kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

I will call you back

oleh Lukas Setia Atmaja - Chairman Department of Finance Prasetiya Mulya Business School


Rabu, 27 April 2011 / 21:34 WIB
I will call you back

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: djumyati

Saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menuju rekor baru, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) tengah mencetak rekor lain. Mereka mau membeli kembali saham yang beredar di publik (buyback). Ini adalah buyback saham keempat dalam kurun lima tahun terakhir.

Manajemen TLKM mengalokasikan dana Rp 3 triliun untuk membeli kembali maksimal 2,07% saham dari total saham seri B yang telah dikeluarkan.

Saham perusahaan halo-halo ini sedang bermuram durja. Pada pertengahan Maret 2011, harga saham  TLKM Rp 6.800 per saham, alias turun 17% sejak awal tahun ini. Biasanya, buyback saham dilakukan ketika manajemen perusahaan yakin saham perusahaan itu di bawah harga wajar (undervalued).

Dengan mengumumkan program buyback, manajemen memberikan sinyal bahwa prospek perusahaan lebih bagus daripada yang diperkirakan pasar. Sinyal ini penting untuk mengembalikan kepercayaan investor pada perusahaan. Pengumuman buyback saham di Amerika Serikat, misalnya, menyebabkan harga saham naik rata-rata 14,29%.

Para investor juga merespons positif rencana buyback saham TLKM. Harga sahamnya langsung melejit setelah pengumuman rencana ini. Artinya, lebih banyak yang ingin mengoleksi saham TLKM daripada yang ingin menjual. Pada 20 April lalu, sehari setelah pengumuman itu, harga saham TLKM sempat menyentuh Rp 7.850.

Dalam kondisi normal, buyback saham dilakukan jika korporasi memiliki kelebihan kas. Uang yang berlebih ini sebaiknya dikembalikan kepada pemegang saham melalui buyback saham maupun pembagian dividen. Jika tidak, muncul kekhawatiran manajemen akan menggunakan uang ini untuk investasi yang tidak menciptakan nilai ekonomi. Jadi, buyback merupakan berita baik.

Ketika pasar saham sedang bearish, perusahaan makin tergoda melakukan buyback. Sebagai contoh, dua pekan setelah market crash di Wall Street pada Oktober 1987, sekitar 600 korporasi AS mengumumkan rencana buyback senilai US$ 44 miliar. Rencana ini akan menghambat kejatuhan harga karena meningkatkan permintaan saham tersebut. 

Sebagai pemegang saham TLKM, bagaimana kita merespons tawaran buyback saham ini? Perlu dimengerti bahwa program buyback adalah hubungan antara pemegang saham, bukan antara manajemen dengan pemegang saham. Sebagian besar pemegang saham sepakat melalui RUPS: menggunakan sebagian kas perusahaan untuk membeli kembali saham yang beredar.

Secara teoretis, bagi pemegang saham yang meyakini harga saham undervalued, mereka tidak akan menjual sahamnya. Sebaliknya, pemegang saham yang tak yakin harga undervalued, mereka akan tergoda menjual. Apalagi, jika kemudian harga saham segera naik hingga diyakini telah overvalued.

Manajemen perusahaan sering mengutarakan bahwa buyback saham akan meningkatkan earnings per share (EPS) atau laba bersih per saham maupun return on equity (ROE) atau laba bersih dibagi modal (nilai buku) ekuitas. Logikanya, buyback saham akan mengurangi jumlah saham yang beredar dan modal ekuitas. Karena laba bersih dianggap tetap, sedangkan faktor pembaginya mengecil, baik angka EPS maupun ROE akan naik.

Benarkah? Buyback saham tidak otomatis menaikkan EPS atau ROE, karena ia berpengaruh terhadap laba bersih. Ingat, buyback saham menggunakan kas yang seharusnya bisa dipakai untuk investasi baru. Jadi, ada opportunity cost.

Laba bersih akan berkurang sejumlah imbal hasil (return) yang seharusnya bisa dihasilkan dari investasi menggunakan kas itu. Naik-turunnya EPS dan ROE tergantung harga yang dibayar manajemen saat buyback. Jika terlalu mahal, jangan harap EPS akan naik.

Jika buyback dilakukan mendekati akhir periode fiskal atau jika return yang hilang adalah return yang baru bisa dinikmati di periode mendatang, pengaruh negatif buyback terhadap laba bersih sangat kecil. Sehingga, EPS atau ROE tahun ini akan meningkat akibat berkurangnya saham beredar. Pengaruh tersebut baru terasa tahun berikutnya.

Patut diingat, nilai sebuah saham tidak hanya ditentukan EPS satu periode, tetapi banyak periode (konsep sustainability cash flows).

Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan sebelum manajemen memutuskan buyback saham. Pertama, meski manajemen yakin saham perusahaan undervalued, pelaku pasar bisa ragu jika ternyata kinerja keuangan sedang menurun atau stagnan. Kedua, buyback bisa jadi bumerang untuk perusahaan high-growth karena dapat diartikan sebagai pengakuan bahwa perusahaan tak punya kesempatan investasi yang bagus.

Kalau sudah begini, bisa saja kenaikan harga TLKM hanya bersifat sementara. Perlu langkah-langkah inovatif untuk meyakinkan pasar bahwa saham TLKM memang undervalued.



TERBARU

×