kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / siasatbisnis

Pepsico dan pasar multikultural

oleh Jennie M. Xue - Kolumnis internasional berbasis di California, aktif di blog JennieXue.com


Senin, 23 Februari 2015 / 13:12 WIB
Pepsico dan pasar multikultural

Reporter: Jennie M. Xue | Editor: tri.adi

Saat kita ditanya apa merek minuman berkarbonasi atau bersoda yang Anda kenal? Sontak kita akan menyebutkan nama-nama besar seperti Coca-Cola, dan Pepsi-Cola. Tentu menarik jika kita mengulas apa rahasia sukses bisnis ini.

Pepsi-Cola didirikan tahun 1919 di New Bern, North Carolina oleh Donald Kendall. Pepsi-Cola telah mengukir sejarah dunia bisnis food and beverage sebagai salah satu merek paling dikenal.

Setelah Pepsi merger dengan Frito-Lay, ia bernama Pepsico. Omzetnya US$ 65 miliar di tahun 2013 dan terdiri dari 3.000 lebih produk. Beberapa merek terlaris Pepsico antara lain: Frito Lay, Cracker Jack, Quaker Oats, Tropicana, Gatorade, Lays Chips, Doritos, and Mountain Dew.

Sukses ini bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Kalau kita merunut ke belakang, pada tahun 1940an, Pepsi-Cola masih tergolong sebagai perusahaan underdog. Chief Executive Officer Pepsi-Cola kala itu Walter Mack (19381951) berstrategi untuk penetrasi ke pasar para kulit hitam di AS.

Pemasaran dan iklan-iklan waktu itu dianggap terlalu merendahkan warga kulit hitam. Nah cara ini tentu saja tidak sesuai dengan visi politis Mack yang ingin "we can make money and do the right thing", atau kata lainnya kita tetap bisa mencari untung dengan melakukan hal-hal yang benar.

Dengan filosofi tersebut, Pepsi mulai membentuk tim pemasaran untuk pasar kulit hitam dengan para anggota tim yang sangat multikultural, serta memandang pasar kulit putih dan kulit hitam setara. Segregasi di masa itu memisahkan produk-produk yang dikonsumsi oleh warga kulit putih dan kulit berwarna. Namun dengan kebesaran hati dan akumen atau dukungan keputusan bisnis yang tepat dari Walter Mack, maka kesenjangan ini bisa diatasi. Bahkan Pepsi-Cola menjadi produk unggulan di pasar kulit hitam.

Gerakan multikultural ini pula yang membuat Pepsico sangat ramah dengan para staf yang berasal dari kultur dan budaya di luar Kaukasian. Misalnya CEO Indra Nooyi, berasal dari India.

Allen McKeller adalah salah satu salesman pertama tim kulit hitam Pepsi-Cola. Ia memasarkan Pepsi ke sekolah-sekolah, gereja-gereja, dan toko-toko yang melayani para kulit hitam di seluruh Amerika Serikat.

Untuk itu, ia mengendarai kereta api Pullman yang saat itu didominasi oleh penumpang berkulit putih. Hasilnya: penetrasi sekitar 99 % terhadap pasar kulit hitam berhasil ia dapatkan.

Tantangan pasar multikultural telah menjadi tradisi dan strategi inheren Pepsico. Ini memungkinkan mereka penetrasi dan sukses di 200 negara yang didukung oleh 274.000 pegawai.

Lantas, apa lagi tantangan abad ke21 bagi Pepsico? Obesitas.

Pepsico dan produk-produk konsumen lainnya banyak dikritik sebagai produsen makanan dan minuman berbasis gula, garam, dan kalori tinggi. Kandungan tersebut yang dituding sebagai penyebab utama penyakit diabetes, stroke, darah tinggi, dan gangguan jantung.

Fokus inovasi kini adalah bagaimana mengembangkan makanan dan minuman masal yang sehat, disukai, dan terjangkau. Untuk itu, Pepsico mempekerjakan para pakar di bidangnya: antropologi makanan, food scientists, ahli kimia, biologogists, juga ahli endokrin, dan lainnya.

Setiap hari, para saintis dan pakar ini tidak henti-hentinya melakukan riset untuk mencari pengganti gula dan garam. Selain itu mereka juga mencoba untuk memasukkan berbagai bahan baku yang lebih sehat seperti serat tumbuh-tumbuhan dan antioksidan pada produk-produk baru Pepsico.

Misalnya di China, mereka bermitra dengan Kunming Institute of Botany. Sementara di Amerika Serikat mereka membentuk divisi Global Nutrition Group yang mempekerjakan mantan endokrinologis dari Mayo Clinic bernama Mahmood Khan.

Visi utama mereka adalah menjadikan Pepsico sebagai perusahaan dengan nilai US$ 30 miliar di tahun 2020. Dan salah satu inovasi terbaru dari divisi yang dikelola Khan adalah liquid oat atau gandum cair bagi mereka yang perlu cepat saji.

Contoh lainnya, untuk menyasar konsumen penduduk India yang jumlahnya mendekati 1,2 miliar jiwa . Di negara ini, masyarakat selalu mengalami krisis air tanah. Karena itu, mereka berinovasi untuk produk-produk lokal dengan misi meningkatkan pelestarian air tanah dan lingkungan.

Tantangan klasik Pepsico berikutnya adalah perang kola dengan Coca-Cola. Dalam perang ini pemenangnya adalah Coca-Cola dengan rasio 2:1. Untuk itu, Pepsico sangat menghargai tim pemasaran mereka yang mendatangi setiap toko besar dan kecil untuk menawarkan substitusi soda fountain dari Coke ke Pepsi. Pada 2011, ranking konsumsi Pepsi turun ke peringkat ke3 setelah Coca-Cola dan Diet Coke.

Akhir kata, Indra Nooyi mengingatkan bahwa masa sekarang dan masa kini sangat erat berkaitan. Dengan mengelola masa kini dengan baik, maka masa depan bisa lebih baik bagi semua.



TERBARU

×