kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Kala Harga Saham Turun

oleh Lukas Setia Atmaja - Financial Expert-Prasetiya Mulya Business School


Senin, 30 Juli 2018 / 18:47 WIB
Kala Harga Saham Turun

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: hendrika.yunaprita

Beberapa bulan terakhir ini, harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) bergerak seperti irama roller coaster. Dari awal tahun hingga akhir Juni, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun sekitar 8,5%. Bagi pemegang saham, ini tentu bukan situasi yang diharapkan. Tapi ketika membeli saham, kita tidak hanya harus siap mengalami kenaikan harga, tetapi juga penurunan harga.

Masalahnya, tidak semua tahan melihat penurunan harga saham yang dimiliki, apalagi jika penurunannya dalam. Dua bulan terakhir ini saja, tercatat IHSG beberapa kali mengalami ayunan (swing) yang bisa membuat investor merasa mual.

Perlu diingat, harga saham di bursa dipengaruhi banyak faktor, yang rasional maupun irasional. Selain faktor fundamental perusahaan, kondisi ekonomi global maupun nasional, peraturan pemerintah, harga saham juga sangat dipengaruhi persepsi serta keyakinan pelaku pasar terhadap prospek di bursa saham. Ada pula faktor psikologis, seperti perilaku ikut-ikutan (herding behavior) yang membuat harga saham makin bergejolak.

Siapa saja yang akan khawatir, bahkan panik, ketika harga saham longsor? Setidaknya ada lima tipe investor/trader saham yang masuk kategori ini.

Pertama, investor saham yang tidak yakin dengan fundamental perusahaan yang sahamnya ia pegang. Hal ini bisa terjadi karena saat membeli saham tersebut investor tidak terlalu mengenal sahamnya. Ia mungkin hanya ikut-ikutan. Atau ia membeli saham berdasarkan rekomendasi teman, broker, atau berlangganan paket rekomendasi saham dari institusi yang piawai berpromosi.

Ketika harga saham turun cukup besar (misal, 5% hingga 10%), ia akan mudah panik dan segera melakukan tindakan jual-rugi (cut loss). Ironinya, tipe investor saham yang membeli tanpa pertimbangan matang seperti ini jumlahnya sangat banyak.

Solusinya? Kenalilah saham yang akan Anda beli dengan baik. Know what you buy, and buy what you know, kata Peter Lynch, fund manager legendaris. Ingat bahwa setiap rekomendasi harus disikapi secara kritis. Bisa saja pemberi rekomendasi punya motivasi mementingkan diri sendiri, misalnya ia sudah memiliki sahamnya dan ingin investor/trader lain ikut-ikutan membeli supaya harga cepat naik, sehingga dia bisa segera ambil untung (profit taking).

Kedua, investor saham yang cukup mengenal fundamental sahamnya, tapi merasa membeli pada harga yang kemahalan. Ketika harga turun, dia mudah panik. Mahal tidaknya sebuah saham bisa dilihat dari price earning ratio (PER). Sekadar ancar-ancar, PER sebesar 15 kali sering dianggap wajar.

Saham dengan PER yang relatif tinggi, misalnya di atas 25 kali, dan tidak bisa dijustifikasi dengan prospek pertumbuhan laba bersih yang tinggi, punya kans jadi kemahalan. Selain PER, saham yang sudah mengalami kenaikan tinggi, misal di atas 50% setahun, punya kans lebih besar terkoreksi.

Ironisnya, investor justru cenderung membeli saham ketika harganya sudah melambung tinggi. Misal, saham Indah Kiat (INKP). Saat harga saham INKP cuma Rp 1.000, sedikit sekali investor yang melirik. Tapi ketika harganya naik ke Rp 20.000, justru investor berbondong-bondong membeli.

Hal ini terjadi karena perilaku ikut-ikutan. Bisa jadi sahamnya memang punya fundamental bagus. Tapi karena banyak investor ingin memilikinya, harga melejit tinggi. Solusinya? Pertimbangkan secara matang valuasi sebuah saham sebelum membeli. Hati-hati membeli saham yang mengalami kenaikan tinggi dalam waktu singkat. Contohnya saham bank seperti BBRI, BBNI dan BBTN naik tinggi di 2017. Pada semester I-2018, saham-saham bank tersebut mengalami koreksi harga lumayan besar (30% hingga 35%).

Ketiga, investor saham yang sebenarnya memiliki horizon investasi jangka panjang, namun cara berpikirnya masih seperti trader. Ia suka mengamati pergerakan saham jangka pendek, bahkan melihat running text saham. Ia bahagia jika harga sahamnya naik, cepat khawatir jika harga sahamnya turun.

Keempat adalah trader saham yang harus disiplin cut loss jika harga saham sudah turun sekian persen. Jika keseringan cut loss, dananya akan habis.

Terakhir, trader yang menggunakan fasilitas margin. Ketika harga saham turun tajam, ia akan terkena margin call.



TERBARU

×