kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / ceritalah

Teknokrat

oleh Karim Raslan - Pengamat Asia Tenggara


Jumat, 22 Februari 2013 / 17:25 WIB

Reporter: Karim Raslan | Editor: cipta

KITA baru saja merayakan Hari Raya Imlek. Maka itu, saya memulai tulisan ini dengan peribahasa China lama: Bahkan di posisi yang benar, seorang akademisi tidak akan pernah bisa memenangkan argumen melawan seorang militer. Peribahasa ini mengacu pada ketegangan antara sarjana-birokrat Konfusianisme dengan para jenderal mengenai bagaimana menjalankan Kekaisaran China.

Hari ini, Anda mungkin menyaksikan ketegangan itu telah berubah dan tergantikan dengan kontes pengaruh antara teknokrat dan politisi. Publik lebih memilih teknokrat, meski kenyataannya mereka sering berakhir menjadi "politisi", yang dikarenakan kebutuhan, atau memang karena pilihan mereka sendiri.

Ambil contoh Jepang, yang budayanya menerima pengaruh China meski hubungan mereka kini tengah merosot. Gubernur Bank Jepang (BOJ) Masaaki Shirakawa mengatakan bahwa ia akan mengundurkan diri pada Maret 2013, satu bulan sebelum masa jabatannya berakhir pada bulan April.

Ia mengatakan, langkah itu untuk menyinkronkan masa jabatannya dengan dua wakil gubernur yang juga seharusnya melepaskan masa jabatannya di waktu yang sama. Seperti ditulis Wall Street Journal 5 Februari, sesungguhnya, kepergian Masaaki Shirakawa terkait terjadinya perbedaan pendapat dengan kebijakan Perdana Menteri Shinzo Abe, dari Partai Demokrat Liberal (LDP), yang terpilih kembali pada Desember setelah keluar dari kekuasaan selama tiga tahun.

Dalam rangka mencari sukses yang lebih besar daripada kegagalannya di semester pertama kekuasaannya pada periode 2006-2007, perdana menteri secara agresif mendorong agenda ekonomi yang dijuluki "Abenomics"--termasuk stimulus suntikan uang tunai 10,3 triliun Yen pada pertengahan Januari.

Abe juga mendesak Bank Jepang melakukan pembelian aset "open-ended" untuk mengakhiri deflasi. Misi Abe mengejar kebijakan moneter yang lebih fleksibel telah menempatkan dirinya dalam konflik dengan para pejabat Bank Jepang seperti Shirakawa, yang seperti kebanyakan pekerja sipil konservatif Jepang, enggan untuk melakukan perubahan kebijakan dengan radikal.

Meskipun Sihrakawa akhirnya menyerah kepada Abe, pada kenyataanya, pembelian asset "open-ended" akan ditunda sampai tahun depan. Kemudian juga terkuak bahwa kebijakan ini berlaku pada lingkup terbatas.
Mundurnya Sihrakawa mengharuskan Abe mencari Gubernur Bank Jepang baru yang akan ditempa dan dilatih agar mempunyai pandangan yang sama dengan rencananya. Reuters, pada 7 Februari, menyatakan bahwa calon kuat penggantinya adalah Presiden dari Asian Development Bank Haruhiko Kuroda yang banyak mengkritik kebijakan Shirakawa. Sedangkan teknokrat Jepang sedang berkoalisi untuk menyetujui pemilihan Toshiro Muto, mantan Deputi Gubernur BOJ.

Menariknya, pertempuran klasik orang dalam vs orang luar ini memiliki preseden. Pada bulan November 2012, Pemerintah Inggris menominasikan Mark Carney, yang merupakan Gubernur Bank Kanada untuk menjadi Gubernur Bank Inggris. Carney telah mengonfirmasi posisi barunya pekan lalu setelah wawancara yang melelahkan dengan Anggota Parlemen Inggris.

Ia adalah orang asing pertama yang memegang tahta sebagai Kepala Kehormatan Bank Inggris yang telah berumur 319 tahun itu. Penunjukan orang asing--seperti yang telah dilansir oleh majalah Economist tanggal 26 November--memiliki banyak pergulatan karena Carney benar-benar merupakan orang asing, bukan sekadar outsider.

Sebagai orang luar, Carney bebas dari noda kebijakan gagal yang dibuat oleh Bank Inggris baru-baru ini, termasuk skandal Libor. Ini terkait tuduhan bahwa Bank Inggris bekerja sama dengan pejabat bank Royal Bank of Scotland (RBS) untuk memanipulasi suku bunga pinjaman inter-bank London ("Libor"), kunci penting suku bunga di industri keuangan. RBS baru-baru ini didenda 390 juta poundsterling karena perannya dalam skandal itu.

Sudah sangat jelas bahwa Carney akan menghadapi perjuangan yang berat mengubah budaya Bank Inggris dan perbankan Inggris pada umumnya. Nun jauh di seberang Atlantik, Ketua Federal Reserve Ben Bernanke tampaknya lebih bersedia untuk mengadopsi pelonggaran kuantitatif dibanding pendahulunya Alan Greenspan yang banyak mengkritik kebijakan fiskal konservatif.

Desember lalu, The Fed mengumumkan bahwa mereka akan membeli obligasi treasuri jangka panjang dalam jumlah yang sangat besar, yaitu US$ 45 miliar dolar.

Indonesia tidak asing dengan hal seperti ini, bahkan kita semua kerap menjadi saksi kontes yang menegangkan untuk mendapatkan posisi di dewan gubernur BI, atau kelanjutan skandal Bank Century yang mengaitkan Wakil Presiden Boediono, selama menjadi Gubernur BI.

Suka atau tidak, teknokrat tidak bisa lepas dari politik. Namun, berpegang parafrase pepatah Cina kuno, kita bisa mengatakan, teknokrat tak pernah bisa memenangkan argumen dengan politisi!



TERBARU

×