis utang Amerika terhadap perekonomian kita, tetapi ketakutan Jumat lalu agak berlebihan. Perekonomian kita tetap tumbuh di atas 6% dan inflasi juga sekitar angka itu. Sementara PDB secara nominal akan terus melaju.

Jika indeks kembali ke teritori 3.700-an atau 3.800, investor cerdas berorientasi jangka panjang dan menengah akan balik masuk, karena saya percaya IHSG menuju 4.200 di akhir tahun. Jika Agustus kembali sebagai bulan kesedihan investor, ingatlah selalu bulan Desember yang setia memberi kebahagiaan dalam 10 tahun terakhir.          

 



TERBARU

×