kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Kesempatan cuan di Desember dan Januari

oleh Lukas Setia Atmaja - Center For Finance And Investment Research Prasetiya Mulya Business School


Rabu, 17 Desember 2014 / 12:55 WIB
Kesempatan cuan di Desember dan Januari

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: cipta.wahyana

DESEMBER adalah oase buat kita, setelah mengarungi sebuah petualangan selama hampir setahun. Desember ternyata juga bulan yang ramah bagi investor saham. Selama periode 2002-2013, setiap tahun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir Desember selalu lebih tinggi daripada di awal Desember, kecuali tahun 2013, dengan rata-rata kenaikan 4,14%. Hanya di Desember 2013 IHSG menurun sekitar 1,09% (lihat tabel). Sebut saja ini fenomena Desember Ceria.

Fenomena ini juga nampak di bursa saham Amerika Serikat. Sejak tahun 1945, rata-rata kenaikan indeks pasar S&P 500 di bulan Desember sekitar 1,7%. Padahal rata-rata kenaikan harga saham di bulan lain hanya 0,7%. Sejak tahun 1945, S&P 500 juga memberikan imbal hasil positif pada bulan Desember sebanyak 77%.

Di Amerika Serikat (AS) juga ditemukan fenomena menarik yang disebut Santa Claus Rally. Di AS, harga saham pada periode antara Natal dan tahun baru cenderung naik. Dengan sampel periode tahun 1984 sampai 2004, terindikasi kenaikan harga saham rata-rata 5,5% dalam waktu sepekan menjelang tutup tahun.

Saya juga mencoba menghitung kenaikan harga saham dari sehari sebelum Natal hingga akhir tahun selama periode 2002 hingga 2013. Setiap tahun, IHSG sehari sebelum Natal hingga akhir tahun selalu naik dengan rata-rata 1,55%. Artinya Santa Claus berminat juga ikut reli di lintasan balap Bursa Efek Indonesia, meskipun dengan kecepatan lebih lambat dibandingkan di AS.

Bicara Santa Claus Rally, kita harus bicara January Effect juga. January Effect adalah fenomena harga saham, terutama saham perusahaan kecil, biasanya naik sejak sepekan sebelum pergantian tahun hingga dua pekan pertama di bulan Januari.

Fenomena ini sering juga disebut turn of the year effect. Di bursa saham AS, dengan sampel tahun 1950-2004, ditemukan bukti, rata-rata imbal hasil selama 3 minggu periode turn of the year tersebut adalah 14,4%. Angka ini jauh di atas rata-rata imbal hasil 3 pekan hari-hari biasa yang hanya 3,9%.

Saya mencoba menghitung imbal hasil IHSG periode turn of the year ini dengan data sejak Natal 2002 hingga Januari 2014. Dari 12 tahun pengamatan, hanya tiga kali periode ini memberikan imbal hasil negatif, yaitu tahun 2002, 2006 dan 2010.

Rata-rata kenaikan saham jika kita beli saham sehari sebelum libur Natal dan jual pada pertengahan Januari tahun berikutnya adalah 3,03%. Tapi hati-hati jangan sampai terlambat menjual saham.

Jika kita membeli sehari sebelum Natal dan menjual pada akhir Januari tahun berikutnya, imbal hasil melorot menjadi 2,18%. Bahkan dari 8 tahun pengamatan tersebut, 5 kali imbal hasilnya negatif jika kita menunggu hingga akhir bulan Januari. Tentu perlu diingat bahwa riset ini menggunakan IHSG, alias saham seluruh perusahaan yang terdaftar di bursa, bukan hanya saham perusahaan kecil.

Para akademisi mengembangkan berbagai teori untuk menjelaskan anomali di bursa saham menjelang akhir tahun. Misalnya, alasan pajak, window dressing oleh para pengelola dana, pembagian bonus yang meningkatkan daya beli hingga teori bahwa para investor yang pesimis sudah pergi berlibur.

Namun bagi para trader saham yang lebih menarik adalah bagaimana menikmati suasana akhir tahun di bursa saham dan meraup cuan sebanyak-banyaknya. Mereka bisa memilih salah satu dari tiga strategi, yaitu menikmati Desember Ceria, ikut balapan Santa Klaus, atau memanfaatkan January Effect. Namun cuan yang paling tinggi justru jika membeli di awal Desember dan menjual di pertengahan Januari, rata-rata 5,67%.

Bagi para investor jangka panjang, sebaiknya pergi berlibur dan mulai masuk di akhir Januari, saat harga saham biasanya mengalami penurunan.



TERBARU

×