kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / siasatbisnis

Penetrasi pasar Victoria's Secret

oleh Jennie M. Xue - Kolumnis internasional serial entrepreneur dan pengajar bisnis, berbasis di California


Selasa, 26 Januari 2016 / 14:19 WIB

Reporter: Jennie M. Xue | Editor: mesti.sinaga

Anda tentu sudah mengenal merek Victoria's Secret. Kini produk mereka, yakni kosmetik mulai, parfum, piyama, dan beberapa jenis pakaian dalam kecuali bra, sudah bisa dibeli di butik Victoria's Secret (VS) di Asia, termasuk di Singapura dan Indonesia.

Namun penggemar pasti bertanya-tanya: mengapa tidak menjual bra? Padahal bra VS sangat terkenal akan kualitas dan keglamorannya. Tulisan ini tidak akan menjawab mengapa butik-butik VS di Asia tidak menjual bra, namun menjawab bagaimana VS berhasil penetrasi pasar di seluruh dunia.

Punya market share 35% untuk pasar lingerie, VS jauh melampaui merek-merek lain. Pada 1995 saja, bisnis VS bernilai US$ 1,9 miliar dengan 670 toko di seluruh AS. Hari ini, bisnis VS bernilai US$ 5 miliar.

Di balik nama besar dan kecantikan para malaikat VS (Victoria's Secret Angels), ada kisah cinta dan kisah tragis seorang Roy Raymond yang lulusan MBA Stanford. Suatu hari medio tahun 1970an, ia ingin membelikan istrinya lingerie cantik. Namun sebagai laki-laki, ia tidak nyaman pergi ke toko pakaian dalam perempuan sendirian.  Jadi, timbul idenya membuka butik lingerie khusus yang diberi nama Victoria's Secret, dengan bisnis via katalog dan tiga butik kecil bermodalkan US$ 80.000. Salah satunya di Palo Alto.

Dalam satu tahun, omzet bisnis Raymond ini mencapai US$ 500.000. Setelah lima tahun, bisnisnya diakuisisi Leslie Wexner dan The Limited sebesar US$ 4 juta (namun sumber lain menyebutkan US$ 1 juta). Saat itu manajemen VS mendekati bangkrut, sedangkan kondisi The Limited sedang naik daun dengan sportswear, women's wear, dan casualwear.

Wexner ingin ekspansi ke lingerie perempuan yang masih belum banyak dibidik. Ternyata, setelah dua tahun dikelola manajemen baru, nilai VS  mencapai US$ 500 juta. Tidak lama kemudian, Raymond mengakhiri hidupnya di Jembatan Golden Gate. Kisah tragis pendiri VS yang tidak banyak orang tahu.

Terlepas dari kisah ini, VS adalah salah satu merek legendaris dunia. Penetrasi pasarnya luar biasa berhasil, bahkan di Asia, termasuk Indonesia. Merek Victoria's Secret identik dengan produk yang nyaman, pas, elegan, cantik, dan manis. VS mempunyai gabungan kenyamanan dan pola yang pas ala Maidenform dan kecantikan elegan ala La Perla berharga ekonomis.

Bagaimana VS yang gagal di tangan Raymond menjadi bebek bertelur emas di tangan Wexner? Pertama, Wexner mengidentifikasi kelirunya strategi penjualan Raymond dengan menitikberatkan ke selera laki-laki. Katalog VS versi Raymond sangat menarik perhatian pria dengan gaya model ultra seksi dan interior ala rumah bordil. Wexner memodifikasi desain dan pemasaran produk-produk VS dengan menitikberatkan selera perempuan. Dengan membuat konsumen perempuan nyaman, semakin banyak yang mencatatkan diri sebagai anggota VS dan mengulangi pembelanjaan.

Kedua, Wexner mempelajari bagaimana perempuan Eropa terbiasa mengenakan lingerie cantik setiap hari. Kebiasaan ini akan sangat menguntungkan VS apabila perempuan AS juga mengenakan lingerie cantik, ekonomis terjangkau. Jadilah reposisi VS dan direbrand sebagai La Perla untuk khalayak ramai. Digabungkan dengan desain, interior toko, dan gaya hidup yang dipopulerkan oleh media massa dan fashion show tahunan, VS pun berhasil menjadi lingerie sehari-hari. Para model dan photo styling yang dipilih memberi kesan ringan dan alami seperti halaman majalah yang hidup dan bergerak.

Ketiga, katalog VS didesain sedemikian rupa sehingga perempuan tertarik untuk berbelanja berulang-ulang dan kaum pria tertarik membolak-balik halaman. Pemilihan model VS sangat hati-hati, sehingga kesan a girl next door mencerminkan karakter pembeli dirasakan. Model Alessandra Ambrosio misalnya, membantu merek VS yang mencerminkan keibuan dan perempuan karier. Sedangkan model Kate Upton tidak dipilih karena agak terlalu seksi sehingga mengintimidasi konsumen. Pemilihan model yang mencerminkan karakter konsumen menjadi strategi jitu.

Keempat, karena butik VS di memiliki keterbatasan memperagakan koleksi pakaian lengkap, maka situs online VS melengkapinya dengan koleksi pakaian casual, bahkan gaun malam. Strategi penjualan online adalah strategi cerdas yang terbukti bagus.

Akhir kata, strategi VS bisa menjadi benchmark bagi yang ingin menggabungkan toko online dan offline, juga gaya hidup berkarakter.



TERBARU

×