kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / ibl

Beranilah meneliti

oleh Ade Febransyah, Ph.D. - Principal Researcher, Center for Innovation Opportunities and Development Prasetiya Mulya Business School


Senin, 31 Desember 2012 / 18:24 WIB
Beranilah meneliti

Reporter: Ade Febransyah, Ph.D. | Editor: tri

Menelitilah, oportunitas inovasi pun akan datang dengan sendirinya. Itulah premis yang dipercaya oleh perusahaan penginovasi. Coba tengok apa yang membedakan antara perusahaan inovatif kelas dunia dengan pemain kebanyakan?

Ternyata mereka yang inovatif cukup boros untuk membiayai kegiatan penelitian dan pengembangan. Apple saja yang termasuk pelit untuk urusan research and development (R&D) menghabiskan sekitar 3% dari sales. Dengan penjualan yang nilainya mencapai ratusan miliar dollar Amerika Serikat dalam setahun, berarti Apple menghabiskan puluhan triliun rupiah untuk R&D. Sementara itu, perusahaan farmasi yang inovatif, belanja R&D-nya jauh lebih besar lagi mencapai 15%-an dari nilai sales.

Jika perusahaan inovatif mau melakukan penelitian yang tidak murah, mengapa kebanyakan perusahaan justru enggan melakukannya?

Jika running business as usual saja sudah untung, buat apa susah-susah melakukan penelitian yang berbiaya tinggi, namun belum jelas hasilnya. Itulah mental model yang menghinggapi para pengambil keputusan puncak di perusahaan kebanyakan.

Tidak mengherankan, berdasarkan studi empiris di Amerika Serikat (AS), kebanyakan pelaku bisnis justru memiliki profil risiko risk avoider. Sebagai penghindar risiko, mereka selalu mengambil keputusan berdasarkan skenario terburuk yang bisa saja terjadi.

Di sini kelembaman dalam meneliti terjadi di banyak perusahaan. Ketika dihadapkan pada pilihan mempertahankan status quo (tidak melakukan apa-apa, bisnis sudah berjalan stabil) dengan melakukan inovasi (ada investasi yang tidak murah dan bisa mendatangkan kegagalan), maka pengambil keputusan puncak, yang penghindar risiko, akan memilih tidak berinovasi. Zona nyaman terus dipertahankan.

Bagi pelaku bisnis yang berpraktik seperti ini, pilihan inovasi merupakan sesuatu yang mahal dan tidak perlu. Bagi mereka, produk (barang atau jasa) mereka sudah abadi. Pengguna akan terus mendatangkan aliran pendapatan. Yang penting, tidak melakukan kesalahan fatal dalam membuat dan menyampaikan produk mereka ke pengguna, maka kehidupan bisnis akan berlangsung terus.

Sustainability is locked! Tidak dipungkiri memang ada bisnis yang seperti ini. Rumah makan adalah salah satunya. Jika menu dan rasa yang ditawarkan sudah pas di lidah penikmat, maka praktik bisnis seperti biasanya akan berlanjut. Tidak perlu repot merenovasi fasilitas interiornya untuk memberikan kenyamanan pengunjung, tidak perlu ramah-ramah melayani tamu, bisnis akan bagus terus. Nikmati dan bersyukurlah.


Oportunitas inovasi

Namun, tidak demikian jika Anda bersaing di dunia inovasi yang siklus umur produknya begitu cepat. Bagi penginovasi penghasil gadget komunikasi, laptop, produk audio atau mobil, sebagai contoh, kelembaman dalam meneliti untuk inovasi berarti kematian dalam berbisnis.

Bahkan bagi pelaku jasa di industri perbankan, kesehatan, hiburan, pariwisata; inovasi layanan akan menjadi pembeda dari kerumunan. Sudah saatnya inovasi dilihat sebagai strategi untuk keberlangsungan hidup. Dan meneliti menjadi ritual kehidupan dalam bisnis mereka. Pertanyaannya, apa saja yang diteliti dan bagaimana caranya?

Ada yang melihat inovasi adalah urusan orang-orang yang kreatif. Kumpulkanlah orang-orang kreatif tersebut, maka pekerjaan inovasi pun akan selesai. Tentu ini adalah pandangan para miopik, yang melihat persoalan inovasi secara sempit.

Sekarang bayangkan jika kita dipercaya duduk dalam tim pengembangan mobil hijau untuk pasar di Indonesia. Kira-kira seperti apa konsep mobil yang akan ditawarkan? Apakah mobil yang hibrida, full electric, atau mesin bervolume kecil untuk menghemat konsumsi bahan bakar? Itulah pertanyaan tentang teknologi yang harus dijawab.

Selain teknologi, harus diingat juga bahwa masyarakat pengguna juga menginginkan sesuatu yang bermakna dari produk yang digunakannya (Verganti, 2009). Mungkin inilah penelitian yang harus dilakukan oleh tim pengembang mobil hijau di Tanah Air. Apa makna mobil bagi pengguna?

Bagi pengejar  fungsionalitas dan kepraktisan, mobil yang diidamkan haruslah lega, nyaman, terjangkau harganya, mudah perawatannya, irit bahan bakar yang juga murah (yang kemungkinan besar tipe yang disubsidi pemerintah), dan kalau bisa memiliki nilai jual yang tinggi.

Suara-suara pengguna di atas akan dijawab oleh pilihan teknologi yang tersedia sekarang ini dan juga di masa depan. Namun, ketika bicara hijau, ini tidak semata-mata teknologi. Hijau sudah merupakan identitas, emosi, impact sosial yang ingin ditunjukkan oleh penggunanya. Penelitian yang dilakukan harus memastikan bahwa masyarakat pengguna memang sudah tulus menjadi hijau; bukan karena ikut-ikutan semata.

Bagaimana dengan pelaku di dunia perbankan? Oportunitas inovasi apa yang tepat bagi masyarakat penabung dan peminjam? Parade keseragaman dalam memberikan hadiah ke nasabah sudah menjadi keseharian. Jika Anda duduk dalam tim pengembangan inovasi produk bank, terpikirkan tidak untuk membuat masyarakat di piramida terbawah sebagai nasabah bank Anda? Inovasi apa yang akan ditawarkan?

Dengan masyarakat yang mencapai puluhan juta dengan tingkat pengeluaran untuk kebutuhan pokok hingga ratusan ribu rupiah per bulannya, jelas ada perputaran uang mencapai hingga ratusan triliun rupiah per tahunnya. Tidak tertarikkah Anda menawarkan produk bank yang tepat untuk mereka?

Oportunitas inovasi ada di sekitar kita; di berbagai sektor industri. Yang perlu kita lakukan adalah mengidentifikasi dan merealisasikan oportunitas inovasi tersebut. Memang itu bukan tugas yang mudah. Namun melalui penelitian, pintu-pintu oportunitas inovasi akan terbuka lebar. Do research and be proud!

E-mail: afebran@pmbs.ac.id


    



TERBARU

×