kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

GCG dan pemegang saham seumur hidup

oleh Lukas Setia Atmaja - Chairman Department of Finance Prasetya Mulya Business School


Senin, 19 Maret 2012 / 00:00 WIB
GCG dan pemegang saham seumur hidup

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: djumyati

Suatu ketika saya melihat tulisan di belakang sebuah bus malam, “Jika Supir Ugal-Ugalan Membawa Bus ini, Silakan Lapor ke Kami di 08xxxxxxxxx”. Ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki tanggung jawab (responsibility) kepada masyarakat, dengan mematuhi peraturan dan undang-undang yang berlaku saat menggunakan jalan umum. Tindakan ini sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance atau GCG).

Tentu kita langsung teringat dua kasus pilot Lion Air yang tertangkap menggunakan obat terlarang. Kejadian ini sangat merugikan Lion Air karena kepercayaan masyarakat pasti menurun. Reputasi baik yang sudah dibangun bertahun-tahun tercoreng. Jika tidak segera ditangani dan kasus serupa terjadi lagi, apalagi sampai ada kecelakaan fatal, kita boleh mengkhawatirkan kelangsungan hidup perusahaan.

Di pasar modal, selalu ada investor saham dengan horizon investasi jangka panjang, minimal lima tahun atau dalam satu siklus bisnis. Mereka menjalankan strategi buy and hold (beli dan simpan), baik secara langsung maupun melalui reksadana saham.

Jumlahnya mungkin tidak sebanyak trader saham yang merasa bisa lebih kaya dengan bertransaksi saham secara jangka pendek. Strategi buy and hold diyakini lebih rendah risikonya dibandingkan trading saham, dan risiko investasi semakin turun seiring dengan semakin panjangnya waktu memegang saham (Malkiel, 1999).

Seperti pesan Warren Buffett kepada para pemegang saham Berkshire Hathaway, perusahaan yang mayoritas sahamnya ia miliki, pada 1988, "Our favorite holding period is forever". Maklumlah, Buffett membeli saham dengan mind-set membeli sebuah bisnis. Meminjam cara berpikir para pemilik bisnis keluarga, jika bisnis yang dimiliki bagus, mengapa harus dijual? Bukankah kita bisa menikmati pembagian dividen dan menikmati kenaikan harga saham?

Jangan pandang sebelah mata strategi buy and hold. Ambil contoh, jika Anda membeli saham PT Astra Internasional Tbk di tahun 1997 seharga Rp 700 per saham. Kini harganya sudah mencapai Rp 74.000 per saham, memberikan imbal hasil 40% setahun. Ini belum memperhitungkan dividen.

Kita bisa menjadi pemegang saham dengan horizon seumur hidup. Artinya, kita hanya akan menjual saham jika ada kebutuhan besar yang sudah direncanakan, seperti mendanai pendidikan anak di luar negeri, menutup kebutuhan hidup saat pensiun, dan sebagainya.

Namun, para pemegang saham “seumur hidup” sebaiknya mempertimbangkan beberapa faktor saat berinvestasi di saham. Pertama, pastikan bahwa kita menggunakan dana bebas alias free cash flow, bukan dari utang yang ada jatuh temponya. Seberapa lama bebasnya dana tersebut tergantung pada perencanaan kebutuhan di masa mendatang. Misalnya, kita membutuhkan dana 10 tahun lagi saat kita mulai pensiun.

Kedua, apakah perusahaan memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage)? Apa yang dimiliki perusahaan, dan disukai pelanggan, namun tidak dimiliki oleh perusahaan pesaing?

Inilah yang membedakan Kentucky Fried Chicken dari penjual ayam goreng lainnya, atau yang membedakan Coca Cola dari minuman tidak bersoda di seantero jagat. Competitive advantage ini penting karena melindungi perusahaan dari kerasnya persaingan serta perubahan lingkungan bisnis. Ia menjaga pertumbuhan pendapatan dan pertumbuhan laba bersih pertumbuhan. Intinya, competitive advantage meningkatkan probabilitas sebuah perusahaan bisa panjang umur (sustainable).

Ketiga, aspek GCG sebuah perusahaan. Percuma kita menyimpan saham perusahaan tersebut jika suatu ketika perusahaan bangkrut karena kecerobohan manajemen. Ambil contoh, Lehman Brothers, perusahaan jasa keuangan global, yang terpaksa mati di usia 158 tahun karena manajemen mengabaikan prinsip GCG.

Dari sisi keuangan, corporate governance akan berdampak terhadap nilai perusahaan melalui biaya modal perusahaan. Semakin bagus penerapan GCG, semakin rendah risiko yang dipersepsi oleh investor. Karena risiko berbanding lurus dengan imbal hasil yang disyaratkan investor (biaya modal), perusahaan yang menerapkan GCG diharapkan bisa memperoleh modal dengan lebih murah. Dalam model valuasi perusahaan menggunakan metode discounted cash flow, nilai perusahaan adalah ekspektasi arus kas perusahaan dibagi dengan biaya modal. Jika angka pembagi mengecil, nilai perusahaan diharapkan naik.

Kita bisa mencermati apakah perusahaan yang akan kita beli menjalankan prinsip-prinsip GCG, antara lain meliputi transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independen, dan keadilan. Jika perusahaan tersebut mempunyai catatan jelek dalam satu dari lima hal tersebut, lupakan sahamnya.

Memilih saham untuk investasi seumur hidup ibarat seperti memilih pasangan hidup. Dalam istilah Jawa, kita harus mempertimbangkan bibit (asal-usul), bebet (keluarga, lingkungan), dan bobot (kepribadian dan nilai-nilai yang dimiliki). Dalam bahasa manajemen bisnis, istilahnya adalah competitive advantage dan corporate governance.



TERBARU

×