kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Menyoal Rebalancing

oleh Budi Frensidy - Pengamat Pasar Keuangan dan Staf Pengajar FEB-UI


Selasa, 22 Agustus 2017 / 07:25 WIB
Menyoal Rebalancing

Reporter: Budi Frensidy | Editor: hendrika.yunaprita

Bagian tidak terpisahkan dan salah satu elemen paling penting dalam proses dinamis berinvestasi dan manajemen portofolio adalah pemantauan (monitoring) dan rebalancing. Setelah menetapkan dan menjalankan alokasi aset yang dirasakan pas melalui strategi investasi di masing-masing kelas aset, seorang manajer portofolio dan investor mesti melakukan monitoring dan rebalancing.

Kebutuhan ini timbul karena kondisi pasar akan terus berubah. Fluktuasi pasar ini mungkin saja telah membuat alokasi aset yang terjadi berbeda signifikan dengan portofolio yang diinginkan.

Kita ketahui bersama ekonomi bergerak melewati fase ekspansi dan kontraksi, dengan karakteristik unik masing-masing. Pada saat yang sama kebijakan bank sentral dan otoritas fiskal juga ikut mempengaruhi inflasi, daya beli, likuiditas dan suku bunga. Karenanya, pasar keuangan juga bereaksi. Return, volatilitas, korelasi antaraset, yield curve, premi risiko pasar, premi maturitas dan spread yield dapat berubah dari waktu ke waktu.

Jika return pasar saham bergerak positif linier dengan siklus ekonomi, yield obligasi seringnya justru berhubungan terbalik dengan perekonomian. Investor meminta yield yang lebih tinggi saat ekonomi memburuk untuk kompensasi risiko yang naik ketika resesi, dan begitu pula sebaliknya.

Monitoring dan rebalancing portofolio seperti menerbangkan sebuah pesawat. Pilot memantau dan melakukan penyesuaian yang diperlukan, seperti ketinggian, kecepatan dan arah pesawat, untuk memastikan pesawat dapat tiba di tempat tujuan sesuai jadwal.

Pertanyaan yang dihadapi pilot adalah seberapa besar indikator-indikator yang ada boleh menyimpang sebelum pilot mesti menyesuaikan. Pertanyaan yang sama bisa diajukan kepada manajer portofolio dan investor. Kapan rebalancing mesti dilakukan investor institusi dan investor individu?

Sederhananya, perlunya rebalancing portofolio adalah masalah tradeoff antara manfaat dan biayanya, atau antara biaya melakukan rebalancing dan biaya jika tidak melakukannya. Manfaat rebalancing adalah mendisiplinkan investor dan memastikan tujuan investasi dapat tercapai.

Komitmen ini menjadi cara efektif agar investor tidak meninggalkan kebijakan investasi yang telah disepakati saat terjadi ketidakberuntungan di pasar. Bahasa ilmiahnya, manfaat rebalancing adalah pengurangan present value dari expected loss yang timbul akibat penyimpangan. Sementara biaya rebalancing utamanya adalah biaya transaksi, sedangkan biaya tidak melakukan rebalancing adalah present value dari expected utility loss akibat membiarkan portofolio berbeda dari target.

Manfaat lain rebalancing dapat dilihat dari sisi manajemen risiko. Jika aset berisiko tinggi secara rata-rata menghasilkan return lebih besar dan investor membiarkan kondisi ini, aset berisiko tinggi ini akan mengambil porsi semakin besar, sehingga risiko portofolio juga akan tertarik ke atas dan jauh menyimpang dari yang sudah ditetapkan. Rebalancing akan membalikkan drift ini.

Tidak melakukan rebalancing berarti membiarkan aset yang sudah kemahalan dengan potential return rendah masih ada dan mendominasi portofolio.

Rebalancing dapat meliputi penyesuaian portofolio aktual, baik terhadap alokasi aset strategis maupun terhadap alokasi aset taktis. Alokasi aset strategis bersifat jangka panjang dan fokus pada alokasi dalam kelas-kelas aset yang sudah ditetapkan, sementara alokasi taktis memungkinkan investor mengutak-atik bobot industri (style and sector exposure) dan sekuritas (individual security exposure) dalam kelas aset yang sama.

Secara teoretis, manfaat rebalancing mestinya lebih besar daripada biayanya. Dengan kata lain, biaya melakukan rebalancing mestinya lebih rendah daripada biaya yang timbul jika tidak melakukan diversifikasi. Benarkah seperti itu?

Untuk alokasi aset strategis, kebetulan bahan bacaan wajib ujian CFA 2017 mengonfirmasi pandangan di atas. Selama empat dekade (1973-2010) di Amerika Serikat, dengan asumsi portofolio terdiri dari 60% ekuitas dan 40% obligasi, rebalancing dilakukan secara bulanan dan biaya transaksi adalah 10 basis poin untuk setiap kali transaksi beli atau jual, rebalancing memberikan nilai tambah positif. Pembobotan 60:40 diambil karena rasio ini dipandang umum dan banyak diterapkan manajer portofolio, terutama dana pensiun, di negara itu.

Manajer portofolio dan investor yang melakukan rebalancing akan memperoleh return tahunan rata-rata sebesar 9,29%, berbanding return sebesar 9,02% jika tidak melakukannya atau peningkatan 0,27% per tahun, dengan risiko yang lebih rendah, yaitu 12,0% berbanding 13,7% per tahun. Sehingga rasio return/risiko dari rebalancing jauh di atas yang tidak, yaitu 0,78 berbanding 0,66.

Return tahunan dari rebalancing bervariasi antara -15,7% (minimum) hingga 35,3% (maksimum). Sementara jika tidak, kisarannya adalah -13,6% sampai 35,8%. Para investor yang memandang enteng perlunya rebalancing harus membayar mahal saat terjadi gelembung saham teknologi di tahun 2000-2002, dengan membiarkan portofolionya diisi saham-saham kemahalan dan kembali mengulanginya di krisis finansial di 2008. Return positif besar selama tahun 2003-2006 terhapus habis ketika pasar ekuitas jatuh dalam di tahun 2008.

Ketika diterapkan dalam 16 tahun terakhir, yaitu di periode 1995-2010, menfaat rebalancing terasa lebih signifikan lagi, yaitu return naik sekitar 0,68% (dari 8,2% menjadi 8,88%) dengan standar deviasi yang besarnya 1,8% lebih rendah (turun dari 16,2% menjadi 14,4%). Alhasil rasio return/risiko jauh mengungguli, yaitu 0,62 berbanding 0,51.

Pesan dari angka-angka di atas adalah, investor yang sukses disiplin dalam rebalancing dan tidak mudah terbawa arus di pasar. Anda masih malas melakukan rebalancing?



TERBARU

×