kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / siasatbisnis

Tory Burch dan perilaku konsumen

oleh Jennie M. Xue - Digital Entrepreneur dan Penulis Internasional Berbasis di Amerika Serikat dan Jakarta


Senin, 13 April 2015 / 13:40 WIB
Tory Burch dan perilaku konsumen

Reporter: Jennie M. Xue | Editor: tri.adi

Mungkin selama ini Anda telah mengenal logo Tory Burch (TB) “T” dalam kapital. Simbol tersebut mirip simbol palang merah namun agak sedikit “gotik”. Logo seperti ini pasti dikenal setiap perempuan kelas menengah ke atas.

Sepatu flat (flat shoes) TB sangat dikenal nyaman dipakai dan harganya juga termasuk terjangkau untuk kelas desainer dengan branded product-nya. "Comfort and style," ujar desainer Tory Burch.

Produk-produk juga dipakai dengan bangga oleh pesohor di Holywood seperti Jessica Alba, Anne Hathaway, Kate Middleton, dan Oprah Winfrey, serta disebut-sebut dalam sitkom televisi seperti The Gossip Girl.

Namun desainer Tory Burch mengkonfirmasi bahwa sesungguhnya ia tidak melakukan product placement. Majalah Forbes menyebut Tory Burch sebagai self-made billionaire kedua termuda di dunia dan termasuk dalam salah satu “top 100 most powerful women in the world.”

Semua bisnisnya terjadi secara organik sehingga menjadi “marketing force” luar biasa. Bagaimana bisa?

Bayangkan, dengan harga beberapa ratus dollar Amerika serikat saja, sebuah tas tangan supercantik, chic, fungsional, dan berkualitas tinggi sudah bisa dibeli. Harganya, tidak perlu seharga ribuan atau puluhan ribu dollar Amerika Serikat seperti halnya merek ternama Hermes dan Louis Vuitton.

Penulis sendiri sering mengunjungi butik TB di Valleyfair Mall di Santa Clara, California. Di butik ini ternyata penuh dengan para ibu dan perempuan muda dari mancanegara, termasuk dari Indonesia. Kini butik TB berjumlah 137 di seluruh dunia.

Para remaja putri dari kelas menengah atas di seluruh dunia saat ini sepertinya sedang demam TB. Butik-butik TB tersebar di setiap mal, duty free shops, dan online retailer ternama.

Produk kaum hawa seperti sepatu, tas, blus, dres, rok, celana panjang, jins, jam tangan, dan aksesori bisa dijumpai dalam product line TB. Jam tangannya diproduksi di Swiss. Ini yang termasuk langka karena di era “segalanya Made in China”.

Kalau kita kilas balik ke belakang, sejatinya booming bisnis TB diawali dengan wawancara desainer Tory Burch dengan Oprah Winfrey di televisi di tahun 2005. Saat itu, TB baru saja memulai bisnisnya selama satu tahun. Setelah wawancara tersebut, Web site ToryBurch.com menuai 8 juta hit.

Fakta ini sebagai catatan, bahwa sukses TB salahsatunya didorong “The Oprah Factor” yang menempatkan sebuah merek baru ke puncak dunia. Beberapa merek yang mengalami faktor spesial ini termasuk: Moveable Feast dan Pure Color Jeans. Oprah’s Lisf of Favorite Things. Penampilan di Oprah Winfrey merupakan publisitas puncak yang diharapkan oleh para desainer, mengingat jangkauanya hingga ratusan juta pemirsa di mancanegara.

Desainer Tory Burch sendiri terlibat langsung di bisnis ini dalam segala segi, dari A ke Z: desain, warna, pemilihan materi, produksi, dan pasca-produksi. Kuncinya adalah mencari materi dan mendesainnya seindah mungkin untuk price point yang telah ditentukan.

Meskipun tanpa bekal pendidikan fashion design maupun bisnis dan entrepreneurship, keberanian Tory bersumber dari keinginannya untuk memberikan solusi bagi para perempuan bekerja dan ibu rumah tangga aktif seperti dia. Di University of Pennsylvania, ia studi Art History. Jadi hobi seni memang lebih kental dan mendasari sukses TB.

Di Amerika Serikat di mana pembantu rumah tangga (helper) dan babysitter tidak lazim, para ibu perlu sigap, siap, dan aktif dalam bekerja di kantor dan rumah. Mereka menginginkan sepatu flat yang cantik dan nyaman dipakai. Itulah produk pertama TB yang langsung laku keras di pasaran.

Kemampuan Tory Burch dalam membaca kebutuhan para konsumennya dibingkai dengan personalisasi setiap produknya yang diberi nama-nama yang familier, seperti Robinson, nama marga orang tuanya. Burch adalah marga suaminya Christopher.

Untuk produk-produk linen dan rumah tangga Tory Burch Home, ruang pamernya diisi dengan merek-merek yang menjadi favorit konsumennya, seperti kulkas yang penuh, laptop, dan komputer tablet. Selain desainer ulung Tory adalah, marketer yang sangat mengenal psikologi dan perilaku konsumennya yang menjadi target pasar produk-produknya.

Pengguna berat media sosial yang sangat tokcer dalam membangun mereknya. Tory menceritakan tentang dirinya, keluarga, dan desain-desainnya di blog dan kicauan Twitter. Selain itu Tory juga marketing team-nya menggunakan Pinterest dan Instagram secara sangat optimal. Prosesi marketing ini lengkap dengan “kisah-kisah” akan desain tersebut, sehingga terjadi kontak afeksi dengan konsumen target.

Catatan penting yang perlu kita ambil dari seorang Toruy Bruch adalah, siapapun dengan latar belakang pendidikan apa pun pasti bisa menjadi entrepreneur sukses. Kuncinya adalah psikologi konsumen. Gunakan afeksi seoptimal mungkin.

 



TERBARU

×