kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / diaryppm

Pentingnya integritas dalam bisnis

oleh Aries Heru Prasetyo - Ketua Program Sarjana PPM School Of Management


Senin, 10 Februari 2014 / 08:00 WIB
Pentingnya integritas dalam bisnis

Reporter: Aries Heru Prasetyo | Editor: cipta.wahyana

MEMBUKA bisnis di era ekonomi bebas saat ini diyakini lebih mudah daripada di masa-masa silam. Dukungan yang besar dari perkembangan teknologi informasi telah mempermudah kegiatan pemasaran produk, tidak cuma di pasar lokal, melainkan juga pasar global.

Hanya dalam hitungan bulanan, seorang pebisnis dapat segera melayangkan produknya ke beberapa negara tetangga. Ia cukup mem-posting secara aktif produk-produknya di dunia maya, maka jumlah pengikut (baca; follower) akan bertambah. Di saat seperti itu, pasar pun mulai tercipta.

Namun tidak demikian halnya dengan mempertahankan eksistensi bisnis dalam jangka panjang. Pada era ekonomi bebas, tidak sedikit bisnis yang sekadar mengikuti tren. Ketika pasar mulai beralih ke produk jenis lain, besar kemungkinan seorang pebisnis menutup kegiatannya. Sebagian kalangan menilai, ini merupakan dampak dari menjalankan bisnis yang musiman.

"Sebenarnya, menjalankan bisnis dengan pola musiman itu ideal atau tidak Pak?" tanya Syahri, seorang pebisnis lele di daerah Jatiasih, Bekasi. Meski terdengar sederhana, cukup sulit menemukan jawaban yang tepat atas pertanyaan tersebut. Bila kita menempatkan esensi manajemen dalam dunia bisnis, pola musiman akan berujung pada ketidakmampuan perusahaan untuk beroperasi dalam jangka panjang.
Sebaliknya, apabila kita hanya melihat pada segi keuntungan, system hit and run dalam kegiatan bisnis seringkali dinilai sebagai suatu hal yang wajar. Menempatkan nilai-nilai dasar manajemen dalam operasionalisasi bisnis yang baru memang bukan hal yang mudah. Cara pandang bahwa eksistensi bisnis bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bersama, baik pemilik, pengelola, karyawan, maupun masyarakat sekitar; merupakan satu dimensi yang membuat pebisnis wajib berpikir dalam jangka panjang.
Dengan pemahaman tersebut, apabila bisnis ditutup, maka tujuan eksistensi tidak akan terwujud secara efektif. Bukan hanya pengusaha semata yang menderita kerugian, namun karyawan serta masyarakat sekitar juga akan menelan pil pahitnya.

Nah, berkaca pada realitas tersebut, mengetahui hal-hal apa saja yang mutlak dibutuhkan agar pebisnis dapat mempertahankan eksistensi usahanya dalam jangka panjang, menjadi sangat krusial.

Berpikir positif
Elemen pertama adalah integritas. Di antara sekian banyak definisi tentang integritas, satu pemahaman yang paling layak digunakan adalah memandang integritas sebagai sebuah komitmen untuk hidup dengan nilai-nilai yang diyakini benar, baik dari kacamata pribadi maupun dalam konteks sosial.

Satu contoh sederhana dari integritas pebisnis muda adalah melakoni bisnis secara utuh. Prinsip turun dan belajar ke lapangan merupakan pengejawantahan paradigma tersebut. "Betul, Pak, jika kami hanya sekadar menjadi bos, kami tidak akan tahu apa-apa," tutur Yehuda Ardhianto, seorang anggota Pebisnis Pengkolan Menteng yang masih berstatus mahasiswa program Sarjana Manajemen Bisnis di sekolah yang terletak di Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat tersebut.

Di lahan yang berukuran sekitar 300 meter persegi, Yehuda, Abimanyu, dan Mohammad Syahri menjalankan bisnis budi daya ayam kampung serta lele, melalui pemanfaatan lahan secara optimal. Satu fakta yang menarik adalah, kendati memiliki beberapa orang karyawan yang membantu kegiatan operasional sehari-hari, mereka tetap tidak tinggal diam. Mereka juga turut aktif dalam proses produksinya.

Tak hanya itu, secara bergantian mereka juga ikut memelihara ternak di malam hari, suatu aktivitas yang menuntut mereka untuk ikut tinggal di area peternakan. "Melalui cara ini, kami menjadi memahami seluk-beluk budidaya dua jenis ternak tersebut Pak," tutur Syahri dengan nada bangga.

Elemen kedua selain integritas adalah kekuatan berpikir positif. Anda pasti ingat dengan konsep misi dan visi perusahaan bukan? Sebuah konsep yang sering difungsikan untuk memberikan arahan yang jelas agar kegiatan operasional perusahaan, sesuai dengan harapan para pendirinya. Hal yang sama juga berlaku ketika suatu usaha masih dalam fase perkenalan. Kekuatan berpikir yang positif akan membangun optimisme pebisnis serta segenap orang yang ada di tim pengelolanya.

Impian akan kesejahteraan yang jauh lebih baik, senantiasa digunakan sebagai alat pemicu semangat untuk berkinerja lebih baik. Anda mungkin akan berkata: "Bagaimana mungkin kita bisa terus membangun pola pikir positif, jika lingkungan makro yang ada, memperlihatkan kenyataan yang sebaliknya?" Harga-harga barang yang melambung tinggi, serta biaya produksi yang meningkat, telah menghimpit kehidupan pebisnis. Apalagi, mereka yang baru memulai.

Kini, saya ingin mengajak Anda untuk berpikir sebaliknya. "Dalam kondisi dan situasi apapun, bisnis harus tetap berjalan. Sebab tidak hanya perekonomian pribadi pemilik saja yang turut ditentukan oleh bisnis itu, melainkan juga nasib segenap karyawan dan konsumen". Di situlah umumnya semangat untuk terus bertumbuh muncul.

Study di lapangan menunjukkan bahwa mekanisme supply dan demand terjadi karena faktor psikologis. Opini yang tercipta kini berperan sangat strategis dalam perekonomian. Jika opini negatif yang terbangun, maka kelesuan pasar akan terjadi. Demikian pula sebaliknya.

Apabila opini positif yang muncul, setiap pemain akan mempunyai semangat untuk memandang hari esok dengan cara yang jauh lebih baik. Dalam situasi sekarang, melahirkan opini yang positif dalam skala domestik bukanlah hal yang sulit. Kita cukup memandang era globalisasi sebagai mitra pertumbuhan perusahaan.

Permasalahan terbesar masa kini cuma: apakah bisnis baru Anda akan dilibas oleh pemain asing, atau bisnis Anda mampu mendikte para pemain asing yang akan masuk ke bumi Nusantara? Di sini, integritas dalam bisnis mutlak dibutuhkan. Ikuti terus Diary Pebisnis Pengkolan Menteng (PPM).



TERBARU

×