kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / refleksi

Makan paling belakangan

oleh Ekuslie Goestiandi - Pengamat Manajemen dan Kepemimpinan


Selasa, 22 Agustus 2017 / 10:05 WIB
Makan paling belakangan

Reporter: Ekuslie Goestiandi | Editor: mesti.sinaga

Simon Sinek, penulis kelahiran Inggris yang saat ini bermukim di Amerika, pernah berdiskusi dengan seorang jenderal Korps Marinir AS tentang kepemimpinan dan pembentuk tim yang solid. Sang jenderal menjawab singkat, bahwa officers eat last atawa para perwira makan paling belakangan.

Ini bukanlah sekadar petuah heroik dari mulut seorang pimpinan, karena Sinek sendiri menyaksikan para marinir muda makan terlebih dahulu, sementara yang lebih senior makan setelahnya di barisan kursi belakang.

Apa yang terjadi di ruang makan sesungguhnya merupakan cerminan dari apa yang terjadi di medan perang.

Seorang pemimpin yang hebat akan mengorbankan kenyamanan, bahkan juga keselamatannya sendiri, demi kemaslahatan dari orang-orang yang dipimpinnya.

Pengalaman ini memberikan inspirasi kepada Sinek untuk memberi judul salah satu buku karyanya, yakni "Leaders Eat Last, Why Some Teams Pull Together and Others Dont", yang diterbitkan pada awal 2014.

Pesan Sinek di atas mengingatkan saya pada cerita serupa dari salah satu pemimpin sekaligus khalifah besar abad ke-7, Umar bin Khattab.

Keteladanan Umar sangat terlihat, baik semasa perang maupun damai. Ketika peperangan terjadi, Umar yang bertubuh tinggi kekar dan pemberani ini selalu berada di baris terdepan menggenggam pedang.

Namun, saat berhasil memenangkan perang, ia tak mengklaimnya sebagai prestasi dan kehebatan pribadi. Saat masa damai tiba, ia mundur ke belakang dan menjalani pola hidup bersahaja.

Guru saya pernah berujar bahwa seorang pemimpin yang baik harus mampu mengambil keputusan alias decisive. Sekalipun keputusan yang diambil itu salah, tetaplah lebih baik daripada tidak mengambil keputusan sama sekali.

Selanjutnya, setelah menetapkan keputusan, ia pun harus siap menanggung segala risiko akibat dari keputusan yang diambilnya.

Ia harus berada di barisan terdepan untuk membendung segala potensi reaksi yang tak menyenangkan, dan menjadi bumper bagi segenap jajaran di bawahnya.

Orang awam menggunakan istilah pasang badan untuk menjelaskan sikap kesatria pemimpin seperti ini. Secara berkelakar, sang guru menerjemahkan frasa tersebut ke dalam bahasa Inggris dengan kata install body.

Pada kenyataannya, urusan pasang badan tak semudah yang dibayangkan. Untuk mempertahankan kedudukannya, banyak pemimpin berusaha mencari aman dan menghindar dari serangan.

Jika perlu, bahkan dengan mengorbankan orang-orang di sekelilingnya, termasuk juga anak buah sendiri. Padahal, secara hakiki, bukankah seorang pemimpin eksis karena ada yang dipimpin?


 

Saling percaya

Seorang pemimpin hadir sebagai hasil pengakuan dari kawanan pengikut yang dipimpinnya. Dengan demikian, sudah semestinya ia berjuang untuk membela kepentingan mereka pula.

Sosok-sosok semisal Mahatma Gandhi, Nelson Mandela dan Dalai Lama diakui sebagai pemimpin mulia, karena kepedulian dan pembelaannya terhadap kaum yang dipimpinnya, bukan karena kepiawaian melayani para penguasa raksasa lainnya.

Sekali lagi, mengutip petuah sang guru, tugas pemimpin sejati pertama-tama dan terutama adalah memasang badan bagi para kawanannya, bukan menyetor muka kepada para penguasa.

Dalam konteks organisasi, observasi Sinek menunjukkan bahwa banyak tempat kerja yang dipenuhi oleh sinisme, paranoia atawa rasa curiga, serta orientasi kepemimpinan yang mengabdi kepada kepentingan diri sendiri.

Padahal, organisasi hanya akan menjadi kondusif dan produktif, jika diwarnai oleh semangat kerja-sama dan rasa saling percaya.

Dan, itu hanya akan terjadi jika seorang pemimpin bersedia untuk makan belakangan dan pasang badan, yang pada gilirannya akan membangun circle of safety bagi organisasi dan segenap anak buahnya; sebuah lingkungan yang memungkinkan orang untuk berkreasi dan bekerjasama dengan aman, tanpa dihantui rasa takut dan ancaman.

Bagi Sinek, jika seorang pemimpin sanggup menghadirkan circle of saftey, maka semua elemen organisasi akan bisa mencurahkan seluruh waktu dan energinya untuk menghadapi tantangan (berikut ancaman) dari luar, bukan sebaliknya sibuk ribut dan saling-sikut dengan sesama rekan di dalam.

Saya pernah mendengar pesan yang disampaikan seorang pemimpin (sekaligus pengusaha) ke para karyawan perusahaannya.

Begini katanya, tugas saya adalah mengurus Anda sebaik-baiknya, supaya Anda bisa mengurus bisnis saya sebaik-baiknya pula.

We will get the best out of others, when we give the best out of ourself.



TERBARU

×