kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Robot Trading

oleh Satrio Utomo - Pengamat Pasar Modal


Selasa, 21 November 2017 / 09:00 WIB
Robot Trading

Reporter: Satrio Utomo | Editor: hendrika.yunaprita

Beberapa waktu yang lalu, saya mendapatkan tawaran untuk melakukan transaksi (trading) dengan menggunakan robot dari sebuah perusahaan sekuritas. Saya sempat heran. Trading pakai Robot? Emang peraturannya sudah ada?

Saya lantas mencoba bertanya pada Mbah Google. Saya juga bertanya ke teman-teman, termasuk teman yang bekerja di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), apa iya sudah ada peraturan mengenai robot trading. Seingat saya, OJK maupun Bursa Efek Indonesia, belum pernah mengeluarkan aturan mengenai penggunaan robot dalam melakukan transaksi di bursa.

Boro-boro robot. Peraturan mengenai perdagangan saja sebenarnya sangat sederhana. Coba kita lihat seberapa sederhananya peraturan perdagangan dari BEI.

Perdagangan di bursa efek adalah perdagangan yang sangat regulated. Sesuai dengan peraturan perdagangan yang berlaku saat ini, jenis pesanan yang ada di BEI sebenarnya hanya satu: pesanan terbatas (limit order). Jadi, perusahaan efek hanya bisa memberikan limit order, yakni order antri beli dan jual. Antri beli adalah limit order beli yang dilakukan di bawah harga terakhir, limit order jual adalah posisi order jual yang dilakukan di atas harga terakhir.

Limit order ini kemudian bisa berubah menjadi jadi market order dalam kondisi tertentu. Market order beli adalah order beli yang dilakukan pada harga penawaran jual (offer price). Market order jual adalah order jual yang dilakukan pada harga penawaran beli (bid price).

Disebut market order karena investor biasanya melakukan pesanan melalui perantara perdagangan efek (broker) pada harga market, agar transaksi bisa dilakukan secara serta-merta, terpenuhi saat itu juga. Bisa juga investor melakukan entry sendiri melalui online trading platform yang dimilikinya.

Untuk menarik nasabah, sekuritas kemudian membuat order tidak hanya sekedar limit beli dan jual atau market order beli dan jual. Order yang terkirim ke BEI tetap sebagai limit order, karena BEI hanya mengenal order tersebut. Tapi, perusahaan efek melakukan variasi pada metode pengiriman order, sehingga pengalaman yang diperoleh oleh investor bisa berbeda.

Variasi yang dilakukan sekuritas bermacam-macam, tergantung kebutuhan nasabah, kreativitas marketing dan kemampuan tim IT yang dimiliki sekuritas. Ada beberapa advance order yang saya tahu.

Pertama, Order Good Till Canceled (GTC). Ini adalah order yang dimasukkan setiap hari pada harga tertentu dan kuantitas tertentu, yang dilakukan oleh nasabah. Order ini hanya bisa dihentikan jika order terpenuhi, atau jika nasabah membatalkan order tersebut.

Misalnya, harga saham ASII sekarang Rp 8.000. Nasabah melihat ada support di Rp 6.600. Nasabah melakukan order beli GTC di Rp 6.600 dalam jumlah 100 lot, yang dilakukan hingga akhir 2017. Maka, setiap hari hingga 30 Desember 2017, server perusahaan sekuritas akan melakukan pengiriman order beli ke server bursa berupa order limit beli di harga Rp 6.600 sebanyak 100 lot.

Kedua, Order Limit If Touch (LIT). Order ini sebenarnya berkonsep sama persis dengan GTC. Bedanya, GTC mengirimkan order secara terus menerus dan berulang-ulang ke server bursa, sehingga memakan limit transaksi nasabah. Pada LIT, order nasabah ditahan di server perusahaan sekuritas dan hanya dikirim ketika harga sudah tersentuh. Perbedaan ini yang membuat order LIT tidak menggunakan limit transaksi yang dimiliki nasabah.

Misal, dalam kasus ASII di atas, harga sudah sekarang di level Rp 8.000. Nasabah melakukan LIT di harga Rp 6.600.

