kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / siasatbisnis

Momentum versus pengalaman

oleh Jennie M. Xue - Digital Entrepreneur dan Penulis Internasional Berbasis di Amerika Serikat dan Jakarta


Senin, 02 Maret 2015 / 13:22 WIB
Momentum versus pengalaman

Reporter: Jennie M. Xue | Editor: tri.adi

Pengalaman buruk, seperti mengalami kekalahan dan kegagalan sebetulnya merupakan guru yang tidak ternilai. Pengalaman baik, seperti kemenangan dan sukses juga merupakan guru. Malah boleh dibilang, pengalaman tersebut sangat luar biasa bagi kita untuk bisa menggandakan dan menciptakan momentum kemenangan-kemenangan besar lain di masa depan.

Akademisi Karl Weick, PhD dalam makalah bertajuk "American Psychologist" (1984) menuliskan bahwa kemenangan-kemenangan kecil bisa berdampak besar. Misalnya, bisa menciptakan pola menarik peminat. Bisa juga membuat ciut lawan atau bisa memperkecil resistensi pasar di masa depan.

Alhasil, rententan dari kemenangan kecil bisa menciptakan velositas. Kondisi ini jelas bisa bermanfaat untuk mengulang kisah sukses di lain waktu.

Ambil contoh aksi dari binatang tercepat di dunia cheetah yang sanggup berlari hingga kecepatan 70 mil per jam. Bila ditelaah, kunci kecepatan cheetah tidak lah berlari dengan kecepatan tinggi secara konstan.

Binatang buas ini rupanya mampu mengatur momentum saat berlari atau lebih tepatnya saat memburu buruannya. Cheetah akan mengatur waktu yang tepat kapan kira-kira harus melompat, menerjang, dan zig-zag ke samping. Gunanya adalah berfungsi untuk meningkatkan akselerasi.

Situasi yang cheetah alami mirip dengan koreografi. Hal ini bisa diterapkan dalam bisnis. Malah, di sinilah letak kunci suksesnya.

Biasanya pebisnis dalam menjalankan usaha bakal fokus untuk mengembangkan produk baru, bisnis baru atau kegiatan baru. Nah, aktivitas ini bisa memberi pengalaman dan transfer pengetahuan untuk bisa menciptakan momentum baru.

Contoh perusahaan komputer Apple malah menciptakan ponsel berlabel iPhone. Padahal, biasanya perusahaan telekomunikasi kerap menciptakan ponsel.

Apple menciptakan iPhone dengan cara mengombinasikan kekuatan komputer dengan fleksibilitas dan mobilitas telepon genggam konvensional. Lewat cara ini terbukalah momentum smartphone atau ponsel pintar ala iPhone yang kelak diikuti oleh produsen telekomunikasi lainnya.

Lantas, apakah momentum lebih penting dari pengalaman? Dalam situasi tertentu, bisa jadi momentum bisa memberi lebih banyak kesempatan.

Prinsip if you can make it in New York City, you can make it anywhere sebenarnya adalah lirik dari lagu Frank Sinatra. Namun Shane Snow dalam Smartcuts: How Hackers, Innovators, and Icons Accelerate Success mengingatkan pengalaman yang tidak linear namun mempunyai korelasi dan membutuhkan inventaris kepribadian, keahlian, ketrampilan, dan kemampuan, bisa jadi merupakan pintu momentum untuk bisa sukses di bidang lain.

Sebagai contoh, apabila seseorang mampu merintis karier dan mempertahankannya di perusahaan prestisius, misalnya Citibank atau Accenture, diasumsikan ia akan mampu memimpin perusahaan menengah.

Di dunia pemerintahan, cukup banyak contoh bahwa seorang pemegang tampuk pimpinan belum pernah meniti karier sebagai menteri atau bahkan presiden. Posisi tersebut diberikan dengan asumsi keahlian dia di posisi sebelumnya merupakan fondasi yang baik untuk posisi sekarang ini.

Pengalaman merupakan guru yang sangat berharga. Pengalaman bisa berasal dari siapa saja. Anda pun bisa belajar pengalaman orang lain selain diri sendiri.

Begitu pula seorang mentor yang baik bakal membimbing dan mengarahkan berdasarkan pengalaman masa lampau yang dinilai punya nilai. Tak heran bila Steve Jobs tidak ragu memanggil Chief Executive Offficer Intuit Bill Campbell sebagai pembimbingnya (mentor).

Namun perlu diperhatikan bahwa bimbingan yang baik adalah bila antara pemberi bimbingan (mentor) dan yang dibimbing (mentee) ada kecocokan gaya pengajaran. Misalnya yang dibimbing tidak terlalu pintar.

Studi menunjukkan bahwa membimbing secara informal bisa menghasilkan bimbingan yang lebih bernilai dalam bidang pemecahan masalah (problem solving), daripada bimbingan formal. Ini diakui Sheryl Sandberg, COO Facebook dalam bukunya Lean In.

Pengalaman dari seorang mentor yang mengikuti perjalanan karier atau bisnis mempunyai arti yang lebih besar daripada pengalaman seorang mentor yang hanya memberikan penjelasan mengenai cara kerja belaka. Dengan kata lain, seorang mentor yang membagi pengalaman soft-skills-nya lebih berarti daripada yang hanya membagi pengalaman hard-skillsbelaka.

Untuk sukses, momentum dan pengalaman perlu berjalan bersama. Pengalaman memberikan fondasi. Sedangkan momentum memberikan daya lompat multiplikasi. Dua kombinasi ini bisa melahirkan ide gemilang. Ayo, semangat berkoreografi.

 



TERBARU

×