kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Kado buat Fama dan Shiller

oleh Lukas Setia Atmaja - Center For Finance and Investment Research Prasetya Mulya Business School


Senin, 13 Januari 2014 / 19:44 WIB
Kado buat Fama dan Shiller

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: djumyati

Bagi investor saham, nama Eugene F. Fama, Robert J. Shiller dan Lars Peter Hansen tidaklah terlalu familiar. Namun riset dan teori-teori mereka tentang bagaimana pasar finansial bekerja dan aset finansial dinilai mempunyai peran sangat penting dalam perkembangan pasar modal.

Pengakuan atas pemikiran dan karya riset mereka bertiga diberikan oleh The Royal Swedish Academy of Sciences di Stockholm, Swedia. Mereka bertiga menerima hadiah Nobel di bidang ilmu ekonomi pada Oktober 2013. Ketiga pakar ekonomi keuangan tersebut, semuanya berasal dari Amerika Serikat, dinilai berkontribusi besar dalam membangun fondasi untuk pemahaman terkini mengenai harga-harga aset finansial.

Karya mereka dalam rentang waktu hampir 50 tahun diawali oleh penemuan Eugene Fama dari University of Chicago, bahwa pergerakan saham secara jangka pendek sulit untuk diprediksi dan cenderung mengikuti gerakan acak (random walk). Fama berteori bahwa jika pasar modal efisien maka pelaku pasar yang rasional akan menilai aset finansial berdasarkan seluruh informasi terkait fundamental aset finansial tersebut.

Harga aset finansial akan berubah hanya jika ada perubahan pada fundamental aset finansial. Dengan kata lain, di pasar yang efisien, tidak ada aset finansial yang salah harga, baik kemahalan (overpriced) maupun kemurahan (underpriced).

Konsekuensi dari kondisi ini adalah, percuma saja upaya mencari saham yang salah harga demi meraup imbal hasil lebih tinggi dari seharusnya (excess atau abnormal return). Upaya tersebut termasuk analisis teknikal maupun analisis fundamental.

Bacaan grafik teknikal sampai mencari saham berdasarkan price earnings ratio (PER) tidak bisa memberikan cuan gila-gilaan. Sulit untuk mengalahkan imbal hasil rata-rata saham di sebuah pasar modal (beating the market).

Teori yang kemudian dikenal sebagai efficient market hypothesis (EMH) alias teori pasar modal efisien berhasil mendorong popularitas reksadana indeks saham (stock-index funds) di AS. Dengan membeli reksadana indeks pasar, investor berinvestasi pada banyak perusahaan. Strategi investasi ini dianggap lebih baik dari reksadana saham yang mengandalkan kemampuan fund manager-nya mencari saham salah harga.

Yang menarik adalah pemenang Nobel lainnya, Robert Shiller, profesor di Yale University, adalah penentang teori EMH, dan pendukung teori behavioral finance (BF). Teori BF intinya berargumentasi bahwa pasar tidak selalu rasional dan ada bias-bias psikologis yang mempengaruhi pembentukan harga aset.

Sejak 1981, penelitian Shiller mengindikasikan bahwa investor bisa tidak rasional dan bahwa harga aset seperti saham hingga properti bisa terbentuk menjadi gelembung (bubbles). Menurut George Akerlof, pemenang Nobel ilmu ekonomi dari University of California, Berkeley, Shiller menemukan bahwa harga saham adalah "peramal cuaca yang buruk."

Secara historis, Shiller menemukan bahwa pergerakan harga saham lebih variatif daripada yang bisa dijelaskan oleh nilai fundamentalnya, yakni nilai sekarang dari seluruh dividen yang bakal diterima investor saham. Shiller lalu menyimpulkan bahwa model rasional dari EMH bahwa harga saham merefleksikan ekspektasi rasional dari pembagian dividen di masa mendatang adalah salah.

Harga saham, lanjut Shiller, cenderung mengalami "irrational exuberance (ketidakrasionalan yang berlebihan). Terminologi ini dipakai oleh Alan Greenspan, pucuk pimpinan The Federal Reserve, tahun 1996, saat terjadi gelembung dotcom dekade 1990.

Shiller menggunakan terminologi untuk sebagai judul buku best seller-nya yang terbit Maret 2000, persis saat puncak dotcom bubble. Di buku ini, Shiller mengingatkan investor bahwa harga saham berbasis teknologi informasi (dotcom stock) telah menggelembung. Beberapa bulan kemudian gelembung itu pecah!

Shiller dan teori BF, menjadi semakin tenar saat ramalannya mengenai harga properti di AS yang telah menggelembung terbukti pada 2008. Dia mengindikasikan bahwa dari tahun 2000 hingga 2006, harga rumah di AS telah berlipat ganda, dan ini dianggap berlebihan (overpriced).

Penelitian Shiller meliputi survei yang menanyakan kepada investor dan trader saham mengenai motivasi yang mendorong mereka bertransaksi. Hasilnya mendukung hipotesisnya bahwa keputusan transaksi saham lebih didorong oleh faktor emosi daripada perhitungan rasional.

Jadi teori mana yang harus dipercaya oleh investor saham? Robert Solow, profesor MIT dan pemenang Nobel bidang ilmu ekonomi 1987 mengumpamakan komposisi pemenang Nobel bidang ilmu ekonomi 2013 tersebut seperti memberikan kado buat Yankees dan Redsox. Keduanya adalah tim bisbol profesional dari New York dan Boston yang "bermusuhan" sejak lama.

Pemberian hadiah kepada Fama dan Shiller, menurut Solow, mengindikasikan bahwa tidak ada doktrin yang dianggap mapan di dunia keuangan. Artinya "pertarungan" antara teori EMH dan BF tampaknya masih berlanjut.



TERBARU

×