kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Riset bayaran dan integritas analis

oleh Budi Frensidy - Pengamat Pasar Modal dan Staf Pengajar FEB-UI


Jumat, 24 Februari 2017 / 22:51 WIB
Riset bayaran dan integritas analis

Reporter: Budi Frensidy | Editor: hendrika.yunaprita

Dalam matematika, kita belajar banyak cara menyelesaikan suatu persoalan. Sebagai contoh, untuk menyelesaikan persamaan linier paling sederhana hingga rumit, kita punya sedikitnya enam cara, yaitu eliminasi, substitusi, determinan (aturan Cramer), matrik invers, metode Gauss, dan metode Gauss-Jordan.

Menariknya, semua cara di atas akan memberikan hasil yang persis sama. Jika yang satu mengatakan ada solusi tunggal, yang lainnya juga akan berkesimpulan seperti itu. Demikian juga jika yang satu mengatakan persamaan linier mempunyai multipel solusi atau tidak mempunyai solusi.

Soal banyak cara, tidak berbeda dengan matematika, valuasi saham juga mempunyai beragam metode. Namun, hasil penilaian berbagai metode yang ada ini sering tidak sama. Perbedaan penilaian inilah yang menyebabkan terjadinya transaksi. Ada pihak yang memandang harga sebuah saham masih murah (pembeli), sementara pihak yang lain berpendapat sebaliknya (penjual).

Memahami banyaknya metode valuasi, Anda tidak perlu kaget jika valuasi antaranalis saham tidak sama karena sangat mungkin mereka menggunakan metode berbeda. Untuk metode yang sama saja, nilai wajar saham bisa berbeda, jika asumsi utamanya yaitu tingkat diskonto dan tingkat pertumbuhan berbeda. Kesimpulannya, menghitung nilai wajar saham tidak hanya banyak caranya, tapi juga banyak hasilnya.

Meskipun demikian, bervariasinya metode dan beragamnya asumsi yang bisa digunakan tidak berarti analis yang melakukan riset dan mempublikasikannya kepada publik dapat semaunya. Mereka yang pernah mengikuti ujian CFA (Chartered Financial Analyst), baik untuk level 1, 2, apalagi yang sampai level 3, pasti familiar betul dengan yang namanya Kode Etik dan Standar Tingkah Laku Profesi. Sebab hal ini diujikan dengan bobot 10% di setiap tingkatnya. Standar itu mengatur tujuh poin, mulai dari profesionalisme dan integritas hingga pengungkapan konflik kepentingan. Masing-masing standar diperinci lagi menjadi dua sampai lima substandar, sehingga total ada 22 standar yang mengikat anggota dan kandidat CFA dalam berprofesi di dunia keuangan dan investasi.

Standar di atas mengatur, analis harus independen dan objektif, tidak menggunakan informasi privat (nonpublik) yang material, tidak memanipulasi pasar, membedakan fakta dan opini, melakukan analisis berdasarkan fakta secara lengkap dan masuk akal dengan didukung riset serta investigasi memadai, dan mengungkap konflik kepentingan yang ada.

Laporan riset seorang analis yang sejak awal ingin memasang target harga tinggi agar dia atau kantor atawa nasabahnya bisa menjual portofolionya, jelas melanggar standar objektif dan manipulasi pasar serta konflik kepentingan jika kepemilikannya tidak diungkapkan. Demikian juga bila analis menargetkan harga rendah yang tidak wajar tanpa didukung fakta dan riset yang cukUp, dengan harapan dia dapat membeli saham itu pada harga yang rendah.

Contoh pelanggaran lain adalah ketika analis dijamu secara berlebihan dengan transportasi dan akomodasi mewah, suvenir mahal, dan uang saku saat analyst meeting atau site visit. Jangankan uang saku, untuk fasilitas transportasi dan akomodasi saja analis sebenarnya tidak diperkenankan menerimanya karena bisa mengganggu independensi dan integritasnya. Kecuali, jika memang tak ada transportasi dan akomodasi alternatif lantaran lokasi pabrik atau properti milik emiten berada di daerah terpencil. Untuk hadiah, sampai nilai tertentu masih diperkenankan yaitu sepanjang tak memengaruhi objektivitas analis.

Bagaimana dengan riset yang dibayar perusahaan atau issuer-paid research? Dalam usaha untuk meningkatkan popularitasnya di mata investor, banyak emiten menyewa analis independen untuk menuliskan laporan riset tentang perusahaan mereka. Laporan ini diharapkan mengatasi kesenjangan kurangnya liputan dan dapat menjadi metode yang efektif untuk berkomunikasi dengan investor.

Riset bayaran seperti ini tentunya sarat dengan konflik kepentingan. Investor bisa salah mengerti dan percaya bahwa riset itu berasal dari sumber independen. Padahal realitasnya riset itu dibayar oleh emiten yang diliput. Bisa dipastikan yang ditulis olehnya adalah semua yang positif apalagi jika bayaran didasarkan pada rekomendasi dan target price yang dihasilkan.

Standar profesi yang ada mensyaratkan kompensasi yang diterima mesti wajar dan bersifat flat (tidak tergantung rekomendasi yang diberikan). Selain itu, analis juga harus melakukan tahapan riset yang sama yaitu menyeluruh, independen dan objektif, serta mengungkapkan kompensasi yang mereka terima dari emiten dalam laporannya. Jika standar di atas tidak dipenuhi, riset yang disponsori ini menjadi riset pesanan.

Riset bayaran untuk memenuhi pesanan emiten itu jelas melanggar empat standar profesi sekaligus, yaitu standar independensi dan objektivitas (IB), manipulasi pasar (IIB), dasar rekomendasi yang lengkap, masuk akal, dan berdasarkan fakta (VA), serta konflik kepentingan yang tidak diungkapkan (VIA).

Inilah yang terjadi dengan sejumlah analis kita yang diundang sebuah emiten untuk site visit di luar kota tepat setahun lalu. Tanpa mengungkapkan perihal kompensasi khusus dari emiten, konon Rp 50 juta per orang dan sebelum di-review oleh atasannya, mereka menerbitkan riset pesanan itu. Akibatnya, ada analis yang langsung diberhentikan dari perusahaannya dan ada juga yang terpaksa pindah kerja karena sudah tak nyaman di kantor lamanya dengan terbongkarnya kasus tersebut.

Semoga, ke depan analis kita semakin berkualitas dan berintegritas serta menjunjung tinggi kode etik dan standar profesi, seiring dengan berkembang dan majunya pasar modal kita.



TERBARU

×