kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Pengaruh era disruptive di pasar modal

oleh Yohanis Hans Kwee - Dosen FEB Universitas Trisakti dan MET Universitas Atmajaya


Senin, 29 Januari 2018 / 18:59 WIB
Pengaruh era disruptive di pasar modal

Reporter: Yohanis Hans Kwee | Editor: hendrika.yunaprita

Masyarakat saat ini sedang heboh berdiskusi tentang era disruptive. Banyak yang khawatir akan masa depan, atau masa depan anak-anaknya, akibat perkembangan zaman. Khawatir bagimana anak-anaknya mencari pekerjaan kelak, khawatir bagaimana cara mencari peluang bisnis di era teknologi. Inovasi teknologi baru seolah-olah menggerus peradaban sebelumnya.

Sebenarnya masyarakat tidak perlu terlalu khawatir, karena hal ini bukan hal yang baru. Ini bahkan sudah terjadi sejak era industrialisasi. Dulu, kereta kuda tersingkir lantaran terkena inovasi disruptive hadirnya mobil Ford model T, yang dirakit pabrik dengan bantuan mesin, sehingga harganya menjadi lebih terjangkau.

Pola seperti ini terus terjadi. Era telegram dan surat pos tersingkir oleh telepon yang terpasang di rumah. Lalu kehadiran ponsel mengganggu bisnis telepon rumah. Penjualan pulsa ponsel jadi begitu dominan.

Hari ini, perkembangan internet melalui ponsel, seiring turunnya biaya berlangganan data internet, telah mengganggu layanan voice dan sms. Fenomena ini akan terus terjadi, di mana perkembangan teknologi tidak bisa dihindari.

Pasar modal juga tak bisa menghindar dari perkembangan ini. Di era awal bursa, perdagangan dilakukan dengan manual, di mana broker berebut menulis pesanan di papan perdagangan secara manual. Aksi coret-mencoret antarbroker saham waktu itu jadi warna tersendiri dalam perdagangan.

Lalu era komputerisasi datang. Perdagangan dilakukan lewat komputer yang terhubung dengan server. Pasar modal mengusung teknologi local area network (LAN). Lalu di awal 2000-an, bursa efek mulai mengimplementasikan remote trading, di mana broker anggota bursa (AB) tidak perlu lagi datang hanya untuk memasukkan order pesanan nasabah. Broker bisa mengeksekusi order dari masing-masing kantor AB.

Beberapa tahun kemudian, sistem online trading mulai diperkenalkan. Sekarang nasabah bisa langsung memasukkan order ke sistem online trading yang disiapkan para AB. Sekarang setiap orang bisa bertransaksi di mana saja dan kapan saja, tanpa terikat waktu dan tempat.

Ketika era ini datang, banyak yang berpikir profesi broker segera akan berakhir digantikan teknologi, karena penggunaan teknologi akan mengurangi biaya. Sekuritas tidak perlu membayar dealer dan broker untuk menerima telepon dari para nasabah dan memasukkan order. Konsekuensi penurunan biaya ini, fee transaksi saham menjadi turun.

Tapi nyatanya, profesi broker tetap ada, meski mengalami penyesuaian. Kini broker dan sales dituntut punya kemampuan dan ilmu lebih untuk memberi masukan dan rekomendasi pada nasabah. Selain itu para broker dan sales jadi lebih aktif menghubungi klien dan memberikan masukan tentang saham yang dibeli dan dijual.

Lalu, apakah era disruptive berpengaruh ke investor dan trader? Kebetulan, penulis dan teman-teman yang tergabung dalam Investa Groups membuat sebuah private equity dan melakukan investasi pada beberapa perusahaan, dengan tujuan mengembangkan bisnis perusahaan tersebut.

Salah satu divisi anak usaha sedang mengembangkan sebuah kecerdasan buatan. Di masa depan, sistem ini diharapkan mampu menjawab pertanyaan klien dengan mandiri.

Penulis melihat, sebuah era baru akan datang ke pasar modal, di mana robot trading dan investasi akan berperan dalam transaksi. Dengan high frequency trading (HFT) serta kemampuan berpikir buatan, order akan datang lebih cepat.

Sekarang sudah banyak pelaku pasar yang membuat sistem trading untuk mengeluarkan sinyal beli dan jual terhadap sebuah saham atau instrumen investasi. Ketika sinyal ini dihubungkan dengan sistem online trading, akan terjadi otomatisasi order. Saat ini mulai ada teman-teman yang membuat robot yang mempersepsi dan melakukan prediksi harga ke depan. Jadi kelak mungkin sekali akan terjadi, di mana robot cerdas yang mencari uang sendiri di pasar.

Mungkin nanti akan ada sebuah robot yang terus mengembangkan dirinya sendiri dengan tujuan mencari profit di pasar. Apakah ketika era ini datang akan menjadi era disruptive bagi para nasabah dan pelaku pasar? Bila ini terjadi, robot akan bekerja 24 jam mencari peluang dan profit bagi pemiliknya.

Ada teori yang diutarakan para Fama (1970) tentang efficient market hypothesis (EMH). Pasar menjadi efisien ketika semua pelaku pasar mampu mengakses informasi dan memakainya untuk membuat keputusan secara cepat dan akurat. Tetapi dampaknya, di level yang paling ekstrim, karena semua pelaku pasar mendapatkan informasi yang sama dan memiliki tingkat kecerdasan sama, maka tidak akan terjadi transaksi di pasar. Penyebabnya, karena pelaku pasar membuat keputusan sama.

Apakah bila robot kecerdasan buatan digunakan di bursa kondisi ekstrim tersebut akan tercapai? Penulis pikir tidak, karena semua berkembang dengan model dan pemikiran yang berbeda. Selain itu, ada ribuan teknik analisa, baik secara fundamental maupun teknikal. Jadi selama masih ada yang berbeda, pasar tidak akan menjadi efisen sempurna dan peluang tetap terbuka disana.

Berangkat dari hal di atas, pelaku pasar sebenarnya tidak perlu khawatir. Perkembangan teknologi hanya akan membuat segala sesuatu menjadi lebih cepat. Yang perlu pelaku pasar lakukan adalah sama dengan kisah broker di atas, yaitu mengembangkan ilmu yang dimiliki. Yang akan tersingkir adalah mereka yang tidak mengembangkan dirinya dan membuat keputusan tidak rasional.

Sudah waktunya pelaku pasar tahu persis apa yang mereka beli untuk investasi. Pelaku pasar harus memahami fundamental dan value perusahaan sebelum memutuskan melakukan investasi. Jadi istilahnya, jangan membeli kucing dalam karung. Selamat datang era baru dan selamat datang investor cerdas.

Salam Investasi.



TERBARU

×