kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Reksadana saham vs investasi langsung di saham

oleh Budi Frensidy - Pengamat Pasar Modal dan Pasar Uang


Rabu, 18 Maret 2015 / 13:37 WIB
Reksadana saham vs investasi langsung di saham

Reporter: Budi Frensidy | Editor: edy.can

Sebagai analis fundamental, saya cukup sering menerima pertanyaan dasar, Untuk memperoleh return tinggi, sebaiknya kita berinvestasi langsung di pasar saham atau melalui reksadana saham? Investasi semua aset, baik riil maupun finansial, mengharuskan kita membandingkan antara nilai dan harga. Langkah ini tak mudah.

Tidak seperti harga aset yang terpampang dengan sangat jelas di hadapan kita, nilai aset tidak ada yang tahu berapa pastinya. Kita semua hanya dapat mengestimasi. Salah satunya dengan alat yang bernama analisis fundamental.

Sama seperti investor lain, yang dilakukan manajer investasi adalah juga estimasi. Jika nilai sebuah aset lebih tinggi daripada harga yang ditawarkan, maka aset itu dinilai kerendahan atau undervalued dan aset itu menjadi layak dibeli.

Sebaliknya, jika nilai aset di bawah harga, kita mengatakan aset itu sudah kemahalan atau overvalued. Untuk aset yang kemahalan ini, kita sebaiknya segera menjualnya jika memiliki, atau menghindari. Penjelasan lain, harga itu adalah sesuatu yang kita bayarkan. Sedangkan nilai adalah sesuatu yang kita dapatkan.

Sebagai ilustrasi, di dunia kerja ada harga untuk seorang sarjana yang baru lulus dari perguruan tinggi, yaitu gaji yang akan ditawarkan perusahaan.

Sarjana baru akuntansi misalnya, berharga Rp 5,2 juta per bulan, di luar uang lembur. Itu jika dapat diterima di salah satu kantor akuntan publik (KAP) The Big Four di Jakarta.

Ketika memberikan gaji sebesar ini, KAP itu sudah mengetahui, nilai pegawai baru tersebut lebih besar daripada angka tersebut. Tidak semua yang melamar kerja di KAP itu akan diterima, karena KAP hanya akan merekrut sarjana yang nilai buat perusahaan di atas gaji yang dibayarkan.

Di mata lulusan baru juga terjadi proses sama. Mereka yang merasa nilai dirinya jauh di atas gaji (harga) yang ditawarkan perusahaan, tak akan bersedia bergabung dengan kantor itu. Mereka mencari perusahaan lain yang menghargai dirinya lebih tinggi.

Karenanya, dalam jangka panjang, harga seseorang akan konvergen dengan nilai diri orang itu. Hal yang sama terjadi untuk saham, harga akan konvergen ke nilai.

Kembali ke pertanyaan awal. Jika Anda bukan investor pemula, rekomendasi untuk Anda, berinvestasilah di saham secara langsung. Sebab, sedikitnya ada lima kelemahan berinvestasi melalui reksadana saham.

Pertama, Anda tidak akan memperoleh dividen. Dividen yang diperoleh reksadana saham akan direinvestasikan dalam saham dan tidak dibagikan. Besar dividend yield ini rata-rata 2% per tahun untuk saham-saham LQ-45.

Kedua, reksadana saham sering mengenakan subscription fee, redemption fee, dan management fee. Biaya ini tidak dialami investor saham. Beberapa reksadana hanya dapat dibeli di bank sebagai agen penjual, yang tentunya ada biaya tambahan.

Ketiga, para manajer investasi pengelola reksadana saham umumnya menerapkan strategi aktif dengan mengandalkan analisis teknikal. Akibat strategi dan pendekatan ini, mereka sering bertransaksi, sehingga biaya transaksi menjadi besar. Tidak mengherankan jika sebagian besar reksadana saham hanya mampu memberikan return (kenaikan NAB) di bawah return pasar (IHSG). Ini karena umumnya reksadana saham hanya mengoleksi saham-saham LQ-45 yang kenaikan harganya lebih sering kalah dibandingkan IHSG.

Jadi, sudah tidak dapat dividend yield, capital gain investor dalam reksadana saham juga lebih rendah dibandingkan dengan yang diperoleh investor saham langsung, dengan strategi pasif menggunakan analisis fundamental.

Dalam periode 3 tahun terakhir (tahun 2012-2014), 71 reksadana saham yang tercatat, hanya memberikan return rata-rata 35,5% dengan median 33,6%. Sementara IHSG tumbuh 36,8% dan indeks LQ-45 naik 33,4%. Hanya 28 reksadana yang mampu mengalahkan IHSG dan 36 reksadana yang di atas indeks LQ-45.

Jika yield dividen 2% setahun diperhitungkan, tersisa hanya 15 reksadana (21%) yang mengungguli pasar.

Hasil yang lebih buruk akan kita dapatkan untuk kinerja lima tahun terakhir dengan return rata-rata 84,2% dan median 81,7%.

Hasil ini hanya sedikit di atas kenaikan indeks LQ-45 yang 80,3%, tetapi jauh di bawah pertumbuhan IHSG yang mencapai 106,2%. Hanya 11 dari 52 reksadana yang ada (21%) yang kinerjanya di atas IHSG dan tinggal 4 (8%) saja yang lebih baik dari pasar, jika yield dividen 2% setahun ditambahkan.

Keempat, sebagai investor saham langsung, Anda dapat menerapkan prinsip dasar investasi buy what you know and know what you buy, seperti anjuran Peter Lynch. Manajer investasi, karena harus mengoleksi minimal belasan saham dan menerapkan analisis teknikal dan momentum, kadang mengabaikan prinsip utama ini.

Kelima, manajer investasi reksadana saham umumnya menerapkan strategi diversifikasi agar risikonya minimum dan beta portofolionya berkisar di angka satu. Investor saham langsung juga dapat melakukan ini sendiri, jika dia setuju dengan strategi diversifikasi. Tetapi dia mempunyai pilihan lain, yaitu fokus jika dia ingin memaksimalkan return.

Intinya, untuk saham, Anda dapat menjadi manajer investasi untuk dana sendiri. Anda dapat memperoleh dividen, bebas memilih strategi fokus atau diversifikasi, aktif atau pasif, tidak kena fee masuk, fee manajemen, dan fee keluar, serta dapat menerapkan prinsip dasar investasi ala Peter Lynch.



TERBARU

×