kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / siasatbisnis

Ferrari, QC, dan inovasi

oleh Jennie M. Xue - Kolumnis internasional serial entrepreneur dan pengajar bisnis berbasis di California


Selasa, 18 Agustus 2015 / 13:45 WIB
Ferrari, QC, dan inovasi

Reporter: Jennie M. Xue | Editor: tri.adi

Siapa tak kenal Ferrari? Sejak 1971, dengan produk terpopulernya seri Dino 206 dan 246 GT, Ferrari berhasil memasarkan 1000 unit pada masa itu.

Ferrari mencatatkan kesuksesan seri Daytona 365 GTB/4 yang mampu menerjang 170 mil per jam. Penjualannya 1300 unit.

Pada 1974, 365 GT4/BB Boxer bersilinder 12 berhasil partisipasi dalam Formula One (F1) sehingga semakin melambungkan nama Ferrari di industri otomotif.

Namun, Enzo Ferrari mengalami kesulitan keuangan masa itu. Pertumbuhan ekonomi Italia melambung terhitung 1957 hingga 1967 memperkuat kondisi perekonomian perusahaan dan keluarga para pekerja. Hubungan antara perusahaan dengan buruh mengalami friksi. Buruh selektif memilih jadwal kerja dan menolak lembur.

Akibatnya, Ferrari kesulitan memenuhi pesanan. Penyebab rendahnya produktivitas adalah banyaknya demo dan mogok kerja buruh. Di tambah lagi, Italia sedang mengalami masa buruh yang menuntut upah yang lebih tinggi. Puncaknya di bulan Maret 1968, protes buruh semakin meningkat hingga mengarah kepada kekerasan.

Di sisi lain, Amerika Serikat mengeluarkan aturan tentang emisi. Ferrari pun harus memenuhi syarat ini. Karena itu, inovasi pembuangan emisi dan mesin kembali dilakukan untuk memenuhi persyaratan ini.

Berikutnya Enzo menawarkan Ferrari kepada Gianni Agnelli, pemilik Fiat. Di musim semi 1969, Scagletti menjadi bagian dari Ferrari dan Fiat. Fiat menguasai 50% saham Ferrari. Sejak itu, bisnis Ferrari semakin melambung.

Ferrari 288 GTO memenangkan F1 pada 1983 dan di tahun 1985 berhasil memasarkan 3.000 unit. Masa 1980an dikenal sebagai masa kejayaan koleksi mobil balap. Selanjutnya 1988, Ferrari memasarkan 4.000 unit n F40 yang bisa dikendarai di luar medan balap. F40 adalah produksi Enzo Ferrari yang terakhir, sebelum meninggal pada Agustus 1988. Sepeninggal Enzo, Fiat menambah 40% saham lagi. Piero Ferrari hanya 10%.

Dalam pertandingan Formula One di 1990, Alain Prost tidak berhasil menang. Sejak itu juga Ferrari mengalami kevakuman kemenangan. Resesi 1990-an juga menurunkan pemasaran hingga kurang dari separuhnya.

Inovasi kembali menjadi semangat kerja ketika CEO baru Luca Cordero di Montezemolo memimpin. Cordero mampu fokus untuk mengontrol kualitas produk. Di masa dialah muncul seri-seri baru, seperti 348, 355, 360, 430, 550 Maranello dan Enzo. Termasuk mengakuisisi saham Maserati dari Fiat.

Upaya menjaga kualitas produk ini dilakukan dengan melakukan quality control (QC) terhadap produk dengan cara proses inspeksi berulang-ulang. Terutama pada komponen-komponen mikro. Inspeksi juga dilakukan pada tailor-made untuk interior dan bagian dalam yang berlapis kulit asli.

Hasilnya, ketika Fiat menjual sebesar 34% saham miliknya di Ferrari pada tahun 2002 kepada beberapa bank, mereka bisa mendapatkan dana US$ 700 juta. Pada masa itu nilai Ferrari-Maserati menjadi US$ 2,1 miliar.

Kombinasi produksi Ferrari dan Maserati per tahun 8000 unit. Adapun Fiat sendiri mampu memproduksi 1,7 juta unit setiap tahun. Di tahun 2013, omzet Ferrari mencapai US$ 3,1 miliar dengan produksi 6.922 unit.

Saat ini Ferrari makin membuka diri dan memperkenalkan kehebatan sistem manufaktur dan kecanggihan teknologi robotik dan desain pabrik barunya. Di tahun 1998, Renzo Piano mendesain pabrik dengan wind tunnel dengan divisi mesin dan proses pengecatan teknologi tinggi. Proses ini ditambah QC dan inovasi sehingga dijalankan dengan cermat dengan fasilitas pabrik high-tech atau berteknologi tinggi.

Hingga kini Ferrari tetap dikenal sebagai mobil berkelas butik, namun bisa dinikmati sebagai road-car berstandar internasional. Berkat inovasi dan QC ketat kini Brand Finance menempatkan merek Ferrari ranking 350 senilai US$ 4 miliar.

 



TERBARU

×