kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / diaryppm

Tumbuh Bersama Gen Y

oleh Aries Heru Prasetyo - Ketua Program Sarjana PPM School of Management


Senin, 10 November 2014 / 08:00 WIB
Tumbuh Bersama Gen Y

Reporter: Aries Heru Prasetyo | Editor: cipta.wahyana

APA kunci untuk bersaing dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)? Banyak kalangan menyebut daya inovasi serta kreativitas para pebisnis yang akan melahirkan daya saing pada era MEA, yang akan dimulai tahun depan.

Pandangan semacam itu menjelaskan mengapa banyak negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, kini melandaskan pertumbuhan ekonominya pada pengembangan sektor kreatif. Pertumbuhan kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap produk domestik bruto Indonesia selalu di atas 9% setiap tahunnya. Tren yang berlangsung hingga akhir tahun lalu itu menunjukkan betapa sektor ekonomi kreatif mengalahkan sektor pertanian dan agrikultur, yang biasanya menjadi primadona ekonomi di Nusantara.

Selain karena dipicu oleh pertumbuhan pasar terhadap produk-produk kreatif, sektor ini juga berkembang berkat kontribusi besar dari para pekerja kreatif, yang notabene berasal dari Generasi Y. Secara konseptual, Generasi Y diartikan sebagai mereka yang lahir di akhir dekade 70-an hingga pertengahan 80-an. Tahun ini, rata-rata usia mereka berkisar 22 tahun37 tahun, yang merupakan rentang umur produktif dari sisi ekonomi.

Di sejumlah perusahaan, generasi itu kini mulai mendominasi manajemen di tingkat tengah. Hal senada juga terjadi di dunia bisnis. Banyak yang mengaitkan maraknya bisnis online saat ini dengan olah kerja Generasi Y.

Gen Y, sebutan akrab bagi generasi Y, termasuk generasi yang lahir di era percepatan perkembangan teknologi, termasuk internet. Itu sebabnya, mereka tidak bisa terlepas dari internet, baik sebagai media informasi maupun sebagai alat bantu utama dalam menyelesaikan rutinitasnya.

Itulah mengapa era ini ditandai dengan keberanian kalangan pemuda dalam menyuarakan opini melalui situs-situs sosial media. Kalangan senior Gen Y bahkan menilai era kini sebagai masa tanpa privacy. Meski mungkin terkesan negatif, namun itulah kenyataan kehidupan sosial yang akan kita hadapi dalam 30 tahun mendatang.

Satu hal yang menarik adalah, dari prinsip keterbukaan inilah, motif ekonomi mulai menemukan jati dirinya. Ketika hubungan persahabatan tidak lagi dibatasi oleh jarak dan waktu, maka pertukaran informasi tentang produk-produk kebutuhan hidup sehari-hari hingga hobi kini menjadi suatu komoditas yang siap untuk diperdagangkan. Dari informasi itulah tercipta permintaan atas produk.

Saat itu terjadi, Gen Y memandangnya sebagai peluang untuk segera mengambil posisi sebagai penyedia, entah sebagai produsen ataupun menjadi perantara. Dengan media seperti Instagram, Facebook, atau website pribadi, Gen Y memulai aktivitas bisnisnya.

Cara pandang baru

Nah mengingat generasi ini sarat akan ide-ide kreatif, maka pola perdagangan online yang mereka lakukan pun cukup unik. Mereka melengkapi mekanisme perdagangan itu dengan membentuk komunitas-komunitas yang loyal terhadap suatu merek. Di situ terjadi pergeseran peran dari konsumen ke pelanggan.

Bahkan, banyak di antara mereka yang menjadi duta-duta atas produk. Dengan rela dan ikhlas, mereka menyebarluaskan informasi positif dari suatu produk atau jasa. Langkah ini kini dikenal sebagai evangelical marketing.

Meski komunitas-komunitas tersebut awalnya didominasi kalangan Gen Y, namun beberapa di antaranya berhasil mencuri perhatian Gen X. Ini terbukti dengan munculnya komunitas seperti wulan yang merupakan akronim dari wanita lanjut usia.

Mirip dengan komunitas Gen Y, kelompok ini berdiri karena adanya keinginan dan kebutuhan untuk menjalankan aktivitas secara bersama-sama. Awalnya hanya melakukan kegiatan olahraga bersama, namun perlahan berubah menjadi wadah ekonomi.

Nilai positif lain yang dibawa oleh generasi ini adalah keberanian untuk mengajak generasi sebelumnya, yaitu Baby boomers 1 dan 2, serta Gen X, untuk memandang dunia dengan cara baru. Beberapa gerakan global seperti love our earth atau menciptakan keseimbangan ekologis dan ngetrennya produk-produk ramah lingkungan merupakan cara Gen Y dalam mengampanyekan buah pikirnya. Meski sempat diragukan efektivitasnya, namun kini hampir semua kalangan mengamini apa yang diusung oleh Gen Y.

Sadar atau tidak, kekuatan Gen Y terletak pada bagaimana ia mempengaruhi lingkungannya. Karena itu, Generasi C (connected) atau Z, yang baru lahir di era 2000-an, kini mulai terdidik oleh pola pikir Gen Y. Pengaruh itu juga mencakup hal bertahan secara ekonomi.

Di sana-sini kita dapat melihat banyak program-program pelatihan kewirausahaan berbasis online, tak terkecuali di kota-kota kecil.

Dalam lawatan ke salah satu daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa waktu lalu, saya terkesan oleh pengakuan seorang mahasiswa yang baru duduk di semester 1. Ia menyatakan bahwa hasil usaha menjual halaman Facebook-nya untuk tempat iklan bisnis dapat dipergunakan untuk melunasi biaya pendidikannya. Ketika ditanya dari mana ia beroleh inspirasi tersebut, jawabannya cukup sederhana dan polos: Dari teman chatting di Singapura.

Bila dicermati, kepolosan jawaban siswa tersebut me-ngandung sejuta makna. Meski ia berada di kawasan Indonesia Timur, namun pergaulannya sudah masuk ke tingkat global. Akibatnya, wawasan si mahasiswa pun menjadi sangat luas.

Ketika ia memberikan kesaksian, saya yakin banyak siswa yang terinspirasi olehnya. Nah, pola tersebut yang memicu perkembangan pola ekonomi di masa depan. Ketika ide-ide kreatif mendapatkan posisi di masyarakat, di situlah tercipta peluang untuk meningkatkan kesejahteraan.

Pekerjaan rumah yang terberat saat ini adalah menyiapkan produk-produk ide baru demi kelangsungan ekonomi masa depan. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa ide Gen Y berumur pendek. Maksimum hanya jangka menengah. Selebihnya, ia akan memproduksi ide-ide baru yang mencerahkan dunia. Jadi bagi Anda yang berasal dari Gen X bersiaplah untuk tumbuh bersama.



TERBARU

×