kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Dari Kaos Kaki Turun ke Saham

oleh Lukas Setia Atmaja - Financial Expert-Prasetiya Mulya Business School


Senin, 23 Juli 2018 / 18:49 WIB
Dari Kaos Kaki Turun ke Saham

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: hendrika.yunaprita

Namanya Yunardi Tay. Orang memanggil dia Ayung. Saya pertama mendengar namanya dari Lo Kheng Hong (LKH), investor sukses yang dijuluki Warren Buffett of Indonesia, tahun 2012 silam.

LKH berkisah, ia membeli saham PT Timah Tbk (TINS) di 2002 pada harga sekitar Rp 290. Ia menjual saham TINS di 2004 seharga Rp 2.900. "Setelah saya jual, teman saya Ayung menyarankan membeli kembali saham TINS karena harga timah masih berpotensi naik terus," kata LKH.

"Ayung ini pedagang kaos kaki di Pasar Tanah Abang. Saya yang mengajari dia tentang investasi saham. Lah, kok, berani menyarankan saya buyback saham TINS? Saya merasa lebih tahu dan berpengalaman, sehingga tidak mengikuti saran dia. Lagipula saham TINS sudah naik 10 kali lipat. Tapi ternyata Ayung yang saya remehkan itu benar, lo. Saham TINS naik terus hingga Rp 38.000," tutur LKH.

Setiap semester saat LKH mengajar di kelas saya di Program Magister Manajemen Prasetiya Mulya, dia selalu bercerita tentang Ayung. Tahun 2017, LKH memberitahu saya Ayung hadir di grup WhatsApp komunitas investor saham yang kami ikuti.

Kata LKH, "Di grup kita banyak orang pandai tentang saham, tapi mayoritas masih bekerja sebagai karyawan. Ayung lebih hebat karena hidup hanya dari investasi saham. Ia bahkan bisa menyekolahkan anak-anaknya ke luar negeri." Bulan lalu saya akhirnya bertemu dengan Ayung yang "legendaris" ini di Kampus Prasetiya Mulya.

Ayung lahir tahun 1960. Orangtuanya adalah pedagang barang elektronik di Tanjung Priok. Ia sempat kuliah di sebuah PTS mengambil bidang teknik elektro, namun tidak selesai karena lebih tertarik membantu usaha orangtua. Di 1983, Ayung mulai berdagang kaos kaki di Tanah Abang setelah melihat saudaranya cukup sukses di usaha tersebut. Ia sempat mengekspor kaos kaki ke manca negara, seperti Polandia, Nigeria dan Italia.

Tahun 2001 adalah titik balik kehidupan Ayung. Ia mulai mencari usaha lain guna menambah penghasilan. Saat itu ia sedang mengajukan KPR untuk membeli sebuah rumah sederhana. Kebetulan pegawai bank yang mewawancarainya adalah teman isterinya yang suka berinvestasi saham. Dari saran teman isterinya tadi, serta dukungan dari isteri, Ayung memantapkan hati berinvestasi saham.

Dengan modal beberapa ratus juta rupiah, Ayung mulai membeli saham. Sejak awal Ayung sudah diberkati dengan keuntungan (cuan) besar. Ia membeli saham Bank Niaga Tbk (BNGA), yang dalam waktu singkat naik 70%. Ayung semakin yakin dengan "Jalan Saham" yang ia pilih.

Ayung beruntung karena sering bertemu dengan LKH di sebuah galeri saham. Saat itu, para investor dan trader saham biasa berkumpul di galeri saham untuk memantau pergerakan harga. Dari LKH, Ayung banyak belajar tentang filosofi dan strategi investasi saham. Awalnya Ayung banyak berinvestasi di saham blue chip yang relatif aman. Setelah lebih berpengalaman, Ayung mulai berinvestasi pada saham lapis dua yang lebih berisiko tetapi menjanjikan cuan lebih besar.

Ayung rajin menimba ilmu saham. Selain dari LKH, ia belajar dari buku dan internet tentang analisis fundamental maupun analisis teknikal. Bahkan materi tentang akuntansi pun ia lahap habis, supaya bisa mahir membaca laporan keuangan.

Dari berinvestasi saham selama 17 tahun, Ayung telah berhasil menumbuhkan modal sahamnya lebih dari 100 kali lipat. Rata-rata pertumbuhan nilai sahamnya lebih dari 30% per tahun, jauh di atas berdagang kaos kaki. Ia bisa menyekolahkan anaknya di Australia dan Singapura. Puteri sulungnya didorong untuk belajar akuntansi, dan kini menjadi analis saham muda berbakat di Indonesia.

Ayung rajin memantau kondisi ekonomi dan keuangan global maupun nasional. Ini yang menyelamatkannya dari Krisis Finansial 2008. Saat tahu bahwa kondisi bursa saham di Amerika Serikat memburuk, Ayung memilih mengalihkan mayoritas saham ke uang tunai, meski saat itu kinerja Bursa Efek Indonesia (BEI) masih bagus. Maka saat krisis finansial global menghantam BEI, Ayung punya kesempatan membeli saham bagus dengan harga super diskon.

Ayung juga pernah mengalami masa sulit sebagai investor, sepanjang periode 2012-2015, saat harga komoditas tambang turun. Saat itu ia membeli saham PT Indika Energy Tbk (INDY) pada harga Rp 1.800. Tapi setelah itu harga INDY makin turun. Ayung pun membeli terus saham INDY hingga dananya habis di harga Rp 700.

Saham INDY akhirnya terkapar di Rp 100 pada akhir 2015. Namun ia tetap memegang saham itu, tidak tergoda untuk cut loss. Kesabarannya berbuah manis. Saham INDY akhirnya rebound seiring membaiknya harga batubara. Ia menjual saham INDY di harga Rp 4.400 awal 2018, meraup cuan cukup besar.

Ayung telah sukses bertransformasi dari pedagang kaos kaki menjadi investor saham sukses. "Saya beruntung masuk ke saham tahun 2001 karena ternyata setelah tahun 2005, bisnis kaos kaki makin tidak menarik," tutur dia. Kini, Ayung fokus ke saham. Tiap hari dia ngantor di Galeri Saham. Tokonya diurus orang lain, makin lama makin terabaikan. Kini tokonya di Tanah Abang hanya buka beberapa hari dalam sebulan dengan seorang karyawan.

Ayung memberi tips untuk pembaca yang ingin berinvestasi saham. Pertama, berinvestasi di saham perusahaan yang kita kenal, memiliki manajemen bagus dan pemilik jujur. Kedua, pelajari laporan keuangan, cermati indikator keuangan penting seperti PER, PBV, ROE, DER serta tren laba bersih. Ketiga, pakai uang menganggur yang disisihkan dari penghasilan.

Keempat, saat berinvestasi saham, harus tenang, tidak panik saat saham tersebut turun. Kelima, jangan mudah percaya pada rumor, selidiki dahulu sumber informasinya. Terakhir, pilihlah perusahaan dengan prospek yang bagus.



TERBARU

×