kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / siasatbisnis

Demam Uber

oleh Jennie M. Xue - Kolumnis internasional serial entrepreneur, pengajar bisnis berbasis di California, aktif di blog JennieXue.com


Senin, 02 Februari 2015 / 16:40 WIB
 Demam Uber

Reporter: Jennie M. Xue | Editor: edy.can

Fenomena taksi Uber jadi perbincangan dunia. Uber kini dihargai US$ 18 miliar. Padahal Uber hanya aplikasi smartphone berbasis iPhone dan Android yang berfungsi memanggil kendaraan beroda empat di 128 kota dan 37 negara, termasuk Jakarta. Akankah demam Uber menggantikan taksi legal dan taksi gelap yang ada di Indonesia, bahkan dunia?

Dalam kultur Indonesia, dikenal taksi gelap alias mobil pribadi yang disewakan per perjalanan, per hari, bahkan per minggu atau per bulan lengkap dengan sopir. Harga sewa berdasarkan negosiasi dengan pemilik atau pengendara. Berbeda dengan taksi legal yang menggunakan argometer berdasarkan kilometer atau menit.

Uber sendiri memberikan kesempatan berbisnis bagi siapa saja yang memiliki mobil yang berjalan dengan baik dan representatif sebagai kendaraan sewaan. Jadi, siapa saja bisa dengan mudah mendaftarkan diri melalui website Uber be a driver di kota yang dipilih.

Bahkan, apabila Anda berdomisili di kota yang belum dicakup oleh Uber, penetrasi pasar terbaru dibukakan oleh new driver itu.

Dengan kata lain, konsep bisnis Uber sangat jenial atawa ramah. Bayangkan, tanpa perlu memiliki aset kerja berupa mobil ataupun limousin, Uber Corporation bisa melakukan penetrasi pasar dengan mengonsolidasikan pemilik, pengendara, konsumen, dengan kendaraan.

Dengan bermodalkan sebuah aplikasi unik, Uber Corporation kini merajai dunia dengan konsep bisnis disrupsi yang mengguncangkan model bisnis penyewaan taksi ataupun limousin dunia.

Penggunaan aplikasi smartphone yang semakin tanpa batas ini, planet bumi kini semakin menyatu, sebagaimana diharapkan oleh Profesor Teori Astrofisika Michio Kaku dari The City College of New York (CUNY). Dan ini membawa pro dan kontra tersendiri bagi dunia bisnis dan para entrepreneur.

Para desainer aplikasi-aplikasi smartphone yang merupakan kombinasi entrepreneur dan ahli teknologi informasi, mempunyai kans untuk go internasional yang sangat besar. Dunia sudah tanpa batas, sepanjang koneksi internet berjalan dengan baik dan smartphone semakin populer dengan harga terjangkau di masyarakat.

Valuasi Uber kini mencapai US$ 18 miliar, sehingga telah melebihi nilai valuasi Alcoa, Tiffany, dan Whole Foods. Bahkan angka ini melebihi perusahaan penyewaan mobil kawakan Hertz dan Avis yang telah lama dikenal di dunia internasional.

Angka valuasi ini menimbulkan tanda tanya apakah gelembung internet sudah semakin gendut sehingga siap untuk pecah lagi seperti di tahun 2001 yang silam?

Di Amerika Serikat sendiri, dalam satu tahun industri taksi dan limousin sewaan mencapai US$ 11 miliar. Di kota-kota metropolis seperti London dan New York City, setiap orang rata-rata menghabiskan dana sekitar US$ 250 per tahun untuk biaya taksi dan limousin.

Uniknya, menurut para pakar valuasi bisnis, nilai US$ 18 miliar untuk saham Uber masih terlalu murah. Pernyataan ini jelas menarik dan mencengangkan bukan?

Omzet Uber sendiri berlipat ganda setiap enam bulan. Pada tahun 2013, nilai booking melalui Uber senilai US$ 1 miliar. Dengan asumsi keuntungan 20% , yaitu sekitar US$ 200 juta.

Saat ini, bisa diperkirakan, keuntungan Uber telah mencapai US$ 800 juta per tahun. Fantastis!

Ide sederhana yang bekerja dengan baik, terutama di era resesi global yang menyebabkan kepemilikan mobil semakin tidak dilirik. Mereka yang memiliki mobil namun tidak bekerja, kini mempunyai lapangan kerja baru sebagai supir Uber. Mengingat angka pengangguran internasional sangat tinggi.

Dalam satu bulan, Uber membukakan 20.000 kesempatan kerja alias menjadi sopir Uber di seluruh dunia. Di AS, seorang sopir Uber penuh waktu yang bekerja selama 8–10 jam per hari bisa menghasilkan US$ 90.000 per tahun. Bandingkan dengan supir taksi legal yang hanya menghasilkan sepertiganya plus tip.

Dalam pengembangan Uber ini, ada UberX yang menjadi bagian dari Uber untuk menjangkau pasar kelas menengah dengan kendaraan efisien komuter. Dan CEO Uber Travis Kalanick berkeyakinan, ceruk bisnis ini sangat empuk dibidik. Khususnya di negara-negara maju yang sedang mengalami resesi global.

Mengapa? Karena cost-effective-nya, car-on-demand ala Uber merupakan substitusi ideal bagi kepemilikan mobil. Biaya cicilan, depresiasi, bensin, bunga kredit pinjaman, asuransi, perbaikan dan perawatan, serta registrasi mobil per tahun untuk kendaraan ekonomis mencapai US$ 9.000. Adapun biaya sewa UberX per tahun untuk penggunaan ekonomis alias tidak terlalu sering hanya sekitar US$ 6.000 per tahunnya.

Uber memberi solusi untuk tenaga kerja dan efisiensi biaya secara global. Juga membuka bab baru bisnis-bisnis on-demand dalam sharing economy, sebagaimana AirBnB dengan sharing akomodasi.



TERBARU

×