kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / ceritalah

Mewaspadai letusan China

oleh Karim Raslan - Pengamat Asia Tenggara


Jumat, 19 Juli 2013 / 16:48 WIB

Reporter: Karim Raslan | Editor: cipta

JIKA Anda mengira kebangkrutan Lehman Brothers tidak akan pernah terulang lagi, cobalah pikirkan kembali. Krisis ekonomi global berikutnya bisa saja bermula dari Asia, lebih tepatnya di China. Faktanya, salah satu bank skala menengah di China bisa jadi versi dari Lehman Brothers di Asia.

Mari saya jelaskan! Dalam beberapa bulan terakhir, para analis kerap memberi peringatan tentang bahaya dari sistem "perbankan bayangan" di China, sektor yang saat ini diperkirakan memiliki total aset sekitar US$ 1,3 triliun.

Terlepas bahwa namanya "perbankan bayangan", sistem ini merupakan sistem pinjaman yang sebenarnya justru bersifat non-perbankan. Dengan kata lain, investasi di hedge funds, modal ventura, dan private equity, semuanya merupakan wujud dari "perbankan bayangan".

Tentu saja tidak ada yang salah dengan hal ini. Kenyataannya, perbankan bayangan (shadow banking) dapat membantu perorangan maupun perusahaan yang jika berdasarkan standar pinjaman perbankan konvensional tidak akan mampu memenuhi persyaratan untuk mendapatkan kredit. Selain itu, beberapa produk wealth management dari perbankan bayangan menawarkan profit yang lebih menguntungkan dibandingkan bank biasa.

Akan tetapi persoalannya, di China, perbankan bayangan justru tumbuh dari dana likuiditas yang membanjiri pasar pada 2008, ketika pemerintah China mengalokasikan paket stimulus US$ 586 miliar sebagai respons atas krisis keuangan global. Permasalahannya adalah, kelebihan likuiditas ini telah menyebabkan terjadinya housing bubble dan juga digunakan untuk menyelamatkan sejumlah BUMN dengan kinerja buruk di China dari kebangkrutan.
 
Selain itu, banyak pemerintahan daerah China yang memanfaatkan perbankan bayangan ini dengan mengambil pinjaman secara besar-besaran untuk mendanai berbagai proyek pengembangan infrastruktur. Hal tersebut menyebabkan para pembuat kebijakan China saat ini serius mempertimbangkan langkah-langkah untuk meredakan dampak dari perbankan bayangan ini.

Henny Sender, seorang komentator bisnis andal dunia, di Financial Times pada 11 Juli 2013 menulis, produk-produk investasi yang menjadi tulang punggung "perbankan bayangan" di China memiliki potensi untuk memicu krisis subprime yang bisa menyebabkan krisis global.

Mengapa? Sederhana sekali. Banyak sekali hedge fund di China yang justru memangkas nilai saham berbagai bank yang lemah. Menurut Sender, bank paling rentan adalah bank-bank lapis kedua di China dan Hong Kong, seperti China Minsheng Bank, China Merchants and Huaxia.
 
Minsheng, yang didirikan tahun 1996 adalah bank terbesar kesembilan di China berdasarkan aset dan satu-satunya bank swasta di antara 10 pemberi pinjaman komersial. Bank ini juga, menurut JP Morgan, memiliki pertumbuhan tercepat dalam aset antar-bank dan bobot tertinggi dari kewajiban antar-bank untuk total bunga terhadap utang.

Masalahnya, Pemerintah China awalnya memutuskan untuk "mendinginkan" ekonominya. Hal itu dibuktikan ketika bank sentral People’s Bank of China (PBOC) menolak untuk intervensi ketika Shanghai Interbank Offered Rate  ("Shibor", versi China dari LIBOR) melonjak ke tingkat tertinggi sepanjang waktu, yaitu hampir 14% dari sebelumnya hanya 3%.

Hal ini menyebabkan kekhawatiran bahwa tiba-tiba "krisis kredit" akan menimpa bank-bank seperti Minsheng. Tentu saja, pada akhir Juni, investor yang khawatir menyebabkan saham Minsheng turun sebesar 16,7%, dan memusnahkan US$ 6 miliar dari nilai pasarnya.

Namun, kekhawatiran atas sistem perbankan bayangan masih terus ada. Di Juni, Fitch Ratings menekankan adanya peningkatan risiko sistemik terhadap bank-bank skala menengah China karena pembukaan kredit dan kemampuan mereka menyerap kerugian.
 
Indonesia dapat belajar dari hal ini. Pertama, ekonomi China yang sementara ini tumbuh tidak kebal. Setiap potensi krisis akan menjadi bencana bagi Indonesia yang menganggap China merupakan salah satu mitra dagang utama. Perdagangan dua negara di tahun 2011 terhitung sebesar US$ 60,5 miliar, naik dari US$ 42,7 miliar di tahun 2010. Jadi, tidak pernah ada sebuah ide bagus untuk menaruh semua telur ke dalam satu kerajang.
 
Kedua, selain menguntungkan, perbankan juga dapat menyebabkan sebuah ekonomi memiliki banyak masalah. Jadi, jangan hanya lihat China, tetapi lihat bank Anda juga!



TERBARU

×