kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / financialwisdom

Memutus generasi sandwich

oleh Eko P. Pratomo - Senior Advisor PT BNP ParibasInvestment Partners


Selasa, 21 April 2015 / 13:56 WIB
Memutus generasi sandwich

Reporter: Eko P. Pratomo | Editor: tri.adi

Pernah mendengar istilah "sandwich generation"? Mungkin sebagian dari kita, yang berusia 40 tahun-60 tahun, berada pada generasi sandwich, yakni generasi yang harus mendukung (mengurus) secara finansial dua generasi sekaligus, yang di bawah yaitu anak-anak kita dan yang di atas, yakni orang tua kita.

Tentu menjadi kebahagiaan tersendiri yang harus disyukuri jika kita memiliki kemampuan finansial menjalani peran sebagai generasi sandwich, mampu menghidupi anak-anak sekaligus orang tua yang menjadi tanggungjawab kita. Ini menjadi amal kebaikan yang akan mendatangkan pahala besar.

Namun pertanyaan selanjutnya apakah kita juga berharap kelak anak-anak kita akan melanjutkan dan mengganti peran kita sebagai generasi sandwich. Selain menghidupi anak-anak mereka sendiri, masih harus menghidupi kita sebagai orangtua yang tidak lagi produktif atau pensiun?

Dalam kondisi ekonomi semakin kompleks, kebutuhan dan biaya hidup terus meningkat karena gaya hidup dan inflasi, generasi sandwich ini harus dihentikan alias diputus. Bukan diputus dengan tidak lagi memberi dukungan finansial ke orang tua kita (jangan pernah dilakukan, selama kita mampu). Namun dengan memandirikan diri secara finansial ketika kita pensiun. Sehingga, anak-anak kita kelak tak harus menanggung kehidupan orang tua mereka, cukup kehidupan keluarga dan anak-anak mereka.

Menjadi beban yang semakin berat bagi anak-anak kita kelak, jika generasi sandwich ini terus berlanjut. Dengan kebutuhan dan harga-harga terus meningkat, untuk menghidupi keluarga mereka sendiri saja kelak sudah sangat berat.

Bagaimana cara menghentikan dan memutus generasi sandwich ini? Salah satunya, kita harus mempersiapkan diri mempersiapkan masa pensiun sedini mungkin. Persiapan pensiun bukan sekadar persiapan finansial, juga persiapan fisik, mental, spiritual, aktivitas, pertemanan dan lain-lain, agar di usia tua nanti, kita tetap bisa mandiri. Persiapan-persiapan di atas sering tidak cukup bila dilakukan menjelang pensiun di usia 50-an.

Sudahkah kita melakukannya? Terlambat? Tidak ada kata terlambat untuk berupaya mandiri di hari tua. Masih lebih baik terlambat daripada tak mempersiapkan sama sekali, jika tidak ingin anak-anak kita juga menjadi generasi sandwich.

 



TERBARU

×