kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / diaryppm

Sense pemasaran di bisnis kesehatan

oleh Aries Heru Prasetyo - Ketua Program Sarjana PPM School Of Management


Senin, 05 Mei 2014 / 08:00 WIB
Sense pemasaran di bisnis kesehatan

Reporter: Aries Heru Prasetyo | Editor: cipta.wahyana

BANYAK yang menilai tingkat persaingan dalam bisnis kesehatan dewasa ini semakin sengit. Peningkatan jumlah pakar serta perkembangan teknologi di bidang medis disebut-sebut sebagai faktor pemicu persaingan yang sangat efektif. Belum lagi perkembangan pengobatan tradisional yang kini menjadi tren di pasar.

Realitas tersebut menunjukkan betapa pentingnya memiliki konsep pemasaran untuk mereka yang ingin menerjuni industri ini. Bahkan, seorang dokter, saat ini, dituntut untuk lebih informatif atas penyakit yang diderita si pasien.

Tidak hanya itu tuntutan yang dihadapi tenaga medis. Studi keperilakuan memperlihatkan seorang pasien memiliki pertimbangan yang lebih kompleks saat memilih dokter. Penggunaan papan reklame kini tidak lagi dinilai efektif.

Bak "teliti sebelum membeli", seorang pasien cenderung berupaya mencari informasi sejauh mana masyarakat mengapresiasi sang dokter. Media internet pun menjadi jalan sang pasien berburu informasi. Kenyataan ini sekaligus menggambarkan pentingnya dimensi bisnis dalam dunia kesehatan di Tanah Air.
Dalam sebuah ujian inkubator bisnis yang dilakukan awal pekan lalu, seorang anggota Pebisnis Pengkolan Menteng, dr Freddy Julianto, memaparkan bagaimana ia "mengawinkan' business sense dengan medical senses.

Titik tolak diskusi berawal dari realitas bahwa praktik dokter rumahan di salah satu kawasan Jakarta Utara, kini, terkesan "on-off". "Sebab jika dilihat dari sense pelayanan kesehatan, seharusnya praktik itu dilakukan secara konsisten," tutur dia.

Lalu, ke manakah perginya dokter-dokter yang semula membuka praktik di rumah itu? Sebagian besar dari mereka membaktikan diri di sejumlah rumahsakit besar di kawasan yang sama. "Kesibukan memberikan pelayanan kesehatan di rumahsakit itu pulalah yang sering menjadi alasan dokter untuk tidak mempunyai kesempatan membuka praktik di rumah," simpul dia.

Sepintas, memang tidak ada yang spesial dari pernyataan tersebut. Namun, jika kita mencermati, fakta yang terjadi saat ini adalah terjadi pergeseran cara pandang konsumen. Pasien cenderung memilih berobat di rumahsakit daripada di praktik rumahan. Kebutuhan mereka untuk memperoleh layanan kesehatan yang memberikan solusi lengkap, mulai dari fasilitas laboratorium, apotek, serta rehabilitasi medik telah mengantarkannya menjadi konsumen rumahsakit.

Apakah ini akhir dari praktik rumahan? Cukup dini apabila kita menyimpulkan hal tersebut. Namun realitas lain mengarahkan ke temuan unik yang menyatakan bahwa banyak pasien merasa lebih "aman" ketika mendapat layanan kesehatan di rumahsakit.

Dokter dipandang jauh lebih objektif dan informatif ketika bekerja di bawah naungan manajemen rumahsakit, berbeda halnya dengan ketika mereka praktik di rumah. Kenyataan itulah yang mengarahkan pada kesimpulan tentang pentingnya dimensi pemasaran dalam jasa kesehatan dewasa ini.

Pasien tidak hanya membutuhkan diagnosis dokter semata, melainkan juga membutuhkan informasi kesehatan setelah proses pemulihan terjadi. Dengan demikian, pengenalan sang dokter terhadap pola hidup pasien serta relasi paska pengobatan menjadi hal penting.

Dua aspek

Dua hal yang perlu diusung dalam dunia layanan kesehatan dewasa ini adalah hospitality dan customer relationships management. Cara pandang bahwa pasien merupakan mitra strategis dokter dalam menyehatkan masyarakat merupakan titik tolak bagi penyediaan layanan kesehatan di masa depan.

Paradigma itu diyakini tidak hanya memperpendek jarak antara dokter dengan pasien, namun juga efektif untuk mengajak masyarakat menjaga kesehatan dengan hidup lebih teratur. "Saya menyadari bahwa pasien butuh informasi lengkap tentang hasil diagnosa. Karena itu, di setiap pengobatan, saya akan mencoba menceritakan penyakit yang tengah ia derita dengan bahasa sehari-hari. Tak jarang, bahkan saya menyajikan referensi yang digunakan dalam diagnosis," jelas dia. "Poin utamanya ada pada bagaimana memulihkan kesehatan serta menjaga agar tidak jatuh pada konteks sakit penyakit yang sama," tutur Freddy.

Demikian pula dari sisi customer relation. "Saya mencoba untuk menghubungi pasien via telepon seluler tiga hari setelah pengobatan dilakukan. Selain bertujuan untuk mengetahui apakah beliau sudah beroleh kesembuhan, langkah ini juga dilakukan untuk mengumpulkan informasi bagi deteksi lanjutan," ujar dia.
Sadar atau tidak, pola ini berhasil membangun paradigma bahwa dokter memiliki komitmen untuk mendampingi pasien dalam meraih serta menjaga kesehatannya. Alhasil, kekuatan cara pandang itu akan menentukan testimoni pasien ke lingkungan di sekitarnya. Semakin banyak masyarakat yang membutuhkan layanan dari sang dokter, semakin bertahan kegiatan praktik rumahan dalam jangka panjang.

"Untuk itu Klinik Fokus Sehat didirikan, Pak. Kami bertekad melayani kesehatan masyarakat, khususnya kalangan manula di usia senjanya. Impiannya adalah layanan terintegrasi mulai dari praktik dokter, layanan apotek, rekam medis, hingga rehabilitasi medis. Semoga dalam enam tahun, semua itu bisa terwujud," tutur Freddy.

Misi mulia itu harus tersampaikan secara efektif ke masyarakat, sehingga pemilihan media komunikasi harus dilakukan secara tepat. Pemanfaatan media sosial seorang dokter, seperti melalui blog, akun Twitter, maupun Facebook sebagai ranah untuk menyampaikan pengetahuan terkait kesehatan akan menentukan kedalaman kepakarannya.

Beberapa kalangan meyakini langkah itu merupakan investasi yang paling efektif. Sebab, tidak sedikit pasien yang menelusuri rekam jejak sang dokter sebelum memutuskan untuk melakukan pengobatan bersamanya. Terlihat jelas bukan bahwa profesi dokter pun wajib memahami seluk-beluk manajemen?



TERBARU

×