kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Hemat Pangkal Kaya ala LKH

oleh Lukas Setia Atmaja - Financial Expert Prasetya Mulya Business School


Senin, 29 Januari 2018 / 19:07 WIB
Hemat Pangkal Kaya ala LKH

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: hendrika.yunaprita

Lo Kheng Hong mengirimi saya sebuah artikel menarik. Isinya tentang beberapa orang kaya di dunia, tetapi hidupnya sederhana. Di urutan pertama ada Mark Zuckerberg. Pendiri Facebook ini memiliki kekayaan hampir Rp 1.000 triliun. Tapi, mobilnya ternyata cuma VW GTI seharga Rp 400 jutaan.

Lalu ada Warren Buffett. Pemegang saham utama Berkshire Hathaway ini punya duit lebih dari Rp 1.000 triliun! Tapi dia masih tinggal di rumah yang ia beli 50 tahun silam seharga Rp 430 juta. Rumah ini bahkan bukan yang terbagus di deretan jalan tersebut. "Saya suka rumah ini. Di musim dingin ia cukup hangat. Di musim panas, ia cukup dingin untuk ditinggali. Jadi, buat apa pindah?" kata Warren Buffett mengenai rumahnya.

Di urutan ke tiga ada Bill Gates. Orang terkaya nomor dua di dunia ini memiliki harta Rp 1.200 triliun. Jam tangannya? Bukan Rolex, bro. Cuma jam dengan merek Casio yang harganya sekitar Rp 135.000.

Nah, yang menarik, di urutan berikut ada nama Lo Kheng Hong. Seperti kita ketahui, Lo Kheng Hong (LKH) adalah salah satu investor saham Indonesia yang sukses. Terlahir dari keluarga kurang mampu di Jakarta 57 tahun silam, Lo Kheng Hong kini tercatat sebagai salah satu investor ritel terbesar di pasar modal Indonesia. Kekayaan tersebut diperolehnya selama 27 tahun menjadi investor di pasar modal.

Apa rahasia kesuksesan LKH? Investasi adalah menunda kenikmatan, kata Lo Kheng Hong. Ia memberi contoh 2 orang, sebut saja Romi dan Yuli, yang masing-masing memiliki uang Rp 500 juta pada awal tahun 2009.

Romi, yang suka tebar pesona di antara para gadis menggunakan uangnya untuk membeli sebuah mobil mewah yang mereknya adalah singkatan dari Buat Memikat Wanita. Sedangkan Yuli membeli saham PT Charoen Phokpand Indonesia Tbk, perusahaan makanan ternak, yang harganya saat itu cuma sebesar Rp 90 per saham.

Empat tahun kemudian, harga mobil Romi tinggal Rp 200 juta, atau turun lebih dari setengah harga beli beberapa tahun sebelumnya. Sedangkan harga saham yang dipegang Yuli sudah melambung menjadi Rp 3.600 per saham atau naik sekitar 40 kali lipat.

Alhasil, Yuli kini memiliki kekayaan sebesar Rp 20 miliar. Adapun nasib mobil mewah Romi, kekuatan daya pikat wanitanya semakin lama semakin luntur.

Untuk menggapai kesuksesan finansial, LKH juga menunda kenikmatan. Pada 1989, Lo Kheng Hong mulai membeli saham di usia 30 tahun. Saat itu ia sudah bekerja sebagai pegawai tata usaha sebuah bank di Jakarta selama 11 tahun, sambil kuliah malam.

Jabatannya tidak kunjung naik dan gajinya pun kecil. Dengan demikian, modal Lo Kheng Hong untuk berinvestasi saham saat itu juga terbatas.

Namun Lo Kheng Hong hidup hemat, sehingga masih memiliki dana untuk membeli saham. Ia, misalnya, memilih naik mobil butut Mitsubishi minicab 700cc yang harganya murah meriah. Beli mobil cukup yang seharga sepeda motor, yang penting jalannya maju, begitulah kira-kira prinsip LKH.

Jika tergoda membeli mobil bagus, ia tidak akan punya cukup dana untuk berinvestasi saham. Lo Kheng Hong menceritakan bagaimana tidak nikmatnya ia naik mobil tersebut, Mobilnya tanpa AC karena cc-nya terlalu kecil. Saat matahari terik, bagian atap panas sekali. Sedangkan di bawah jok terdapat ruang mesin. Jadi mirip menduduki kompor panas, kenang dia.

Meskipun hidup kurang nikmat, Lo Kheng Hong sadar bahwa ia sedang menunda kenikmatan demi menggapai sesuatu yang besar di masa depan. Lo Kheng Hong berlatih untuk menunda kenikmatan. Lama-kelamaan hal tersebut menjadi kebiasaan atau gaya hidupnya.

Saking meresapnya, hingga kini Lo Kheng Hong sulit mengubah gaya hidup. Ia, misalnya, tidak suka membeli mobil baru. Mobil buatan Eropa yang ia miliki sekarang mereknya sudah benar (terkenal), tetapi tahunnya yang salah. Usia mobilnya sudah 18 tahun. Saat temannya dengan bangga memamerkan mobil mewah seharga Rp 1 miliar yang baru dibawa pulang dari showroom, Lo Kheng Hong hanya membatin, "Lima tahun lagi uangmu bakal tinggal separuh."

Suatu ketika saya bertandang ke rumah LKH. Rumahnya walau cukup luas, jauh dari kesan mewah. Saat ia memainkan gitarnya sembari menyanyi lagu gospel, saya justru lebih terpesona pada gitarnya yang tidak hanya sederhana (tanpa merek), tapi sudah tua. "Gitar bekas ini saya beli dari teman sekolah saya puluhan tahun lalu," jelas LKH dengan bangga.

Ketika saya mengatakan bahwa suaranya gitarnya sudah agak sumbang, LKH berjanji akan membeli gitar baru yang lebih bagus. Pembaca yang budiman, terus terang saya tidak percaya ia akan melakukannya. Untungnya saya sempat mengabadikan momen LKH bermain gitar tuanya tersebut. Foto tersebut menjadi salah satu kandidat cover buku LKH yang sedang saya susun.

Masih di rumah LKH, saya meminta dia difoto dengan memegang buku saya yang berjudul "Who Wants to be a Smiling Investor. Ada kisah tentang LKH di dalam buku tersebut. Acara pemotretan di taman tertunda karena saya harus meminta LKH mengganti properti yang dipakai. "Maaf Pak Lo, bisa tolong ganti sandal jepitnya dengan sandal lain?" pinta saya kepada LKH saat itu sembari tersenyum.

Pada kesempatan lain, ia menunjukkan transaksi saham yang dilakukan pada hari itu melalui layar ponselnya. Saya melihat jumlah uang dengan nol yang banyak di ponsel yang mereknya biasa saja, seharga kurang dari Rp 2 juta.

Gaya hidup menunda kenikmatan yang kebablasan Lo Kheng Hong tersebut mirip dengan gaya hidup yang dijalani oleh Warren Buffett, investor saham legendaris yang ia kagumi. Nah, buat kita yang ingin mulai melangkah untuk meraih kesuksesan finansial, langkah pertama adalah belajar menikmati menunda kenikmatan. Terus terang ini tidak mudah.



TERBARU

×