kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Kelirumologi tentang mobil nasional

oleh Satrio Utomo - Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Twitter: @RencanaTrading


Rabu, 18 Februari 2015 / 13:55 WIB
Kelirumologi tentang mobil nasional

Reporter: Satrio Utomo | Editor: tri.adi

Sejak Tommy Soeharto mengenalkan Timor di tahun 1990-an, definisi mobil nasional (mobnas) sangat membingungkan. Ketika itu, mobil roda empat, sedan, didesain, diperkenalkan dan diproduksi di Korea, lalu ditempel merek berbau Indonesia bernama Timor, diperkenalkan sebagai mobnas.

Dari sini, kelirumologi konsep mobnas berawal. Kesalahan menyebut mobil yang didesain dan diproduksi asing sebagai mobnas dimulai. Tapi, namanya juga zaman Soeharto, tentu tidak ada yang berani menolak.

Kisah mobnas seakan-akan terus ada di setiap pemerintahan. Ketika masa Presiden SBY, sebenarnya saya bangga saat Dahlan Iskan sering touring menggunakan mobil listrik berbodi sport. Wah, mobnas kita bakal seperti Tesla ini, mobil listrik ber-body sport yang sedang tren di Amerika sono. Mobil listrik, tapi model Ferrari atau Lamborghini. Bangga kita kalau mobnas seperti itu.

Eh, di zaman Jokowi ini muncul lagi wacana bekerjasama lagi dengan pihak asing untuk membuat mobnas. Saya masih menunggu konsep yang mau disuguhkan. Apakah mau balik lagi ke zaman batu: mobnas buatan Malaysia. Atau mungkin sebentar lagi Malaysia mau jadi provinsi di Indonesia.

Kelirumologi mobnas ini diperparah dengan realita, sebuah mobil yang diperkenalkan pada Pekan Raya Jakarta 1975, yang kemudian mulai dijual di Indonesia tahun 1977 ini. Mobil ini menjadi mobil paling sukses dan paling laku di Indonesia. Tak hanya di tahun 1970-an, tapi berlanjut hingga tahun 1980-an dan 1990-an, bahkan hingga milenium ini.

Generasi keenam mobil ini masih menjadi dambaan setiap keluarga Indonesia. Tapi, mobil yang sebetulnya layak disebut sebagai mobnas Indonesia ini, memiliki satu "kesalahan" yang sangat fatal: mobil ini bermerek Jepang.

Meskipun namanya Kijang yang merupakan nama asli Indonesia, di depannya adalah Toyota, raksasa mobil dunia yang berbasis di Jepang. Menyatakan Toyota Kijang sebagai mobnas, adalah kelirumologi baru. Memang mobil diperkenalkan, dibuat dan diproduksi di Indonesia. Komponen lokalnya sangat tinggi. Produksi dan penjualannya melibatkan puluhan bahkan ratusan ribu penduduk Indonesia.

Mungkin kita sebenarnya malas memberi definisi secara jelas apa yang disebut mobnas. Secara harfiah, dalam asumsi terbaik saya, mobil adalah kendaraan bermesin dan beroda empat. Yang sulit adalah definisi nasional. Kalau nasional itu didefinisikan sebagai didesain, dibuat, diproduksi dan dijual di Indonesia dan oleh orang Indonesia, semua masalah selesai. Tapi, apakah ini harus sepenuhnya harus dimodali orang pribumi Indonesia? Atau malah seperti dulu, memakai nama pribumi, tapi dibuat dan diproduksi asing. Mana Indonesianya?

Saya kemudian jadi menebak-nebak, definisi mobnas menurut Jokowi. Mungkin, faktor kantor di ruko? Mobnas adalah mobil yang dibuat dan diproduksi orang asing, tapi dengan nama Indonesia, perusahaan milik pribumi dan berkantor di ruko.

Mari kita ke bursa. Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah jauh berkembang. Kapitalisasi pasar IHSG saja sudah cukup lama melewati angka Rp 5.000 triliun. Kapitalisasi saham-saham big caps, seperi Astra International, BCA, atau Sampoerna, sudah melewati Rp 300 triliun.

Saham-saham tak jelas yang masuk melalui backdoor listing, hari-hari ini nilai righst issue-nya sudah diatas Rp 100 miliar. Tenaga pasar modal sudah cukup besar. Freeport misalnya, kalau mau melepas sahamnya ke BEI, pasar sudah siap.

Sudah cukup kuat, apalagi kalau cuma mendanai mobnas. Toyota Motor Corp Indonesia misalnya, kalau mau jual saham langsung ke Indonesia, pasar siap. Yamaha, Honda, Mitsubishi atau siapa saja produsen mobil yang mau menjual sahamnya ke bursa, pasar siap. Jadi, kalau dalam aturan nanti dibuat pasal, 20% saham mobnas harus dimiliki pemodal, BEI sudah siap menerima.

Banyak orang tetap cinta dan setia pada Toyota sebagai mobil keluarga. Tapi, buat sebagian orang-termasuk saya-Toyota sebagai mobil keluarga sudah masa lalu. Mahal, miskin inovasi dan boros bensin adalah kesan saya ketika berusaha memiliki sebuah Toyota.

Itu sebabnya, kalau di pemilihan car of the years, mobil-mobil keluaran Nissan atau Honda bisa terpilih sebagai pemenang. Sebenarnya, tidak sulit mengalahkan produk Astra International di pasar Indonesia. Tapi, Astra tetap merajai bursa.

Hanya Astra yang menjadi pembicaraan orang. Padahal, pasar modal adalah pasar potensial. Biar pemodal kita itu hanya 500.000 orang, tapi kami adalah pembeli potensial mobil dan sepeda motor yang ada di pasar.

Setiap pembicaraan tentang kinerja keuangan, pasti akan membicarakan tentang produk. Itulah sebabnya, jika Honda Prospect Motor atau Yamaha Motor Indonesia mau listing, mudah bagi mereka menyaingi Astra. Bukan dari sisi kapitalisasi, tapi dari pembicaraan tentang perusahaan. Pembicaraan merupakan iklan gratis untuk mengalahkan Astra di tengah pasar yang potensial.

So, apa definisi mobnas? Sebaiknya itu kita tanyakan ke Presiden Jokowi. Dan saya berharap jawabannya: mobnas adalah mobil yang perusahaan pembuatnya menjual saham di BEI. Biar kita semua bisa memiliki saham mobnas itu.



TERBARU

×