kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Menjinakkan harga BBM agar tak sampai Rp 25.000

oleh Satrio Utomo - Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Twitter: @RencanaTrading


Rabu, 22 April 2015 / 13:20 WIB
Menjinakkan harga BBM agar tak sampai Rp 25.000

Reporter: Satrio Utomo | Editor: tri.adi

Bagi saya, Revolusi Mental itu belakangan berarti "revolusi gak kira-kira". Pemerintah semangat "melakukan apa yang terbaik" atau "melakukan apa yang benar", tapi sering tak diikuti komunikasi yang baik. Hasilnya jelas: jangan heran jika barisan haters di dunia maya tetap panjang. Ide "Demo Turunkan Jokowi" masih laku dijual di sebagian kalangan mahasiswa.

Tentu saja, harga BBM Rp 25.000 per liter bukan literally. Bukan sesuatu yang bisa tercapai dalam waktu dekat. Akan tetapi, melihat gaya pemerintah dalam mengelola isu BBM, saya kira, harga BBM Rp 25.000 bukan sesuatu yang tak mungkin.

Jumat kemarin, Tim Riset Harian Kontan menghitung harga keekonomian premium. Kualitas hitungannya bagus dan detail: ada harga indeks pasarnya, alphanya, biaya distribusinya, pajaknya. Dari hitungan itu, harga keekonomian BBM Rp 7.775,33. Tapi realitanya: pemerintah tak mengubah harga BBM pada 15 April lalu. Nanti kita tunggu hitungan Tim Riset Kontan di 24 April. Apakah prediksinya sejalan laju harga BBM Subsidi.

Perbedaan antara harga yang dihitung khalayak (seperti oleh Tim Riset Kontan) dan harga BBM yang sebenarnya adalah cermin kurangnya transparansi penetapan harga BBM. Penggunaan Mean Oil Platts Singapore (MOPS), yang data historisnya tak tersedia terbuka untuk publik, membuat harga BBM sulit dihitung oleh siapa pun. Belum lagi masih banyak faktor lain yang menambah bingung, seperti volatilitas rupiah dan kalimat bersayap para pejabat negara. Karena tak bisa dihitung, harga BBM tidak bisa diantisipasi. Analis bingung, wartawan bingung, rakyat turut bingung.

Kondisi ini yang membuat efek kenaikan harga minyak dunia saat ini bakal lebih buruk ketimbang perkiraan semua orang. Memang, harga BBM Rp 25.000 hanya bisa terjadi jika harga minyak naik di atas US$ 120 per barel. Namun, kalau kita melihat harga BBM saat ini sebesar 16% dari harga November 2014, sedangkan rata-rata harga minyak saat ini masih 30% di bawah rata-rata harga minyak di bulan yang sama, bagaimana kalau harga minyak kembali ke harga November 2014? Bagaimana jika harga minyak kembali ke US$120-US$150? Apakah mungkin harga BBM Rp 25.000?

Kebijakan pemerintah menghilangkan subsidi BBM cukup tepat. Bayangkan: untuk 2014, subsidi BBM sudah Rp 246,5 triliun. Angka ini hanya sedikit lebih kecil dari nilai surat berharga negara yang diterbitkan pemerintah mencapai Rp 265 triliun.

Pola ini yang kemudian ingin diubah oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pemerintah ingin rakyat lebih sejahtera melalui pembangunan infrastruktur, kelautan dan perekonomian. Itu yang membuat pemerintah berusaha mengurangi subsidi BBM secara drastis dan kemudian mengalokasikannya ke hal lebih berguna.

Rakyat Indonesia sudah biasa menghadapi guncangan. Mulai perang kemerdekaan 1945, pergolakan 1965, Reformasi dan krisis ekonomi 1997. Pertanyannya: memang rakyat mau jika diguncang-guncang terus?

Guncangan terhadap harga BBM sebenarnya bisa diperlunak dengan melakukan berbagai cara. Rakyat perlu "disiapkan" menghadapi perubahan harga. Bisa menggunakan indeks harga minyak yang lebih terbuka, seperti minyak Brent atau ICP.

Pemerintah juga bisa tetap memakai harga MOPS, tapi dengan syarat harga rata-rata MOPS diumumkan langsung setelah periode penghitungan selesai, sebelum harga diumumkan. Misalnya: untuk harga BBM bulan Juni, maka dihitung berdasarkan harga rata-rata MOPS 25 April -24 Mei. Harga rata-rata MOPS ini diumumkan 25 Mei. Setelah itu, harga BBM diumumkan 26-31 Mei.

Saya masih sulit menerima logika kenaikan harga BBM di akhir Maret lalu sebesar Rp 500. Saya kaget, terutama karena pemerintah kemudian mention masalah faktor pelemahan rupiah, hal yang sebelumnya terlewatkan oleh saya. Setelah melihat Peraturan Menteri ESDM tentang BBM Subsidi, saya baru sadar itu berbeda dengan Peraturan Presiden sebelumnya.

Di Perpres, yang secara tersurat menentukan perubahan harga BBM hanya Indeks Harga, sedangkan di Permen diperjelas yang berpengaruh adalah harga indeks minyak (bukan MOPS) dan nilai tukar. Dalam pelaksanaannya, Menteri ESDM ternyata lebih menekankan MOPS dan pelemahan nilai rupiah. Ini yang menjadikan saya kurang siap terhadap kenaikan harga BBM Rp 500.

Untuk menghindari masalah volatilitas rupiah terhadap dollar AS, sebaiknya pemerintah memakai rupiah yang dipatok tetap terhadap dollar AS. Toh sebenarnya, rupiah saat ini undervalue. Apalagi, asumsi nilai tukar di APBN-P masih di level Rp 12.500 per dollar AS.

Cara itu bisa meringankan beban masyarakat yang saat ini sudah terhimpit kenaikan harga minyak. Tak masalah jika rakyat harus menanggung beban dari harga minyak internasional yang merupakan variabel pasar. Tapi jangan bebani rakyat dengan pelemahan rupiah yang sebagian merupakan kesalahan angkatan yang lalu.

Saat ini mungkin kita tidak terbayang harga BBM lebih dari Rp 15.000 karena memang belum pernah. Tapi saya merasa untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat terutama kepada rakyat kecil, perlu dibuat suatu batas, bahwa harga BBM tak akan melewati harga tertentu. Ini membuat masyarakat paham pemerintah masih melindungi mereka.

Harga BBM premium, kalau hanya Rp 15.000, itu masih bisa dikatakan sebagai fenomena normal. Kalau kita melihat harga minyak internasional saat ini hanya setengah harga minyak di tahun lalu, rasanya kenaikan harga premium hingga Rp 15.000 sebuah keniscayaan. Namun, dengan semua 'tambahan' sebagai akibat dari 'kreativititas' para pelaksana lapangan, harga tersebut bukannya tak mungkin menjadi Rp 25.000.

Pertanyaannya sekarang: Siapkah Bapak Presiden jika harga BBM mencapai Rp 25.000? Siapkah rakyat jika harga BBM mencapai harga Rp 25.000? Plus, pertanyaan utamanya: Haruskah semua beban itu ditimpakan ke pundak rakyat?

Itu adalah pertanyaan yang Anda sendiri punya jawabannya di kepala masing-masing. Tapi, menurut saya, sebaiknya pemerintah melakukan langkah antisipasi agar tak terjadi gejolak di masyarakat.



TERBARU

×