kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Presiden dan IHSG

oleh Lukas Setia Atmaja - Center for Finance & Investment Research PMBS


Senin, 02 Juni 2014 / 13:46 WIB
Presiden dan IHSG

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: cipta

MANTAN Presiden RI, Soeharto dengan senyumnya yang khas melambaikan tangan. Ia menyapa pembaca “Piye kabare? Enak zamanku to?”
 
Gambar tersebut bisa ditemui dimana-mana. Mulai dari kiriman melalui blackberry messengger (BBM) hingga ditempel di bagian belakang truk dan mobil. Tentu, ini sebuah sindiran penuh humor terhadap kinerja presiden yang sedang memerintah saat ini.
 
Padahal, jika salah satu indikator kinerja ekonomi adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), buat para investor saham, rapor Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono lumayan bagus.

Apakah benar zaman Soeharto membuat para investor saham “kepenak” (menikmati hidup)? Bagaimana seorang presiden mempengaruhi nilai portofolio saham Anda?
 
Di Amerika Serikat ditemukan bukti empiris bahwa indeks saham mengalami kenaikan lebih tinggi jika presidennya dari Partai Demokrat. Dengan data sejak 1945, rata-rata kenaikan indeks S&P 500 jika presiden dari Partai Demokrat adalah 14,1%.
 
Sedangkan, presiden dari Partai Republik hanyak memberikan 11,8%.Yang paling hebat adalah Bill Clinton yang semasa pemerintahannya (1993-2001) berhasil membawa indeks S&P 500 tumbuh 18% dalam setahun.
Bagaimana dengan indeks bursa saham Indonesia?

Saat SBY-Boediono memulai pemerintahan pada 20 Oktober 2009, IHSG ditutup pada level 2.502. IHSG pada 16 Mei 2014 adalah 5.031, naik 101%. Jika dihitung cumulative average growth rate (CAGR)-nya, diperoleh angka 15,9% per tahun.
 
Bahkan pada 20 Mei 2013, IHSG pernah mencapai rekor tertinggi sepanjang masa di level 5.214. Padahal saat SBY-Boediono dinyatakan menang versi hitung cepat pada 8 Juli 2009, keesokan harinya IHSG tidak bergeming. Pasar rupanya dari jauh hari sudah mengantisipasi kemenangan telak SBY-Boediono.
 
Saat itu, SBY memang di atas angin. Kinerjanya bersama wakil presiden Jusuf Kalla pada periode 2004-2009 cukup bagus. Investor asing nampaknya mengapresiasi tinggi upaya pemerintahan SBY saat itu untuk memberantas korupsi dan menciptakan iklim investasi yang kondusif.
 
IHSG bertumbuh dari level 840 ke level 2.502 pada periode 20 Oktober 2004-20 Oktober 2009. Kenaikannya sebesar 197% selama 5 tahun, atau 24% per tahun. Padahal, di periode ini sempat terjadi krisis finansial global 2008. Artinya, selama memerintah selama hampir dua periode, pemerintahan SBY berhasil membawa IHSG naik 500%, dari 840 ke 5.031, atau 19,6% setahun.

Sebelum pemerintahan SBY-JK, masa pemerintahan Megawati-Hamzah Haz menyaksikan kenaikan IHSG dari 470 pada 23 Juli 2001 menjadi 840 pada 20 Oktober 2004. Kenaikan sekitar 78% selama 3 tahun, atau sekitar 19,5% per tahun.
 
Namun Megawati bersama Gus Dur gagal membuat IHSG menjadi positif. IHSG berada pada level 584 saat pemerintahan Gus Dur dimulai pada 20 Oktober 1999, dan turun menjadi 20% menjadi 470 saat wakilnya, Megawati, menggantikannya pada 23 Juli 2001.
 
Sebelum Gus Dur, Presiden BJ Habibie memerintah dari 21 Mei 1998 hingga 20 Oktober 1999. Pada periode yang singkat ini, IHSG masih bisa naik dari 445 menjadi 584, sekitar 31%. Kemungkinan besar disebabkan oleh harga saham yang rebound pasca krisis moneter.

Bagaimana dengan kinerja IHSG di zaman Presiden Soeharto? Meski berkuasa 31 tahun (12 Maret 1967 hingga 21 Mei 1998), sebaiknya kita melihat kinerja IHSG dari Agustus 1982 saat IHSG mulai dihitung sebagai tahun dasar.

Angka IHSG saat itu adalah 100. IHSG saat Soeharto lengser pada 21 Mei 1998 adalah di level 445. Artinya ada kenaikan sebesar 245% persen selama 16 tahun, atau 10% per tahun.

Investor asing mulai diizinkan membeli saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sejak 1988. Oleh karena itu, lebih adil jika IHSG zaman Soeharto dianalisis selama periode 10 tahun (1988-21 Mei 1998). Ternyata IHSG hanya naik 45%, dari 305 menjadi 445. Kenaikan per tahun hanya 4%.
   
Kalaupun kinerja IHSG zaman Soeharto dianalisis tidak berakhir saat krisis moneter 1998, hasilnya juga tidak terlalu istimewa. Misalnya dipakai periode waktu 1988 hingga 1996. Di tahun 1996, IHSG sempat menyentuh level 640. Artinya, kenaikan dari periode 1988 ke 1996 adalah sekitar 100% atau 10% per tahun.

Beberapa hal yang bisa dipelajari dari dinamika IHSG di berbagai periode pemerintahan. Selama periode 1982 hingga 2014, IHSG bertumbuh sekitar 13% setahun. Pertumbuhan IHSG sejak 2001 cukup stabil di angka 20% setahun, yakni saat pemerintahan Megawati dan SBY. Jadi tidak benar jika investor saham merasa lebih enak hidup di zaman Soeharto.
 
Bagaimana dengan nasib IHSG di pemerintahan mendatang? Apakah presiden terpilih, baik itu Joko Widodo (Jokowi) atau Prabowo  Subianto bisa melanjutkan pertumbuhan IHSG sebesar rata-rata 20% setahun selama 5 tahun ke depan?
 
Atau bahkan bisa lebih dari 20% ? Kita berdoa agar Indonesia bisa memilih yang terbaik.

 

 
Presiden  Periode              

 Rata-rata Kenaikan IHSG

       Per tahun

 SBY  2009-2014   15,9% 
 SBY  2004-2009   24,3%
 Megawati  2001-2004  19,6%
 Abdurrahman Wahid  1999-2001  -11,9%
 Habibie  1998-1999  23,2%
 Soeharto  1982-1998*   9,7%

 

 

 



TERBARU

×