kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / ibl

Memasuki jagat inovasi

oleh Ade Febransyah - Ketua Center for Innovation Opportunities & Development (Cinodev) Prasetiya Mulya Business School


Senin, 08 Juli 2013 / 15:05 WIB
Memasuki jagat inovasi

Reporter: Ade Febransyah | Editor: tri

Ada sepenggal lirik lagu The Spirit Carries On milik grup musik progresif Dream Theater yang diamini oleh para penginovasi. “Is anything certain in life?

Dunia inovasi penuh dengan kejutan. Penguasanya selalu datang dan pergi silih berganti. Aristokrat lengser, Cinderella menggeser!

Persaingan antar-penginovasi memang tidak ubahnya pertarungan di balapan MotoGP. Sang pemimpin ditempel ketat oleh banyak pengekor. Ketika pemimpin lalai sedikit saja, pengekor mengambil alih pimpinan.

Bagi pelaku inovasi, kenyamanan menjadi begitu mahal. Ketidakpastian harus dihadapi dan dinikmati. Bukan bersandar pada nasib baik, melainkan berfondasi pada kesiapan tinggi dalam menjalani lanskap ketidakjelasan dalam berinovasi.


Discovery vs delivery

Melihat perjalanan panjang yang harus dilewati penginovasi tersebut, semakin menjelaskan memang segelintir saja yang mau berinovasi. Ungkapan ‘innovate or die’ tidak lagi menyadarkan perusahaan untuk berinovasi. Kenyataannya banyak perusahaan terlena dalam zona nyaman. Mental model mereka sudah tertutup untuk bisa melihat apalagi sesuatu yang besar berikutnya.

Berbeda dengan penginovasi, pelaku bisnis kebanyakan justru melihat inovasi sebagai sesuatu yang mahal, mengada-ada dan tidak perlu. Yang dilakukan adalah sekadar  menjaga zona nyamannya dari gangguan. “Zero waste”, “zero defect”, dan zero lainnya menjadi tujuan utama.

Di sinilah perbedaan nyata antara penginovasi sejati dengan yang bukan. Bagi pelaku bisnis kebanyakan, ‘delivery’ menjadi denyut nadi dari derap roda bisnis. Siapa pun individu yang terlibat, selalu dituntut konsistensinya untuk menghasilkan output yang minim cacat.

Cobalah tengok keseharian kita di tempat masing-masing, berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan semata. Masing-masing individu di perusahaan sudah terkotak-kotak berdasarkan keahliannya untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu. Tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat biaya menjadi ukuran kinerja.

Sekarang coba refleksikan diri sendiri, berapa banyak waktu yang digunakan untuk urusan ‘discovery’? Yaitu, mencoba melihat dan mengidentifikasi terobosan-terobosan baru yang bisa membuat perusahaan kita menjadi terus bertumbuh dan bernilai.

Di sinilah yang membedakan pelaku inovasi dari kerumunan. Jika pelaku di kerumunan terjebak dalam rutinitas penuh kekhawatiran dan ketakutan berbuat salah dalam ‘delivery’-nya, pelaku inovasi justru sengaja bermain dan menoleransi kesalahan dalam ‘discovery’-nya.

Bagi pelaku inovasi, ‘delivery’ dan ‘discovery’ bukanlah sesuatu yang mutually exclusive, dalam artian pelakunya hanya dapat melakukan salah satu dari dua pilihan di atas. Pelaku inovasi yang hebat justru harus memainkan kedua hal itu secara tepat (Christensen & Gregersen, 2011)

Tidak bisa dipungkiri bagi perusahaan pembuat ponsel pintar (smartphone), laptop, televisi, mobil, dan produk inovatif lainnya, oportunitas inovasi baru harus terus ditemukan. Namun, keunggulan dalam oportunitas dan konsep produk tidaklah cukup untuk menjadikan mereka sebagai inovator kelas dunia. Mereka tetap harus menjamin keamanan profitabilitas lewat konsistensi proses dalam menghasilkan output yang berkualitas. Inovator kelas dunia berhasil melakukan itu semua.

Jika memang demikian kenyataannya, apakah masih ada ruang bagi pelaku bisnis lainnya agar bisa juga sukses berinovasi? Bagaimana cara pelaku bisnis di Tanah Air agar bisa masuk ke dunia inovasi yang sesungguhnya? Mampukah perusahaan-perusahaan domestik melakukan ‘discovery’ dan ‘delivery’ yang diperlukan dalam berinovasi?


Belajar melihat

Inovasi yang hebat berawal dari oportunitas inovasi yang tepat. Sesederhana itu, namun kenyataannya, tidak semua pelaku bisnis mudah menemukan oportunitas inovasi. Silakan tanya diri sendiri, oportunitas inovasi apa lagi yang tepat untuk perusahaan kita? Bagi mereka di industri perbankan, adakah oportunitas inovasi yang mampu mengajak orang untuk membuka tabungan? Adakah inovasi produk pembiayaan yang menarik perhatian orang yang anti kredit?

Jika Anda di industri otomotif, bisakah inovasi berikutnya menjadi begitu bermakna buat keberlangsungan umat manusia? Jika Anda di industri musik, adakah konsep atau  grup musik baru yang membuat mereka menjadi legenda masa depan? Jika di industri penyiaran, apakah mampu menawarkan tayangan yang mencerdaskan tapi tetap mendulang rating tinggi?

Ketika semua itu ditanyakan kepada para pelaku di berbagai sektor industri, kebanyakan mengalami kebuntuan.  Kita semua dilatih untuk melakukan ‘delivery’. Diberikan tugas, kita harus memperlihatkan hasil yang memuaskan. “Do your best” menjadi kredo dalam bekerja. Yang masih tertinggal adalah kemampuan eksplorasi untuk menemukan oportunitas inovasi.

Dalam konteks Indonesia, begitu banyak oportunitas inovasi di sekitar kita. Adanya sebagian generasi muda yang kurang kompetitif akan memberikan oportunitas kepada penyedia layanan pembangunan karakter.

Jika masalah yang tampak adalah rendahnya tingkat kehadiran pihak otoritas dalam layanan publik, oportunitas nyata bisa berupa sistem yang mampu meningkatkan empati pejabat publik. Jika yang tampak adalah masih rendahnya kebanggaan terhadap produk buatan sendiri, oportunitasnya adalah kemaknaan produk yang dapat mengembalikan ruh kebangsaan kita. Masih banyak lagi oportunitas inovasi yang bisa dilakukan.

Bagi yang ingin menjadi inovator sejati, mulailah belajar melihat dunia. Bukan asal melihat, tapi melihat dengan empati untuk menyelami masalah masyarakat yang ingin dilayani. Tidak mudah, karena memang itulah pintu masuk ke jagat inovasi. Tidak ada yang lain!         

afebran@pmbs.ac.id



TERBARU

×