kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / refleksi

Business 101

oleh Ekuslie Goestiandi - Pengamat Manajemen dan Kepemimpinan


Senin, 03 September 2018 / 13:34 WIB
Business 101

Reporter: Ekuslie Goestiandi | Editor: mesti.sinaga

Seorang pengusaha pernah membagikan “petuah dasar” dalam berbisnis. Beberapa kalangan menyebutnya sebagai business-101, yakni pelajaran pengantar untuk kuliah bisnis.

“101” merupakan kiasan yang mengacu kepada kode mata kuliah 101 dalam sistem pembelajaran di Amerika, yang diberikan kepada semua materi pengajaran yang bersifat dasar dan introductory.

Katanya, berbisnis pada dasarnya adalah berkompetisi. Masing-masing pihak bersaing untuk menjadi yang terbesar dan terdepan.

Semakin hari, persaingan juga kian ketat dan intens, karena jumlah pesaing semakin banyak dan derap persaingan makin kencang.

Perumusan strategi yang tepat menjadi langkah awal untuk membangun organisasi bisnis yang kompetitif dan sustainable; organisasi yang mampu memenangkan persaingan sekaligus juga tumbuh secara berkelanjutan.

Yang menarik, bagi sang pengusaha, strategi bukan sekadar urusan siasat taktis belaka untuk membangun diferensiasi, demi memenangkan persaingan.

Lebih dari itu, strategi menyangkut (bahkan dimulai dari) visi tentang lahan bisnis yang akan ditekuni; lahan yang memungkinkan perusahaan untuk membesar dan bergerak tanpa batas. “Ibarat menjala ikan, bermainlah di kolam yang besar”, katanya.

Di kolam besar, ada banyak ikan yang bisa dijala, bukan hanya saat ini, namun juga untuk masa depan di kurun waktu yang panjang.

Sebaliknya, di kolam yang kecil, tak banyak pula ikan yang bisa dijala. Bahkan, semakin hari, ikan yang hidup pun makin terbatas. Suatu saat, mungkin akan habis.

“Kolam bisnis” yang besar adalah kolam yang menawarkan produk ataupun layanan yang senantiasa dibutuhkan oleh banyak lapisan masyarakat.

Tanpa produk/layanan tersebut, masyarakat luas seolah tak dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya secara layak. Dengan kata lain, produk/layanan tersebut telah menjadi kebutuhan primer manusia.

Dalam teori hirarki kebutuhan Maslow, disebut pula kebutuhan dasar (basic needs) yang antara lain meliputi : pangan, sandang, kesehatan dan papan.

Dan, sesuai perkembangan zaman, saat ini urusan teknologi (khususnya digital) dan leisure pun beralih menjadi kebutuhan pokok generasi milenial pula.

Itulah sebabnya, perusahaan yang bergerak di bidang-bidang semisal: pangan, kesehatan, sandang, papan, wisata, saat ini leluasa bergerak, seolah tanpa batas.

Selain mendatangkan keuntungan yang besar dan berkelanjutan, sesungguhnya kolam bisnis yang lebar juga akan mendatangkan manfaat sosial yang besar bagi publik luas.

Mengapa? Karena, bagi sang guru, seorang pengusaha sejati harus mampu memadukan kedua motif bisnis dalam dirinya, yakni motif keuntungan (profit motive) dan motif sosial (social motive). Bukan mempertentangkannya.

Ini mirip dengan pandangan pendiri dan pemilik perusahaan raksasa e-dagang Alibaba, Jack Ma.

Dalam pidato penerimaan gelar doktor kehormatan dari University of Hongkong (18 Mei 2018), Jack Ma mengatakan: "A real entrepreneur is making money by solving social problem for others". Pengusaha tulen akan berusaha mengatasi persoalan banyak orang, dan juga demi kemaslahatan sebanyak-sebanyaknya warga.

Teori korporasi

Semakin banyak kebutuhan dasar warga yang dapat dipenuhi, bukankah itu berarti semakin banyak pula persoalan sosial yang teratasi?

Pembelajaran business 101 ini tampak begitu sederhana, tapi sesungguhnya sangat mendasar. Namun, justru kita seringkali kesulitan menemukan bentuk aplikasi nyata dari suatu pengertian yang mendasar.

Rasanya, tak ada yang menyangkal bahwa seorang pengusaha harus menjala ikannya di “kolam yang besar”.

Persoalannya, bagaimana menemukan kolam seperti itu? Bukankah setiap orang memiliki ketajaman intuisi bisnis yang berbeda-beda?

Profesor strategi bisnis dari St. Louis’s Olin Business School – Washington University, Todd Zenger, dalam artikelnya bertajuk What Is the Theory of Your Firm? (HBR, Juni 2013), pernah mengemukakan konsep teori korporasi.

Intinya, untuk membesar secara tanpa batas dan berkelanjutan, seorang pengusaha atau sebuah korporasi harus memiliki “teori”nya sendiri, yang merangkum 3 sudut cakrawala pandang (strategic-sight), yakni:

(1) Cakrawala ke depan (foresight);
(2) Cakrawala ke dalam (insight), serta
(3) Cakrawala ke samping (cross-sight).

Foresight adalah daya terawang terhadap kemungkinan dinamika yang akan terjadi di masa depan.

Sementara insight merupakan pemahaman terhadap kemampuan yang kita miliki secara internal.

Tak kalah pentingnya, cross-sight adalah kesanggupan kita untuk belajar dari kondisi di sekeliling kita.

Jadi, untuk menemukan “kolam besar”nya masing-masing, jangan ragu untuk membangun mimpi besar ke depan, namun juga mesti mengukur kemampuan diri sendiri.

Dan, tak kalah pentingnya, belajarlah dari lingkungan dan dinamika yang ada di sekitar kita. ?



TERBARU

×