kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / ibl

Nilai manusiawi proyek infrastruktur

oleh Achmad Setyo Hadi - Ketua Pusat Riset Center for Infrastructure Development STIE Prasetiya Mulya


Senin, 23 Desember 2013 / 14:17 WIB
Nilai manusiawi proyek infrastruktur

Reporter: Achmad Setyo Hadi | Editor: tri

Abraham Maslow mengungkapkan teori hierarki kebutuhan manusia yang memiliki rentang dari kebutuhan dasar hingga aktualisasi diri. Aplikasi teori tersebut dalam realita bisa diperluas untuk berbagai segi kehidupan, termasuk kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap infrastruktur.

Infrastruktur, di samping menyediakan sarana utama untuk berjalannya kehidupan ekonomi, juga harus menghadirkan kenyamanan dan manfaat lain, baik pada proses pembangunannya maupun hasilnya. Pembangunan infrastruktur menjadi tanggung jawab penyelenggara negara demi berlangsungnya sektor ekonomi untuk menyejahterakan masyarakat.

Dalam perkembangannya, pembangunan infrastruktur memiliki tuntutan yang semakin luas, lebih dari tujuan fungsional pembangunan infrastruktur itu sendiri. Tuntutan ini juga berlaku saat proses pembangunannya. Pemenuhan tuntutan ini adalah upaya penciptaan nilai tambah yang bisa memunculkan sisi manusiawi proses dan dampak pembangunan. Tulisan ini menghadirkan contoh penyediaan prasarana dan sarana transportasi publik, serta pentingnya keterlibatan masyarakat sebagai pengguna untuk menciptakan nilai tersebut.

Pembangunan infrastruktur biasanya identik dengan kemacetan lalu-lintas. Kemacetan bisa merupakan dampak, atau bahkan biaya sosial dari pembangunan. Tujuan pembangunan sarana publik meningkatkan kualitas hidup masyarakat, misalnya pembenahan prasarana transportasi, air minum, listrik, dan lain-lain.

Kita sering menjumpai dalam pembangunan sarana publik tersebut terjadi kesemrawutan yang terkadang mengabaikan hak sebagian masyarakat. Misalnya, pemakai kendaraan bermotor dan pejalan kaki. Tumpukan material di atas trotoar dan kemacetan seolah sudah lumrah dan harus dipahami serta diterima sebagai konsekuensi logis pembangunan sara fisik.

Kita bisa belajar dari pengalaman di berbagai negara yang pembangunan sarana publiknya meminimalkan gangguan terhadap hak masyarakat itu sendiri. Kata kuncinya adalah perencanaan dan perubahan paradigma pembangunan itu.  Perencanaan berkaitan dengan sumber daya yang diperlukan untuk menuntaskan pembangunan, meliputi sumber daya manusia, biaya, dan teknologi. Sedangkan paradigma lebih menekankan proses pekerjaan yang lebih berorientasi sosial.

Meminimalkan biaya sosial merupakan upaya penciptaan nilai dalam penyediaan infrastruktur. Perencanaan matang dengan tetap meminimalkan gangguan dalam proses pengadaan infrastruktur merupakan nilai lebih, karena ada jaminan terhadap hak-hak masyarakat untuk tetap bisa beraktivitas secara normal.

Jadi, menjamin hak pejalan kaki maupun pemakai kendaraan bermotor selama pembangunan prasarana transportasi merupakan wajah manusiawi pembangunan. Artinya, pembangunan tetap mengedepankan hak-hak asasi manusia. Sepantasnya kita mulai meninggalkan ungkapan bahwa jika ada pembangunan, maka kemacetan adalah hal manusiawi dan mohon dimaklumi.


Menikmati perjalanan

Menikmati sarana transportasi publik yang nyaman merupakan idaman setiap individu. Ada harga yang harus dibayar untuk menikmati kenyamanan tersebut. Kenyamanan bisa berupa fasilitas yang memadai dan ketepatan waktu. Apa pun ragam dan bentuk kenyamanan yang diharapkan, sarana itu tentu tidak akan meninggalkan fungsi dasarnya, yaitu mengantarkan individu dari titik awal menuju tujuan akhir dengan selamat. Kita sebut saja tujuan ini sebagai kebutuhan fungsional.

Seiring pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat, kebutuhannya mulai beranjak lebih dari sekadar kebutuhan fungsional. Dalam contoh transportasi publik di atas, kebutuhan sudah merambah pada kenyamanan, ketepatan waktu, dan bahkan kecepatan.

Berkaca pada teori Maslow, ketika kebutuhan dasar sudah terpenuhi maka seseorang akan bertindak memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi lagi. Langkah yang dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) merupakan salah satu contoh yang patut dijadikan pembelajaran.

Kereta api kelas ekonomi di waktu lampau identik dengan gerbong yang senantiasa penuh sesak, pengap, keterlambatan, dan segala hal yang berkaitan dengan ketidaknyamanan. Satu hal yang menyebabkan moda transportasi kelas ekonomi masih diminati banyak orang, yaitu, harganya yang terjangkau.

Perlahan gambaran tersebut mulai diubah dengan tampilnya kereta kelas ekonomi yang lebih nyaman, berpenyejuk udara, tepat waktu, semua penumpang dipastikan memperoleh tempat duduk, dan tentu saja jaminan keselamatan. Tentu ada harga yang harus dibayar, yaitu kenaikan harga tiket. Menggunakan sarana transportasi bukan hanya untuk mencapai tujuan (fungsional), tapi juga menikmati perjalanan. Menikmati perjalanan sejatinya merupakan hak pengguna layanan ini.

Contoh di atas merupakan gambaran umum pembangunan infrastruktur yang menjadi dambaan masyarakat. Infrastruktur  fisik dan sosial dibangun untuk mendukung berlangsungnya perekonomian sektor publik dan swasta. Pembangunan infrastruktur yang selaras dengan perkembangan masyarakat merupakan upaya penciptaan nilai berupa kemanfaatan yang melebihi kebutuhan fungsionalnya. Penciptaan nilai ini sudah menjadi kebutuhan melekat dari tujuan pembangunan infrastruktur itu sendiri.

Di sisi lain penciptaan nilai harus diikuti dengan pendidikan kepada masyarakat tentang cara memanfaatkan, menghargai, dan memberi pemahaman bahwa keberlangsungannya menuntut peran serta aktif untuk merawat. Pendek kata adalah membangun rasa memiliki dan menumbuhkan tanggungjawab. Menumbuhkan nilai untuk bertanggung jawab memerlukan waktu dan upaya secara konsisten. Dalam masyarakat yang paternalistik, memberikan contoh untuk memunculkan panutan merupakan salah cara yang bisa ditempuh.      



TERBARU

×