Ketiga, Order Trailing Stop. Ini adalah order yang dilakukan nasabah yang ingin melakukan trend following, menahan posisi sesuai arah tren. Posisi beli atau posisi jual, biasanya hanya dikirimkan ke server bursa oleh server perusahaan sekuritas jika harga sudah turun sekian poin dari titik tertinggi atau harga sudah naik sekian poin dari titik terendah.

Ketiga order tersebut hanya sekedar contoh. Masih banyak inovasi order yang dilakukan perusahaan sekuritas. Apakah BEI dan OJK tahu? Tentu saja. Akan tetapi, mereka belum membuat peraturan yang detail.

Perusahaan sekuritas biasanya melindungi diri dengan membuat perjanjian khusus dengan nasabah, karena advance order ini transaksinya belum tentu terjadi ketika order dikirim ke server bursa.

Itu sebabnya, jika Anda belum pernah mendengar soal advance order, berarti Anda belum termasuk investor khusus, yang biasanya sudah lebih tinggi kualitas ilmu transaksinya dan jumlah investasi serta nilai transaksi bulanannya memang besar. Tanyakan apakah sudah ada advance order di sekuritas tempat Anda bertransaksi.

Jadi, transaksi saham, terutama trading, adalah permainan strategi. Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan menggunakan robot (order-nya disebut robotic order, tradingnya dinamakan robot trading). Bedanya dengan advance order, pada advance order, order dilakukan pada saham tertentu, posisinya juga hanya satu, dengan level harga dan kondisinya sudah agak tertentu juga.

Pada robotic order, investor hanya perlu memasukkan rumus. Rumus ini biasanya berupa kondisi beli dan kondisi jual, yang akan dilakukan secara otomatis oleh server perusahaan sekuritas pada saham yang masuk dalam kriteria rumus. Contoh sederhananya, nasabah menggunakan robot MA 20 untuk mengambil posisi beli dan jual. Maka ketika ada sinyal beli dari MA 20, server dari perusahaan sekuritas akan mengirim order beli, begitu juga sebaliknya.

Keuntungan dari robot trading, trader bisa mengambil posisi beli jual secara disiplin. Trader juga tidak perlu mengamati market terus-menerus untuk menunggu sinyal.

Apa kerugiannya? Transaksi bisa dilakukan berulang-ulang dan sangat sering, pada harga yang terserah kondisi indikator MA 20. MA 20 ini adalah sebuah indikator jangka menengah. Kalau kita pasang dan diamkan, bahasa kerennya fire and forget, selama 1 bulan, transaksi bisa berlangsung 28 kali. Ya, kalau untung. Makin sering transaksi, bukannya fee semakin banyak dan kemungkinan untung makin kecil?

Apa iya perusahaan sekuritas di Indonesia sudah bisa membuat teknologi canggih begitu? Well, beberapa platform online trading memang dibuat di luar negeri. Plus, belakangan setidaknya sudah ada sekitar 10 sekuritas yang menawarkan datafeed untuk Amibroker. Amibroker ini adalah software analisis teknikal yang bisa mengirim sinyal beli atau jual kepada pembacanya.

Indonesia memang sudah diambang robot trading. Cepat atau lambat! Bursa dan OJK juga sudah tahu. Tapi apakah mereka bergerak? Itu urusan lain.

Jual beli saham itu menyangkut uang. Kemungkinan terjadi perselisihan cukup tinggi. Di pasar modal, uang Rp 1 dibela mati-matian. Maklum, beli di Rp 50 jual di Rp 51, selisihnya sudah 2%. Deposito bunyanya cuma 6% dalam 1 tahun. Perlu dua bulan untuk mendapat untung 1%. Sedang di pasar modal bisa cuma selisih detik atau menit.

Karena seriusnya masalah, seharusnya peraturan diutamakan. Ada peraturan dulu baru boleh ada produk. Jangan seperti Meikarta, marketingnya mulai dulu, izin belakangan.

Peraturan mengenai strategi perdagangan yang lebih canggih ini, memang sudah tuntutan zaman. OJK dan BEI jangan cuma menunggu permintaan stakeholder. OJK dan BEI harus proaktif agar pelaku pasar ritel di bursa bisa lebih terlindungi. Program Yuk Nabung Saham sudah menghimpun ratusan ribu investor. Jangan sampai mereka malah kapok lantaran jadi korban celah-celah peraturan ini.

Happy trading, semoga bisa barokah!



TERBARU

×