kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / ceritalah

Menjelang Akhir SBY

oleh Karim Raslan - Pengamat Asia Tenggara


Rabu, 27 November 2013 / 07:52 WIB

Reporter: Karim Raslan | Editor: cipta

ANDA tidak dapat memisahkan politik dari bisnis, terutama di Indonesia yang akan memasuki siklus Pemilihan Umum (Pemilu) keempat setelah reformasi. Tapi, saya meyakini bahwa ekonomi Indonesia terus berkembang, apa pun yang akan terjadi dalam Pemilu 2014.

Kenapa? Pertama, saya memiliki empat kata untuk Anda: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Di akhir masa jabatanya sebagai presiden, secara alami, perhatiannya akan tertuju kepada apa yang ingin diwariskannya. Indonesia memperoleh kemakmuran di bawah kepemimpinan SBY. Indonesia menikmati pertumbuhan rata-rata 5,8% dari 2004-2012.

Presiden ingin meninggalkan warisan terbaiknya, termasuk untuk membantu peluang Partai Demokrat di pemilu. Ia harus meningkatkan kepercayaan terhadap perekonomian yang baru saja melemah akibat nilai tukar rupiah turun dan defisit anggaran kian lebar.

Kedua, penunjukan Mahendra Siregar yang sebelumnya menjabat Wakil Menteri Keuangan menjadi Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) disambut gembira. Selama dua tahun terakhir, kita telah melihat curahan sentimen nasionalis, terutama dalam hal proteksionisme dan kebijakan yang populis. Misalnya, upaya membatasi kepemilikan saham asing di perusahaan tambang dan pembatalan akuisisi DBS-Danamon. Niat pembuat kebijakan yang ingin memberi peran yang lebih besar pada pengusaha lokal malah merusak reputasi Indonesia, tidak hanya terhadap investor asing, juga pengusaha lokal.

Para pelaku usaha menjadi waspada ketika menjalankan bisnis di sebuah negara yang tiba-tiba kebijakannya berubah, hanya karena agar terlihat bijak dengan melakukan hal tersebut. Bagi mereka yang percaya bahwa kebijakan nasionalis telah merusak kinerja ekonomi Indonesia, penunjukkan Mahendra adalah keputusan tepat. Hubungannya yang kuat dengan komunitas internasional akan membantu menarik lebih banyak investasi ke Indonesia yang telah terhalang oleh strategi inward-looking.

Selain itu, perekonomian Indonesia akan menemukan momentumnya kembali di bawah pengawasan Agus Martowardojo sebagai Gubernur Bank Sentral. Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 poin menjadi 7,5% awal bulan ini. Manuver kebijakan ini akan membantu menstabilkan rupiah.

Sebaliknya, devaluasi rupiah akan mendorong ekspor, terutama di sektor manufaktur. Ini tentunya akan berdampak pada defisit anggaran Indonesia yang diperkirakan sebesar 3,4% terhadap PDB tahun ini dan meningkatkan fundamental ekonomi negara.

Terakhir, meskipun ada kekhawatiran terhadap perekonomian, siklus pemilu dapat membawa kabar baik. Permintaan domestik yang saat ini menyumbang sekitar 55% bagi perekonomian, kemungkinan lebih meningkat karena belanja pemilu. Oleh karena itu, konsumsi domestik yang disertai pertumbuhan menjadi cara potensial membangkitkan kembali perekonomian Indonesia.

Pada saat yang sama, pertambahan jumlah penduduk, sumber daya alam, dan jangkauan geografis membuat investor tidak akan mampu menjauh, siapa pun yang akan jadi Presiden nanti. Jadi, sementara kita harus tetap memperhatikan jalannya pemilu, tidak mungkin jika di 2014 akan terdapat kekacauan signifikan terhadap ekonomi Indonesia. Ada banyak orang yang mampu menjalankan pemerintahan, dan jika pemerintahan baru dapat berlaku bijak, para investor akan tetap mendekatinya.

Jadi, tetap tenang dan lanjutkan. Tidak ada alasan untuk panik atas situasi perekonomian Indonesia tahun depan.



TERBARU

×