kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / diaryppm

Persilangan bisnis dan budaya lokal

oleh Aries Heru Prasetyo - Ketua Program Sarjana PPM School Of Management


Senin, 02 Juni 2014 / 08:00 WIB
Persilangan bisnis dan budaya lokal

Reporter: Aries Heru Prasetyo | Editor: cipta.wahyana

MENGAWINKAN bisnis dan budaya lokal kini bukan hal yang sulit. Itulah simpulan yang didapat saat sesi diskusi bertajuk "Mempertajam daya saing pebisnis muda di kancah MEA" beberapa waktu lalu. Para Pebisnis Pengkolan Menteng ternyata mampu mewacanakan strategi jitu yang diyakini mampu mengusung Indonesia menjadi pemimpin ekonomi Asia Tenggara.

Berbeda dengan forum diskusi sejenis yang lazim dilakukan, diskusi ini diarahkan untuk mengajak para pebisnis muda tuk segera menyusun strategi eksekusi di lapangan. Satu di antara anggota PPM Ridha Ghazini berusaha merumuskan simpulan tersebut pada blue print bisnis hotel yang tengah dibangunnya.
Sebagai gadis berdarah Minang, Ridha selalu mengungkapkan kekagumannya pada budaya leluhur. Lalu bagaimana kita menyilangkannya dengan bisnis hotel modern? "Masih adakah pengunjung yang menempatkan pertimbangan kearifan lokal saat memilih suatu tempat penginapan?" tanya anggota PPM lainnya.

"Data-data statistik daerah menyebutkan bahwa kunjungan ke Bukit Tinggi setiap tahunnya meningkat 9%-10% sejak lima tahun terakhir. Dari angka tersebut, dominasi turis asing masih dihuni oleh wisatawan dari Jepang, China, dan Malaysia. Selebihnya adalah wisatawan lokal dari berbagai daerah sekitar seperti Riau dan Palembang", ungkapnya. Realitas tersebut menggambarkan bahwa Bukittinggi kini mulai menjadi tujuan wisata. Kini tinggal bagaimana pemain lokal segera menggarap peluang tersebut.

Mengelola bisnis hotel dewasa ini bukan perkara yang mudah. Bagi sebagian kalangan, hotel masih dimaknai sebagai bisnis yang berisiko. Salah pengelolaan bisa-bisa menciptakan stigma hotel bernada negatif. "Bisnis apapun pasti ada risikonya, tinggal bagaimana kita memitigasinya sejak awal. Itulah peran utama service blue print", jelasnya.

Hotel yang diusung dengan nama Mersi (singkatan dari Merapi dan Singgalang, dua gunung yang mengelilingi lokasi Bukittinggi) ini melandaskan desain operasi jasa pada tiga dimensi utama: kenyamanan, ketepatan layanan, serta pengalaman yang dibangun selama kunjungan.

Dimensi kenyamanan direalisasikan dengan mengedepankan hotel sebagai rujukan keluarga dalam berwisata. Untuk itu, hotel ini telah menyiapkan beberapa paket wisata keluarga, baik kecil maupun keluarga besar.

Selanjutnya dimensi ketepatan layanan diterjemahkan dari analisa kesenjangan hotel-hotel lain yang sudah menempati lokasi tersebut. Jika lazimnya wisatawan memilih hotel karena butuh tempat menginap satu dua malam, di Mersi, pengunjung akan diarahkan menentukan paket-paket layanan sesuai kebutuhan saat melawat di Bukittinggi. "Tawaran menginap diyakini sebagai solusi sesaat, namun ketika tawarannya adalah menikmati pesona keindahan alam serta budaya Bukittinggi kami yakin akan mampu memaknai setiap rupiah yang diinvestasikan oleh sang tamu. Dana yang dibayarkan tak akan lagi dipahami sebagai biaya penginapan, melainkan investasi pengalaman unik tak terlupakan", jelasnya.

Tentukan target pasar

Itulah realisasi dari salah satu budaya Minang yang menjunjung tinggi pentingnya kesempurnaan untuk melayani kerabat yang tengah berkunjung. Tidak terhenti di situ, pengenalan budaya lokal juga dilakukan pada saat tamu tengah menikmati sarapan pagi, santap siang, hingga santapan malam.

Sajian khas tari-tarian daerah serta diskusi singkat tentang falsafah yang diusung melalui seni daerah tersebut diyakini menambah wawasan para wisatawan. Alhasil pengunjung tidak hanya menemukan solusi masalah penginapan, namun juga memperoleh tambahan wawasan tentang budaya lokal. Harapannya pada lawatan berikutnya, wisatawan tidak hanya mengunjungi Bukittinggi untuk sesaat namun meluangkan waktu beberapa hari agar mengenal lebih dalam budaya setempat. Jika itu terjadi maka Sumatera Barat akan bertumbuh menjadi destinasi wisata dunia seperti Bali dan Lombok.

Untuk meraih impian tersebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Kita bisa menggunakan beberapa konsep dalam model bisnis. Pertama, petakan terlebih dulu siapa yang menjadi target pasar potensi wisata setempat. Jika turis asing mulai masuk dalam daftar, langkah berikutnya adalah menentukan nilai-nilai yang ditawarkan pada wisatawan tersebut.

Studi menunjukkan bahwa ketika hotel menyasar kategori backpacker, umumnya tujuan utama mereka pesona keindahan alam. Maka semakin dekat layanan hotel dengan naturalisasi alam, semakin besar potensi mereka menginap.

Lain cerita jika hotel menyasar turis berkelas. Mereka umumnya sangat membutuhkan kenyamanan ketika berwisata. Untuk itu, jenis layanan yang bersifat terpusat mulai dari media promosi yang digunakan, fasilitas layanan konsultasi perjalanan, dan time management selama turis berada di Bukittinggi, hingga layanan penjemputan dan transportasi selama mereka berwisata, asuransi, sampai transportasi kembali ke bandara merupakan hal esensial.

Bagi target ini, harga premium tak jadi soal. Setelah satu lawatan berakhir, maka pebisnis tak boleh lupa untuk terus menjalin hubungan dengan mereka. Di situlah peran program customer relationships menjadi sangat penting. Beritakan setiap kemajuan daerah kepada mereka melalui buletin yang bersifat personal sehingga wisatawan merasa diberi perhatian lebih.Pada media itu kita dapat menyelipkan program-program promosi wisata selanjutnya.

Bak pepatah banyak saudara banyak rezeki, semakin erat hubungan hotel dengan eks wisatawan, semakin besar peluang mereka kembali ke Bukittinggi pada lawatan-lawatan berikutnya. "Di situlah rupiah semakin rajin berkunjung ke hotel kita", ungkap Ridha sembari beranjak pulang dari kampus.



TERBARU

×