kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / siasatbisnis

Di balik nama besar Marriott

oleh Jennie M. Xue - Kolumnis internasional serial entrepreneur dan pengajar, bisnis, berbasis di California


Senin, 23 Maret 2015 / 13:18 WIB
Di balik nama besar Marriott

Reporter: Jennie M. Xue | Editor: tri.adi

Jika Anda tinggal di kota-kota besar, tentu akan mengenal merek Marriott. Ya, nama ini merupakan salah satu brand terkemuka di bisnis perhotelan.

Marriott International (NASDAQ: MAR) mempunyai 18 merek ternama di 80 negara, 4087 properti dan 697.000 kamar. Bagi konsumen, Marriott hotels dikenal legendaris dengan servis, desain, dan interiornya. Di antara para kompetitor di bisnis ini, Marriott dikenal dengan indoktrinasi yang mendalam dan kerja tim yang erat.

Keberanian Marriott untuk bekerja sama dengan pemilik properti di negara-negara berisiko, menunjukkan daya tahan akan risiko yang tinggi. Lokasi-lokasi berisiko yang dimaksud termasuk: negara yang syarat dengan konflik seperti Irak, Libia, Rwanda, Mesir, Pakistan, India, dan Indonesia. Indonesia termasuk negara berisiko bagi jaringan hotel ini, karena tentu kita masih ingat ledakan bom di hotel Marriott dan Ritz-Carlton di Jakarta tahun 2009 silam.

Raksasa hotel internasional ini didirikan oleh John Willard Marriott pada tahun 1927. bisnis ini dengan diawali dengan pendirian kios root beer di kawasan Washington DC. Hotel pertamanya bernama Twin Bridges Marriott Motor Hotel di Arlington, Virginia.

Hotel keduanya juga berlokasi di kota yang sama. Kini, Marriott International dipimpin oleh JW (Bill) Marriott, Jr bersama CEO Arne Sorenson telah berubah menjadi raksasa bisnis perhotelen di tingkat global.

Beberapa catatan yang layak menjadi perhatian kita di balik nama besar ini di antaranya. Pertama, merek-merek legendaris servis berkelas dunia milik Marriott International dijaga secara profesional dengan riset manajemen dan upgrade terus-menerus.

Saat ini portofolio merek mereka adalah: Marriott Hotels & Resorts, JW Marriott Hotels & Resorts, Renaissance Hotels & Resorts, EDITION Hotels, Autograph Collection, Courtyard, AC Hotels by Marriott, Residence Inn, Fairfield Inn, Marriott Conference Centers, TownePlace Suites, SpringHill Suites, Marriott Vacation Club International, The Ritz-Carlton, Marriott ExecuStay, dan Marriott Executive Apartments

Riset manajemen berupa analisis bisnis dilakukan terus-menerus di setiap titik pelayanan, yang dimulai dari pembuka pintu mobil alias "doorman" yang membawakan koper ke resepsionis, concierge, dan bell captain.

Tak hanya itu, analisis layanan juga dilakukan hingga ke tim manajemen yang dengan standar greeting dan pelayanan yang premium. Marriott dikenal dengan regulasi pricing seragam dan servis yang tinggi nilainya.

Catatan kedua, indoktrinasi tim dalam setiap kesempatan, terutama dalam briefing dan meeting. Standar panggilan bagi setiap pegawai adalah ladies and gentlemen. Greeting "salam pembuka" yang dilontarkan kepada para tamu juga telah distandarkan, sehingga keramahtamahan yang merupakan soft skill karyawan, mempunyai ekspektasi seragam.

Ketiga, optimasi desain dan flow sehingga mempunyai revenue per meter persegi yang tertinggi di dalam industri perhotelan. Misalnya, desain beberapa lobi Marriott kini berbentuk oval dan sirkular dengan bar yang menyajikan minuman koktail dan moktail. Desain seperti ini mengikuti perilaku konsumen yang lebih merasa nyaman dengan bentuk lingkaran sehingga percakapan lebih lancar sehingga konsumsi lebih banyak.

Keempat , mengenal perilaku konsumen dengan analisis data secara computerized. Penerapan harga berdasarkan prinsip demand and supply yang profesional dan tanpa tawar-menawar.

Marriott hotels mengondisikan konsumen mereka dengan program dan harga yang telah ditetapkan oleh manajemen walaupun juga menggunakan software real-time yang memberikan informasi harga terkini dari kompetitor di sekitar. Bisa dipahami mengapa Marriott International beromzet dua kali lipat lebih besar ketimbang grup hotel lainnya.

Kelima, menciptakan pengalaman baik yang akan selalu diingat oleh konsumen. Ini membutuhkan pelatihan berkesinambungan dan indoktrinasi ala "ten commandments" para staf yang memberikan standar emas dalam dunia perhotelan. Terlepas dari merek dan pangsa pasar yang hendak dibidik, Marriott mengutamakan servis.

Marriott International juga dikenal sebagai bisnis yang mengandalkan lokasi dengan pemilihan poin-poin strategis nan prima. Di Mumbai misalnya, lokasi Marriott Hotel bersebelahan dengan pusat perfilman Bollywood, sehingga suplai pelanggan selalu mengalir. Di Jakarta, Marriott Hotel dan Ritz-Carlton bersebelahan di Mega Kuningan, yang dirancang sebagai pusat bisnis era modern ala Orchard Road.

Di balik nama besar Marriott International, disiplin dan indoktrinasi untuk memberikan servis terbaik kepada pelanggan terus-menerus mereka jalankan. Risiko bisa diperkecil dengan standar manajemen dan servis terbaik serta suplai pelanggan di titik-titik sibuk lokasi.

Status premium membutuhkan kerja keras dan kerja tim yang kompak.



TERBARU

×