Reporter: Ekuslie Goestiandi | Editor: mesti.sinaga
Di dalam ilmu psikologi, kita diajarkan bahwa pribadi seseorang sesungguhnya terdiri dari dua sisi.
Sisi pertama disebut sebagai outer-self, sementara yang lainnya adalah inner-self.
Outer-self adalah citra diri yang ingin ditampilkan seseorang kepada publik atau orang lain, sementara inner-self adalah keadaan diri seseorang yang senyatanya dan apa adanya.
Tak perlu heran jika ada seorang gadis yang sesungguhnya tomboy dan cuek dalam penampilan (karena itulah inner-self-nya), bisa berubah menjadi sosok feminin dan mengenakan gaun anggun pada saat diperkenalkan dengan orangtua sang pacar.
Dalam hal ini, ia berusaha menampilkan outer-self yang bisa menarik hati sang calon mertua.
Terkait dengan urusan inner dan outer di atas, sebagian dari kita mungkin pernah mendapatkan petuah berikut.
Jika kita bertamu ke rumah seseorang, spot lokasi terbaik untuk mendeteksi kerapihan dan kebersihan sang tuan rumah bukanlah di teras ataupun ruang tamu, melainkan di kamar mandi atau toilet.
Mengapa? Karena ruang tamu selayaknya outer-self sang pemilik rumah, yang tentunya akan dihadirkan dengan sebaik-baiknya ke mata sang pengunjung.
Sementara, kamar kecil ibarat inner-self yang tersembunyi di dalam rumah, dan lazimnya diurus sesuai dengan kepribadian sang pemilik.
Jika kamar kecilnya bersih, itulah pantulan kepribadian sang pemilik. Sebaliknya juga, bila kondisi kamar kecilnya berantakan, demikian pula cerminan sifat sang penghuni.
Bagaimanapun, inner-self bersifat lebih langgeng, karena itu adalah kondisi dan isi pribadi seseorang yang sesungguhnya, genuine dan tidak dibuat-buat
Untuk kepentingan promosi diri –seperti yang banyak dilakukan oleh para pelaku politik di masa kampanye- banyak orang dan juga organisasi suka melakukan aktivitas pencitraan.
Di pelbagai media, entah itu televisi, cetak, media sosial, hingga poster, papan baliho dan spanduk, mereka hadir dengan gambaran outer-self yang serba menarik, keren, dan bermutu tinggi.
Mereka mematut outer-self habis-habisan, agar bisa menampilkan kesan dirinya sebagai kecap nomor satu.
Memang, tak ada yang salah dengan semua kegiatan pencitraan tersebut. Sah-sah saja dan baik adanya.
Namun, memacak outer-self tanpa mengembangkan inner-self ibarat menghiasi ruang tamu sedemikian indahnya dan membiarkan kamar mandi tak terurus berantakan.
Itu sama artinya hidup dalam pencitraan yang penuh kepalsuan, karena jati diri yang sesungguhnya ditutup rapat dan dibiarkan tak berkembang.
Sebaliknya, jika kita fokus mengembangkan inner-self, secara alamiah justru akan ikut menghadirkan outer-self yang lebih genuine dan sejati.
Pada tahun 1994, James L. Heskett dan koleganya memperkenalkan konsep bisnis yang sangat terkenal, yakni Service Profit Chain.
Konsep ini menegaskan pentingnya kepuasan karyawan dalam membangun loyalitas pelanggan, yang pada akhirnya akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan.
Cara terbaik untuk mendatangkan keuntungan perusahaan adalah menciptakan kesetiaan pada diri pelanggan (luar).
Demikian juga, cara terbaik untuk menghadirkan kesetiaan pada diri pelanggan (luar) adalah dengan menciptakan kepuasan pada diri pelanggan (dalam), yaitu : karyawan.
Dimulai dari dalam
Aplikasi sederhana konsep di atas dapat kita temukan dalam usaha restoran sebagai berikut: Keuntungan restoran akan meningkat jika para konsumennya rajin datang menyambangi dan menikmati makanan di sana.
Dan, konsumen hanya akan setia mengunjungi restoran jika dia mendapatkan makanan yang enak dengan pelayanan yang baik, ramah dan menyenangkan.
Dapat dipastikan, makanan yang enak hanya dapat disajikan oleh juru masak yang cakap dan gembira dalam bekerja; demikian pula pelayanan yang menyenangkan hanya dapat diberikan oleh pramusaji yang ramah dan murah senyum.
Para pakar pengembangan kepribadian menyebut pendekatan di atas sebagai inside-out approach.
Dalam pendekatan ini, perubahan pertama-tama haruslah dimulai dari dalam (inside), yang nantinya secara alamiah akan menjalar ke luar (out).
Pendekatan yang dimulai dari dalam akan berlangsung langgeng dan menggema luas.
Tak ada kepalsuan. Benarlah kata pepatah, jika kita ingin menjadi orang jujur yang sejati, taburkan kejujuran itu kepada diri sendiri dan lingkungan terdekat terlebih dahulu.
Sama halnya pula, jika kita sungguh-sungguh ingin menjadi orang yang baik dan murah hati, ulurkan tangan dan senyum kepada diri sendiri dan orang-orang di dalam rumah terlebih dahulu.
Karena, charity begins at home. ?