kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / ibl

Manajemen sukses ala Alex Ferguson

oleh Lukas Setia Atmaja - Center for Finance & Investment Research Prasetiya Mulya Business School


Senin, 10 September 2012 / 00:00 WIB
Manajemen sukses ala Alex Ferguson

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: djumyati

Siapa tak kenal Manchester United? Klub sepak bola profesional paling sukses di Inggris yang memenangi 19 trophy English Premiere League (EPL). Tokoh di balik sukses United adalah Sir Alex Ferguson (SAF). Saat direkrut menjadi manajer United, 26 tahun silam, United telah paceklik trophy EPL selama 19 tahun. Ia mewarisi tim United yang amburadul. Perlahan tapi pasti, SAF mengubah United menjadi salah satu klub sepak bola terbaik di dunia.

Di bawah SAF, United telah memenangi 37 trophy. Tidak hanya di lapangan hijau, United juga rancak di laporan keuangan. Penghasilan dari tiket pertandingan, siaran TV, dan merchandising tumbuh stabil. Sponsor berdatangan, membayar mahal untuk berpromosi lewat United. Tahun 2011, misalnya, United adalah klub pertama di dunia yang mencatat penghasilan komersial lebih dari 100 juta poundsterling per tahun.

Tak pelak, Majalah Forbes Juli lalu menobatkan United sebagai klub sepak bola paling berharga dengan nilai US$ 2,3 miliar. Padahal pada tahun 1989, nilainya cuma US$ 25 juta. Artinya, kenaikan nilai United adalah 23% per tahun. Fantastis!

Mengelola klub sepak bola profesional tidak berbeda dengan mengelola sebuah perusahaan. Orientasinya adalah profit. Apa rahasia di balik kesuksesan SAF? Ada tujuh faktor kunci sukses.

Pertama, memiliki wawasan jangka panjang. SAF tidak mengejar sasaran jangka pendek dengan mengorbankan tujuan jangka panjang. Dia, misalnya, tidak boros dalam membeli pemain bintang dalam semusim. SAF memiliki perencanaan jangka panjang melalui pengembangan pemain muda. Generasi ganti generasi, United tak pernah kehabisan stok pemain istimewa. Pemilik klub juga memberikan waktu panjang pada SAF untuk berprestasi.

CEO perusahaan publik sering terjebak terlalu fokus pada kinerja jangka pendek, sehingga mengorbankan kinerja jangka panjang. Maklum, kinerja mereka, seperti pertumbuhan pendapatan dan laba bersih, dievaluasi setiap kuartal atau tahun. Dalam hal ini, perusahaan keluarga bisa lebih unggul karena CEO-nya, biasanya adalah pemilik perusahaan, mempunyai wawasan lintas generasi. Maka, sebuah tantangan bagi pemegang saham untuk berani memberikan waktu kepada CEO profesional untuk menggapai sukses jangka panjang.

Berani ambil risiko

Kedua, kemampuan menghadapi tantangan perubahan zaman. Kita bisa membagi 26 tahun Dinasti SAF menjadi empat era dengan penantang yang berbeda: Liverpool (1986-1990), Arsenal (1990–2004), Chelsea (2005–2010), dan Manchester City (2010– sekarang). Setiap era memiliki kesulitan yang berbeda. Namun SAF berhasil melewati berbagai “lembah kematian” secara elegan. Kuncinya adalah keberanian SAF mengubah gaya permainan menyesuaikan dengan perubahan gaya sepak bola, peraturan, serta tipe kompetitor.

Berapa banyak perusahaan yang bisa bertahan sebagai jawara lebih dari 100 tahun? Kebanyakan perusahaan lekang, tergerus perubahan zaman. Sony sudah tergeser oleh Samsung. Nokia telah di-KO oleh BlackBerry yang belakangan juga kelimpungan dihajar Samsung. Seperti SAF, kemampuan perusahaan untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan bisnis, seperti teknologi, peraturan, dan gaya hidup, adalah kunci sukses bertahan sebagai jawara.

Ketiga, SAF tidak mudah putus asa maupun cepat puas diri (complacent). Musim lalu, saat mengalami kegagalan yang menyakitkan lantaran kalah selisih gol dari Manchester City pada detik terakhir kompetisi, SAF segera berkata kepada pemainnya, “Pengalaman seperti inilah yang akan memberikan kita banyak trophy juara di masa depan.” Ia menjadikan kegagalan sebagai cambuk untuk menggapai sukses baru. Sebaliknya, saat meraih sukses, dia memanfaatkannya sebagai momentum untuk mencapai sukses baru.

Mudah putus asa membuat perusahaan kalah saat kompetisi bisnis baru mulai. Sedangkan complacent atau perasaan too big too fail bisa membuat market leader yang tampaknya untouchable berhasil didekati follower. Contohnya, penjualan motor Honda yang dikejar oleh Yamaha.

Keempat, keberanian mengambil risiko. SAF terkenal berani mengambil risiko demi menggapai hasil besar. Ia tidak takut menurunkan susunan tim yang tak terduga demi meraih sukses sekaligus di berbagai ajang kompetisi. High risk, high gain.

Berapa banyak CEO yang berani mengambil risiko demi menggapai sukses besar? Para CEO cenderung bersembunyi di zona nyaman dengan kurang optimal dalam berutang maupun terlalu konservatif dalam berinvestasi. Akibatnya, pertumbuhan nilai perusahaan menjadi lebih lambat dari seharusnya. Low risk low gain. Keberanian CEO untuk mengambil risiko bisnis, namun dikawal dengan manajemen risiko yang solid, adalah kunci sukses jawara bisnis.

Kelima, kepemimpinan yang kuat dan visionary. Ia adalah pemimpin yang tegas namun kebapakan. Yang lebih penting, SAF memiliki visi yang menantang. Hari pertama di United, SAF langsung mencanangkan target menyingkirkan Liverpool sebagai raja sepak bola Inggris, suatu hal yang tampak mustahil.

Keenam, kemampuan SAF dalam memilih pemain yang merupakan tulang punggung sebuah tim sepak bola. Dia jarang salah dalam membeli pemain. Perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang mampu merekrut SDM bertalenta terbaik, mengembangkannya, merawatnya, dan menjadikan mereka tim yang kompak.

Terakhir, SAF memberikan apa yang diminta pasar, yakni permainan sepak bola yang agresif, enak ditonton, namun memberikan kemenangan. Bukankah ini sebuah konsep pemasaran? Alhasil, jumlah Mancunian, para penggemar United, bertumbuh pesat hingga mencapai 600 juta. SAF berhasil merawat dan memperkuat brand United dengan secara konsisten memberikan apa yang diinginkan penggemar sepak bola.

Mari kita menjadi pemenang seperti SAF dan Manchester United.          



TERBARU

×