kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / ibl

Strategi dalam ketidakpastian

oleh Lenny Sunaryo - Faculty Member Prasetiya Mulya Business School


Senin, 08 Oktober 2012 / 16:01 WIB
Strategi dalam ketidakpastian

Reporter: Lenny Sunaryo | Editor: djumyati

Globalisasi membuat dunia semakin terhubung, terkait, dan tergantung satu sama lain, sehingga semakin kompleks. Dengan menggunakan prinsip complexity theory, dapat dikatakan bahwa semakin luas jejaring sosial seseorang (aktor), semakin tinggi pula tingkat kompleksitas komunitas sosial di mana aktor tersebut berinteraksi. Semakin terbuka pula jendela peluang untuk saling belajar menjadi lebih baik,  atau berevolusi – prinsip dasar makhluk hidup.

Namun, kita sadari bahwa setiap orang berbeda-beda, sehingga definisi “lebih baik” bagi seseorang tidak pernah bisa kita ketahui. Bagaikan pisau bermata dua, lingkungan kompleks akibat globalisasi di satu pihak semakin membuka kesempatan makhluk hidup untuk berevolusi dan menjadi lebih baik, namun di lain pihak, semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik (aji mumpung) yang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Dengan kata lain, semakin kompleks suatu lingkungan, semakin sulit memprediksi perilaku seseorang, sehingga semakin tinggi tingkat ketidakpastian.

Dalam konteks organisasi, hal ini tidak jauh berbeda. Semakin luas jejaring sosial seorang aktor dalam organisasi, semakin sulit pula bagi seorang pemimpin untuk dapat memprediksi perilaku aktor tersebut. Dalam keadaan terdesak, ketika seorang aktor harus mengambil keputusan dalam ketidakpastian, cara termudah adalah belajar dari pengalamannya sendiri.

Apabila ia mengalami peristiwa yang lebih kurang sama dengan peristiwa yang pernah dialaminya di masa lalu, strategi efektif yang pernah diterapkan pada masa lalu cenderung akan diulangi kembali karena sudah terbukti berhasil. Strategi dalam mengatasi masalah di masa kini adalah merupakan refleksi dari strategi masa lalu yang sudah terbukti berhasil. Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang pragmatis.

Namun, ketika aktor yang sama mengalami permasalahan yang serupa, namun di lingkungan konteks yang berbeda (budaya, tradisi, kebiasaan, dan peraturan yang berbeda), strategi yang pragmatis dan sudah terbukti berhasil di masa perlu ia sesuaikan dengan konteks lingkungan yang dihadapinya pada masa kini. Menggunakan istilah Aristoteles, perilaku yang bijaksana ini disebut phronesis. Dikatakan bijaksana karena memerlukan kepekaan, kejelian, dan ketajaman seorang aktor dalam mempelajari konteks lingkungannya dan mengambil keputusan.

Belajar terus menerus

Sebenarnya, dalam menangani ketidakpastian ini, masyarakat Timur sudah memiliki strategi yang cukup ampuh, yaitu dengan belajar terus-menerus (continuous learning) untuk mengembangkan dirinya dengan belajar dari orang lain. Dalam dunia yang dinamis dan bergerak terus, there is no turning point! Bagaikan air di sungai, terus mengalir dan setiap kali kita memasukkan tangan dalam sungai, kita selalu menyentuh air yang berbeda.

Orang tua mengajarkan anak-anak sejak usia dini untuk bersosialisasi dan belajar mengenal lingkungannya, bukan untuk menjadi terkenal! Dengan mengenal berbagai aktor yang berbeda dalam lingkungannya, sebenarnya anak-anak diajarkan untuk mengenal dirinya sendiri, yaitu menyadari kekuatan dan kelemahan masing-masing dibandingkan dengan aktor lain. Dengan demikian anak-anak diajarkan bersosialisasi untuk dapat mengenali talenta masing-masing sehingga mereka dapat berevolusi dan berkembang menjadi lebih baik.

Proses ini memang tidak mudah, karena memberi penilaian tentang orang lain lebih mudah daripada memberi penilaian tentang diri kita sendiri. Sehingga, dikatakan to know one-self is enlightenment atau mengenal diri sendiri merupakan suatu pencerahan tentang siapa diri seseorang sebenarnya.

Bagaimana strategi masyarakat Timur dalam menghadapi perilaku oportunistik manusia? Orang tua mengajarkan anak-anaknya untuk belajar pada ayah/ibu, paman, guru, kerabat, dan saudara yang lebih tua dan berpengalaman dan dapat dipercaya. Selain itu, karena pada dasarnya manusia tidak suka dikritik, masukan dari orang-orang terdekat dan dapat dipercaya diartikan sebagai nasihat, bukan sebagai kritikan.

Manfaat lain dari praktik belajar dari orang dan lingkungan yang berbeda adalah mengajarkan anak-anak belajar menjadi adaptif sehingga diharapkan anak-anak menjadi lebih peka dan bijaksana. Dalam konteks organisasi, strategi perusahaan masyarakat Timur dalam mengatasi lingkungan bisnis yang penuh dengan ketidakpastian dan perilaku oportunistik pelaku bisnis kurang lebih sama.

Perusahaan yang berhasil adalah yang mampu menerapkan strategi pragmatik dan phronetic dengan semangat “hari ini harus lebih baik dari kemarin”.



TERBARU

×