kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / siasatbisnis

Membangun Bisnis Baik dan Benar

oleh Jennie M. Xue - Kolumnis internasional serial entrepreneur dan pengajar, bisnis, berbasis di California


Rabu, 25 Juli 2018 / 18:15 WIB
Membangun Bisnis Baik dan Benar

Reporter: Jennie M. Xue | Editor: hendrika.yunaprita

Bagaimana sih cara berbisnis yang baik dan benar? Berbondong-bondonglah para mahasiswa dan mahasiswi belajar bisnis di Sekolah Bisnis dan program-program MBA.

Banyak jalan menuju Roma. Banyak jalan menuju bisnis sukses dan profitable. Namun membangun bisnis yang baik dan benar membutuhkan kesungguhan ekstra dan menggunakan etika dan pola-pola pikir dan komunikasi positif dengan semua stakeholder. Jauhkan dari niat jahat apapun, baik dalam mengambil pangsa pasar maupun eksekusi manajemen lain.

Pengusaha hotel butik di San Francisco bernama Chip Conley di era great recession tahun 2008-2011 mendapat pencerahan dari Abraham Maslow mengenai bertahan dan tetap bertumbuh dalam segala situasi dan kondisi. Intinya, lebih penting membangun hubungan baik dengan customer dan stakeholder lain dibanding mengejar profit.

Ketika investor hanya termotivasi profit dan angka-angka kuantitatif, perspektif yang dipakai hanyalah berjangka pendek. Padahal, untuk bertahan dengan longevity baik, faktor-faktor kualitatif lebih berperan. Tentu saja faktor kuantitatif merupakan penggerak kasat mata yang tidak mungkin ditinggalkan. Dan penulis tidak menyarankan melupakannya.

Ada faktor kualitatif terpenting dalam membangun bisnis. Pertama, bahagia bekerja. Sumber daya manusia (SDM) yang terpenting. Tanpa manusia yang bekerja baik dan dalam atmosfir positif, hampir mustahil sumber daya lain dapat diolah dan dikelola untuk kepentingan bisnis apapun.

Kultur perusahaan yang penuh kepercayaan dan ketulusan hati sangat menentukan unsur kebahagiaan pekerja. Bisa dipahami mengapa perusahaan global dan multinasional mempunyai kultur positif dan mendukung kemajuan setiap individu pekerja. Berbagai reward non uang, misalnya pendidikan formal dan berbagai training dapat diberikan. Juga bertamasya ke berbagai negara dan daerah wisata sangat membangun moral.

Kedua, kepuasan pelanggan merupakan kunci longevity suatu bisnis. Hal-hal kecil dapat meningkatkan dan menurunkan kepuasan pelanggan. Misalnya, sedikit ketidaksopanan dalam customer service dapat membuat pelanggan segan berhubungan kembali.

Baik produk maupun jasa pelayanan perlu setara dalam kualitas. Ini perlu dijalankan dengan kesadaran, tanpa kepuasan pelanggan, loyalitas akan mustahil dicapai. Tanpa loyalitas, referral dan repeat order tidak akan terjadi. Dan ini langsung mempengaruhi bottom line (profit).

Ketiga , rasa syukur (gratitude). Bangunlah produk dan bisnis yang kehadirannya merupakan berkat bagi pelanggan. Ketika kehadiran tersebut menjadi bagian dari wish list dan doa penuh syukur, bisa dipastikan loyalitas tercapai dan posisi branding telah mencapai titik kultus.

Namun, bagaimana cara mewujudkan tiga faktor ini? Satu, kesungguhan pemilik dan pemegang saham. Dalam politik ada istilah political will. Dalam bisnis, ini serupa dengan the investors will.

Dua, memberi sebagian kontrol kepada pekerja dan pelanggan. Memiliki sebagian kontrol, seseorang lebih menghargai pekerjaan dan produk. Misalnya, komunikasi dua arah yang dihargai dan masukan yang diaplikasikan dalam eksekusi.

Tiga, tulus dan tidak menyembunyikan apapun. Transparansi adalah kunci bisnis yang etis. Hindari menyembunyikan atau merekayasa omzet, prosedur, konten dan sebagainya. Terbukalah dalam berbisnis, sehingga stakeholder merasakan ketulusan sehingga mereka merasa memiliki dan lebih loyal.

Empat, menggunakan komunikasi dewasa. Ini berlaku dalam publisitas maupun pelayanan pelanggan. Sering gaya komunikasi manajemen dan staff customer service terdengar tidak ramah atau meremehkan. Ganti dengan gaya bicara komunikatif dan dewasa.

Lima, menginternalisasi nilai-nilai positif produk dan filosofi bisnis. Nilai-nilai positif yang membangun karakter, gaya hidup etis, dan ramah lingkungan sangat membantu kepercayaan terhadap perusahaan. Ini bukan sekedar image belaka.

Enam, membangun hubungan dengan etika kerja dan tata krama baik secara universal. Berbicaralah sebagaimana orang dewasa terpelajar. Jaga hubungan baik, etika kerja, dan tata krama sehingga tidak ada yang merasa dikecilkan dan di-bully.

Tujuh, gunakan kisah narasi (storytelling) yang menginspirasi dan memotivasi berdasarkan kisah nyata. Narasi punya kekuatan superpower, karena struktur otak manusia didesain bekerja baik dengan kisah. Di zaman lampau nenek moyang kita mempunyai oral histori yang diwarnai narasi.

Delapan, hilangkan praduga (prejudice) dalam setiap ucapan dan aktivitas di dalam dan di luar perusahaan. Ketika berujar, "Dasar pemalas" atau sejenis, praduga dalam bentuk sumpah serapah telah terlontar. Jauhkan dari setiap tindakan Anda.

Akhir kata, membangun bisnis yang baik dan benar membutuhkan kesadaran etika, praduga, dan relasi dan pikiran positif dengan konsumen dan stakeholder lain. Niscaya, growth positif dan longevity tercapai.



TERBARU

×