kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Tanpa redenominasi, kita semua jadi miliarder

oleh Budi Frensidy - Pengamat Pasar Modal dan Staf Pengajar FEB-UI


Rabu, 11 Januari 2017 / 22:17 WIB
Tanpa redenominasi, kita semua jadi miliarder

Reporter: Budi Frensidy | Editor: hendrika.yunaprita

Negara mana di dunia yang punya paling banyak miliarder, alias orang yang punya kekayaan bersih minimal US$ 1 miliar? Kita mudah menebaknya. Kebetulan majalah Forbes mendatanya tiap tahun. Menurut Forbes, di 2016, sebanyak 540 dari 1.810 miliarder dunia atau 30% berasal dari Amerika Serikat.

Indonesia sendiri menempatkan 32 orang warganya dalam daftar ini, dengan kekayaan bersih tertinggi US$ 8,1 miliar. Jumlah miliarder Indonesia tidak sampai separuhnya dari jumlah miliarder yang tinggal di New York, yaitu 74 orang.

Menariknya, Indonesia ternyata juaranya jika kriterianya diturunkan jadi jutawan dan kekayaannya dihitung dalam mata uang lokal. Di Asia ada 3 juta-4 juta orang yang kekayaannya mencapai jutaan dalam denominasi dollar AS dan hanya ratusan yang berstatus miliarder. Di Indonesia, jumlah jutawan, bila kekayaan dihitung dalam USD, jumlahnya cuma di bawah 100.000 orang.

Tapi bila kekayaan dihitung dalam rUpiah, Indonesia punya seratus juta orang lebih jutawan dan 4 juta-5 juta miliarder.

Maklum, nilai rUpiah kita rendah, sehingga kita semua adalah jutawan dan ada jutaan orang miliarder di negeri ini. Maka dari itu, kita perlu mendukung redenominasi mata uang. Kebijakan ini akan mengangkat rUpiah menjadi mata uang dunia, sesuai posisi Indonesia yang akan menembus tujuh besar dunia dalam dua-tiga dekade mendatang, dari posisi 16 saat ini.

Mereka yang sering bepergian ke luar negeri tentu mengalami langsung, mata uang kita tidak dapat ditransaksikan di banyak negara, karena nilainya hanya US$ 0,0001. Hanya beberapa money changer, bank dan hotel di Malaysia dan Singapura yang masih menerima rUpiah. Akibatnya, tiap ke luar negeri, kita harus membawa bank notes dari Paman Sam atau mata uang lokal negara tujuan.

Di dunia, uang kertas kita yang nominalnya sampai Rp 100.000 (USD 7,5) kini hanya menang dari uang dong Vietnam, dobra Sao Tome dan rial Iran. Perbandingannya, US$ 1 setara Rp 13.400, VND 22.680, STD 23.055 dan IRR 32.090.

Sebagai negara dengan nilai uang terendah, Iran punya uang kertas 500.000 dan 1.000.000 rial. Vietnam memiliki uang kertas 200.000 dan 500.000 dong. Sementara uang kertas dengan nominal terbesar di Sao Tome sama seperti negara kita, 100.000 dobra.

Sebelumnya, nilai uang Turki dan Zimbabwe pernah lebih rendah dari Indonesia. Turki pernah punya uang kertas nominal 20 juta sebelum redenominasi dengan memangkas enam angka nol di 2004. Cerita Zimbabwe lebih menarik. Di sana telur pernah dihargai 35 miliar dollar Zimbabwe. Ada uang kertas yang berdenominasi Z$100 triliun, sebelum redenominasi di 2010 dengan memangkas 10 angka nol. Turki maUpun Zimbabwe sukses melakukan redenominasi.

Kini, gaji orang Indonesia banyak yang sudah dalam satuan juta. Tapi, jutawan di luar negeri begitu enak hidupnya, sementara jutawan di sini masih banyak yang harus naik motor dan tinggal di rumah sangat sederhana atau rusun bersubsidi. Tanpa redenominasi, dalam dua-tiga dekade lagi para jutawan Indonesia ini akan naik kelas jadi miliarder.

Sekitar 15 tahun lagi, upah minimum provinsi DKI sangat mungkin menjadi belasan juta rupiah, sementara para profesional lebih besar lagi. Bila disetahunkan, gaji minimum akan menjadi ratusan juta rupiah.

Selain itu, bila membaca angka dalam APBN kita dan dana pihak ketiga di perbankan nasional serta kapitalisasi pasar saham yang sudah mencapai ribuan triliun, kita patut mendukung redenominasi rupiah. Penyebutan ribuan triliun sendiri sebenarnya sudah salah. Yang benar mestinya kuadriliun. Kita tidak pernah mendengar seribu juta atau seribu miliar. Sebagai gantinya kita menggunakan istilah miliar untuk seribu juta dan triliun untuk seribu miliar.

Redenominasi akan menghemat banyak angka dalam semua dokumen kita. Untuk menyukseskan redenominasi ini, Bank Indonesia perlu memastikan kenaikan harga akan dapat dikendalikan. Inilah yang paling sulit. Bukan apa-apa, menaikkan dari Rp 100 jadi Rp 110 relatif lebih mudah daripada dari Rp 100.000 jadi Rp 110.000.

Tidak perlu sedih, takut atau panik karena bila redenominasi dijalankan nanti gaji turun dari sebelumnya Rp 5 juta menjadi Rp 5.000, atau harga rumah yang tadinya Rp 500 juta jadi Rp 500.000. Jangan lupa, utang dan cicilan Anda nanti juga turun menjadi tinggal seperseribunya. Kalau Anda masih punya utang Rp 100 juta, nanti utang Anda jadi Rp 100.000. Angsuran bulanan yang semula Rp 2 juta jadi Rp 200.000.

Kesimpulannya, walau akan mengurangi jumlah jutawan dan miliarder di Indonesia dan risiko inflasi lebih tinggi, redenominasi rUpiah akan mengangkat martabat rupiah menjadi mata uang dunia, menghindari istilah kuadriliun, mempermudah perhitungan dan menghemat kertas serta tinta.



TERBARU

×