kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Memahami analisis saham

oleh Budi Frensidy - Pengamat Pasar Modal dan Pasar Uang


Selasa, 07 Juni 2011 / 17:45 WIB
Memahami analisis saham

Reporter: Budi Frensidy | Editor: djumyati

Akhir minggu depan, tepatnya tanggal 17 Juli-19 Juni 2011, sebaiknya Anda tidak melewatkan Indonesia Financial Expo dan Forum (IFEF) 2011. Satu agenda dalam IFEF yang berlangsung di Jakarta Convention Center itu adalah workshop mengenai analisis fundamental dan teknikal praktis. Inilah tip dari saya untuk bekal Anda mengikuti workshop di atas.

Analisis fundamental mengajarkan bahwa dalam berinvestasi saham, sedapat mungkin kita melakukan buy low and sell high. Fundamentalis berusaha menjawab pertanyaan "why to buy".

Untuk tujuan itu, analis menggunakan pendekatan top-down yaitu ekonomi, industri, dan perusahaan. Intinya, analis ingin mencari saham bagus saat perekonomian positif dan ekspansif dari industri yang sedang bertumbuh dan prospektif. Akan lebih baik lagi, jika saham bagus itu berasal dari perusahaan bagus.

Di sisi lain, ada analisis teknikal dengan falsafah buy high and sell higher yang ingin memastikan "when to buy". Di mata teknikalis, sekali harga saham bergerak naik (atau turun), melewati batas tertentu, harga cenderung terus naik (atau turun) dan sulit terhenti. Demikian juga harga saham yang sedang diam, cenderung akan terus diam. Ini sesuai dengan hukum Newton dalam ilmu fisika tentang kelembaman.

Analisis teknikal akan mendasarkan keputusan jual-belinya hanya pada grafik, tepatnya harga dan volume. Argumennya kurang lebih adalah, harga sudah mencerminkan semua hal termasuk sentimen investor.

Jika harga sebuah saham dapat menembus batas atas atau resistance level, aksi pembelian dan volumenya tentu sangat besar. Jadi, kita sebaiknya turut membeli.

Investor tidak direkomendasikan membeli saham yang harganya stabil. Jika harga bergerak turun, investor akan berharap harga kembali ke harga belinya.

Ketika harga benar-benar kembali, apalagi, sampai sedikit di atas harga beli, tanpa pikir panjang si investor akan segera menjual sahamnya. Dia akan sangat puas karena tidak jadi merugi, walaupun tidak untung juga. Padahal harganya saat itu justru sedang beranjak naik.

Ini disebut bias get evenitis yang melekat pada diri banyak investor, sesuai yang dikatakan behavioral finance. Bias itu serta faktor psikologis menyaksikan harga sahamnya tertekan merupakan penyebab banyak investor jarang menuai untung besar.

Sebaliknya, ketika harga menyentuh batas bawah atau support level, teknikalis membaca ini sebagai besarnya tekanan jual di pasar sehingga investor disarankan rela melepasnya agar tidak mengalami kerugian yang lebih banyak lagi.

Kedua kubu analisis punya kelemahan masing-masing. Analisis fundamental tidak memperhitungkan psikologi pasar atau sentimen investor. Akibatnya, analisis ini sering gagal menebak pergerakan harga di jangka pendek.

Kelemahan utama analisis teknikal adalah mengabaikan faktor ekonomi, industri, dan laporan keuangan perusahaan. Berbeda dengan analisis fundamental yang selalu mendorong harga saham konvergen menuju nilainya terutama dalam jangka menengah dan panjang, analisis teknikal membawa serta efek destabilisasi. Efek inilah yang membuat tingginya volatilitas saham sekaligus memberikan banyak peluang besar untuk para pemain di bursa saham.

Tips dari saya, analisis fundamental dan teknikal saling melengkapi. Akan lebih baik jika Anda memahami kedua analisis di atas. Maksudnya adalah ketika Anda membeli sebuah saham, baik analisis fundamental maupun analisis teknikal memang merekomendasikan keputusan itu.

Contohnya saat sebagian besar laporan keuangan emiten dipublikasikan akhir Maret lalu, saya mencari saham bagus dalam industri yang juga bagus. Saham bagus itu tidak harus dari perusahaan bagus. Saya mulai mengoleksi saham-saham itu dalam jumlah secukupnya. Saya membeli lagi ketika harga saham bergerak naik dengan volume transaksi besar.

Satu dari sedikit saham yang sempat saya amati adalah CSAP yang laba per sahamnya naik 100% lebih. Sedang rasio harga berbanding laba alias price to earning ratio (PER) di bawah 4 ketika saya mulai membelinya, yaitu Rp 90 per saham, akhir Maret lalu.

Saya kembali memburunya saat menembus Rp 140 per saham dengan volume transaksi besar sekitar pertengahan bulan lalu, mengikuti saran analis teknikal. Rata-rata harga pembelian saya untuk saham CSAP menjadi 4Rp 110 per saham.

Harga CSAP sempat menembus Rp 200 per saham Kini, harga CSAP sudah Rp 195 per saham.



TERBARU

×