kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Peruntungan saham di 2013

oleh Lukas Setia Atmaja - Center for Finance & Investment Research Prasetiya Mulya Business School


Senin, 14 Januari 2013 / 20:22 WIB
Peruntungan saham di 2013

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: djumyati

Bagaimana peruntungan berinvestasi saham di tahun 2013? Setelah diawali rally ke rekor baru 4.427, IHSG kembali ke 4.300. January Effect begitu cepat berlalu.

Sebelum membeli saham, sebaiknya investor melakukan analisis makro dan sektoral (industri). Analisis makro memberikan gambaran ekonomi Indonesia, sedangkan sektoral mencakup prospek sektor bisnis 2013.

Analoginya adalah seperti keputusan untuk menanam buah dimulai dari analisis terhadap cuaca (makro), lalu memilih jenis buah (sektor), dan diakhiri dengan memilih varietas (perusahaan). Ini sering disebut analisis fundamental dengan pendekatan top-down.

Bicara kondisi ekonomi 2013, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 6%- 6,4% dari tahun lalu 6,3%. Ada beberapa hal yang meningkatkan ketidakpastian ekonomi tahun ini.

Dari sisi eksternal, ekonomi dunia belum sepenuhnya pulih. Salah satu indikatornya adalah Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9% jadi 3,6%. Perlambatan ekonomi kawasan Eropa dan Amerika akan menurunkan permintaan dan harga komoditas.

Di sisi internal, pemerintah masih enggan menekan subsidi BBM, apalagi tahun ini adalah "tahun politik" menjelang Pilpres 2014. Akibatnya, subsidi BBM membengkak dan menghambat pembangunan infrastruktur, sehingga meningkatkan biaya logistik. Sebagai catatan, anggaran infrastruktur di RAPBN 2013 adalah 12% (Rp 201,3 triliun), lebih rendah dari porsi subsidi energi, 16,3% (Rp 274,7 triliun).

Isu penting lain adalah masalah perburuhan. Peningkatan upah minimum menyebabkan rata-rata upah minimum Indonesia di atas, misalnya, China, Filipina, dan Vietnam. Akibatnya, perusahaan menanggung biaya lebih tinggi, terutama sektor padat karya seperti perkebunan.

Potensi rasionalisasi perusahaan meningkat dan terpaksa menaikkan harga jual. Penurunan minat investasi langsung di Indonesia serta pemutusan hubungan kerja secara massal, akan menambah pengangguran dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Ancaman lain adalah nilai tukar rupiah kian melemah akibat peningkatan impor barang konsumsi dan modal. Artinya, di 2013 neraca pembayaran rentan terhadap peningkatan impor.

Jika rupiah terus melemah, daya tarik saham Indonesia bagi investor asing menurun karena imbal hasil dalam mata uang asing tergerus. Sampai kini guyuran dana investor asing masih menjadi pendorong IHSG.

Penting bagi investor saham menimbang semua faktor di atas. Pasalnya, harga saham amat ditentukan kemampuan emiten menghasilkan laba bersih, termasuk pendapatan serta struktur biayanya, yang dipengaruhi makro ekonomi, persaingan industri, dan internal perusahaan.

Bicara analisis industri, sektor yang prospeknya kurang baik adalah komoditas dan pertambangan. Menghindari saham batubara di 2013 cukup rasional. Namun jika harganya sudah terlalu rendah, peluang mendapatkan saham dengan potensi imbal hasil tinggi amat menggoda, khususnya bagi investor agresif yang punya wawasan investasi lebih dari setahun.

Seperti nasihat Warren Buffett, saat yang tepat untuk membeli adalah ketika investor lain sibuk menjual. Namun, investor sebaiknya memperhatikan GCG dan manajemen perusahaan.

Turunnya harga batubara justru akan mendongkrak kinerja saham emiten semen yang banyak menggunakan batubara sebagai sumber energi. Pertumbuhan industri properti dan proyek infrastruktur membuat saham semen punya prospek bagus.

Sektor lain yang diperkirakan akan moncer (overweight) adalah infrastruktur, konstruksi dan jalan tol, industrial estate, properti, consumer goods, dan telekomunikasi. Sektor yang diperkirakan biasa saja (neutral) adalah otomotif, perbankan, makanan ternak. Yang diperkirakan meredup (underweight) adalah batubara, tambang metal, perkebunan, alat berat.

Pelemahan rupiah menjadi peringatan bagi investor untuk menghindari saham emiten yang struktur biayanya banyak dipengaruhi impor bahan baku. Investor juga sebaiknya berhati-hati memegang saham emiten yang punya kewajiban membayar royalty fee. Kenaikan royalty fee bisa menekan harga saham.

Dari sektor yang dianggap overweight dan neutral, investor bisa memilih emiten yang punya prospek lebih bagus dari pesaingnya. Tentunya juga diperhatikan PER dam PEG Ratio saham itu.

Tunggu timing yang tepat untuk membeli saham yang dianggap berprospek bagus. Semoga tahun 2013 investasi saham membuat kita lebih sejahtera.  



TERBARU

×