kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / diaryppm

Beorientasi ke konsumen

oleh Aries Heru Prasetyo - Ketua Program Sarjana PPM School Of Management


Senin, 27 Januari 2014 / 09:00 WIB
Beorientasi ke konsumen

Reporter: Aries Heru Prasetyo | Editor: cipta.wahyana

ANDA pasti sudah sangat familier dengan konsep bahwa bisnis harus senantiasa ramah ke pasar. Namun seiring dengan berjalannya waktu, prinsip ini tidak lagi dipandang positif. Terminologi pasar yang juga dibangun baik oleh kekuatan persaingan, maupun kolaborasi di antara segenap pemain, ternyata, mengarahkan kita pada kesimpulan betapa besarnya pengaruh opini yang dibangun pada harga jual produk.

Di situlah ketidakwajaran harga produk ditemukan. Ujung-ujungnya konsumenjugalah yang dirugikan.

Sebagai gantinya, sejak 2010 muncul konsep bisnis yang berorientasi ke konsumen. Konsep itu mulai dari langkah aktif mengikutsertakan konsumen di setiap aktivitas merumuskan karakter kinerja produk, hingga menempatkan calon pembeli sebagai mitra strategis perusahaan.

Cara pandang yang sama juga digunakan oleh Asfialdi. Mahasiswa program sarjana Manajemen Bisnis di PPM School of Management yang juga aktif berbisnis properti itu berupaya untuk mendobrak paradigma lama yang bernada negatif. Melalui mata kuliah inkubator bisnis, Aldi, demikian sapaannya, mencoba keberuntungan dengan mengembangkan satu kompleks perumahan di kawasan Karawang, bernama Kondang Gemilang Residence.

Di bawah naungan bendera CV Aldhitama Gemilang, Aldi mulai menapakkan langkah pertamanya di bisnis properti tanah air. "Saya sadar, Pak, bahwa saat ini harga rumah sudah sangat tinggi. Padahal, rumah merupakan kebutuhan pokok. Karena itu, saya berkomitmen untuk belajar membantu mereka (konsumen) memenuhi kebutuhan papan sesuai daya beli," ujar dia.

Cara pandang ini bukannya tidak berisiko, mengingat paradigma yang sudah terbangun saat ini adalah semakin mahal harga jual rumah, maka semakin tinggi kualitas yang akan diperoleh. Menjual rumah dengan harga yang relatif "murah" bisa-bisa menimbulkan tanda tanya besar.

Alih-alih ingin membantu konsumen, strategi ini berpotensi melemahkan daya saing. "Awalnya, saya berpikir demikian, Pak. Namun dengan tekad bahwa saya harus fokus kepada kewajaran harga, maka saya yakin konsumen akan percaya," tutur dia. Untuk menerapkan prinsip tersebut dengan tepat, Aldi melakukan beberapa upaya.

Pertama, mengadaptasi misi perusahaannya dengan tuntutan orientasi konsumen. Baginya, misi bukanlah sekedar tulisan pemanis di dinding kantor, namun merupakan napas bagi kegiatan operasional usaha sehari-hari. Bahkan, dari misi itu pula beberapa strategi bisnis muncul.

Satu di antara strategi itu adalah komitmen perusahaan ke kepuasan konsumen. Pada langkah kedua, dilakukan pendefinisian kebutuhan konsumen serta spesifikasi kepuasannya. "Saya berpikir bahwa konsumen akan puas jika kebutuhannya terpenuhi, Pak. Dengan cara ini, kami berupaya mengidentifikasi kebutuhan dasar konsumen dari sebuah rumah," tutur dia. Rumah tidak lagi dilihat sebagai tempat berlindung, namun lebih ke sarana di mana sebuah keluarga dapat tumbuh dan berkembang. Dengan konsep itu, desain dan spesifikasi bangunan rumah akan ditentukan.

Rumah harus dibangun dengan kokoh agar tidak mencelakakan di kemudian hari. "Dari situ, kami menentukan spesifikasi tentang bahan bangunan yang digunakan. Hal yang sama juga kami lakukan saat mendesain. Meski kini desain minimalis menjadi trend, kami tidak sekadar mengamininya. Studi dan observasi terhadap desain minimalis dalam kaitannya dengan wahana perkembangan sebuah keluarga kami lakukan. Proses inilah yang akhirnya menciptakan lay out serta ukuran untuk setiap ruangan," jelas Aldi.

Akses kredit

Setelah tahap produksi, kegiatan selanjutnya adalah pemasaran. Aldi tidak mengikuti langkah sejumlah pengembang yang langsung menggelar kegiatan pemasaran, kendati baru mematok tanah. "Sebagai pendatang baru, saya patuh pada aturan Pak. Jadi proses pemasaran baru kami lakukan setelah rumah jadi. Itulah mengapa kami membangun dua rumah contoh. Konsumen bisa membeli kedua rumah itu, setelah melihat kualitas konstruksi kami," tutur dia, sambil
menunjukkan foto-foto dari kedua rumah contoh itu.

Meski sederhana, namun upaya itu sarat dengan nilai-nilai kejujuran. Setidaknya, dengan cara tersebut konsumen benar-benar memahami kualitas yang akan ia peroleh. Berbeda halnya ketika konsumen membeli rumah hanya dengan melihat brosur. Di situasi terakhir itu, sama saja konsumen dengan membeli janji. Ketika janji ditepati, kepuasan akan teraih.

Namun sebaliknya, jika realitas tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan, prinsip membantu konsumen memiliki rumah sesuai kebutuhan dan daya belinya tidak akan tercapai.

Fase berikut menjadi pengembang yang berorientasi ke konsumen menyangkut segi pendanaan. "Tingginya harga rumah seringkali membuat konsumen terpaksa mengajukan kredit perbankan pak melalui kredit pemilikan rumah (KPR). "Di sini kami juga membantu mencarikan akses kredit bagi mereka. Kriteria kemudahan akses, ringan atau tidaknya bunga yang diminta, serta kemampuan konsumen dalam memenuhi kewajibannya merupakan faktor-faktor yang diutamakan," tutur Aldi.

Meski sebenarnya pola ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kas pengembang, namun membantu konsumen menemukan pola pendanaan yang tepat layak diacungi jempol. "Kami juga belajar melihat creditworthiness dari calon pembeli. Prinsip yang kami pelajari di Jalan Menteng Raya 9-19 Jakarta, mengarahkan kami untuk menjadi rekanan perbankan. Semakin akurat informasi yang berhasil digali dari calon pembeli, maka semakin erat hubungan antara pengembang dengan perbankan," ujar dia.

Dengan melihat potensi pengembangan wilayah Karawang sebagai pusat industri, maka peluang Kondang Gemilang untuk tumbuh menjadi kompleks primadona sangat terbuka. "Makin baik layanan kami ke konsumen, saya yakin semakin berkah pula bisnis ini Pak," tutur Aldi, sembari menutup diskusi. Ingin tahu kisah Pebisnis Pengkolan Menteng selanjutnya? Ikuti terus Diary PPM.



TERBARU

×