kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / siasatbisnis

Mengenali daya saing jangka panjang

oleh Jennie M. Xue - Kolumnis internasional serial entrepreneur, pengajar bisnis berbasis di California, aktif di blog JennieXue.com


Senin, 08 Juni 2015 / 14:19 WIB
Mengenali daya saing jangka panjang

Reporter: Jennie M. Xue | Editor: tri.adi

Tahukah Anda apa sebenarnya yang dimaksud dengan daya saing jangka panjang suatu bisnis? Bisa jadi jawaban yang tepat saat ini adalah integritas dan kultur.

Integritas dan kultur ini memang mampu membawa suatu bisnis melampaui performance kompetitorkompetitornya. Namun dua hal ini cukup sering luput dari pengamatan. Dan memang sulit untuk diamati.

Sebagai contoh, taksi Blue Bird masih merajai dunia pertaksian di Indonesia. Begitu juga PayPal masih merupakan online payment processor terbesar. Integritas dan kultur profesional adalah dua kuncinya.

Perhatikan bisnis-bisnis yang bertahan selama beberapa generasi. Dua faktor ini biasanya hadir dalam berbagai bentuk.

Integritas yang telah mengkristal menjadi kultur. Namun tidak semua kultur memberi tempat bagi integritas. Suatu perusahaan dengan kultur berbasis integritas sangat ideal, karena ini berarti transparansi dan akuntabilitas untuk aktivitas dan keputusan lainnya. Transparansi memberi tempat bagi berbagai aktivitas manajemen untuk bergerak dengan baik.

Dalam bisnis, kultur yang baik merupakan aset tidak ternilai. Inilah yang bisa menyelamatkan perusahaan dalam kesulitan ketika angka-angka tidak lagi mencukupi.

Donald Trump, misalnya, ketika masa-masa sulitnya di tahun 1980an dengan jumlah hutang nyaris tak terbayarkan senilai US$ 900 juta, ia masih mampu meyakinkan para investor untuk memberikan pinjaman dalam bentuk bridge loan untuk jangka waktu pendek. Integritasnya menjadi dewa penolong.

Kultur perusahaan dapat diamati dengan gaya interaksi antara manajemen dengan pegawai, antaranggota tim manajemen, antar pegawai, dan antara tim manajemen dengan para pemegang saham serta stakeholder. Ya, kultur erat hubungannya dengan soft skills dan pilihan-pilihan setiap individu.

Tata krama, gaya bicara, gaya menyapa, komunikasi dua arah, dan perasaan membentuk suasana, sehingga tercipta suatu gelembung di mana kesatuan dan hubungan kebersamaan terasa. Kultur merupakan unsur pemersatu yang diimajinasikan dan dirasakan.

Perusahaan dengan kultur kreatif, inovatif, dan berintegritas tinggi memupuk daya pikir tajam dan jernih. Dua kunci akselerasi bisnis internal. Bayangkan kultur integritas ini sebagai cadangan aset tidak kasat mata atawa intangible, yang bisa di-cash out saat dibutuhkan.

Dalam dunia bisnis, ini dikenal sebagai good faith dan goodwill. Wal-Mart, misalnya. Perusahaan ini dikenal dengan gaji rendah bagi para pegawainya.

Bahkan hanya sebatas gaji minimum yang ditetapkan oleh negara bagian. Dengan terpaksa, para pegawai Wal-Mart meminta benefit bagi warga tidak mampu dari negara AS. Ini merupakan bentuk pemberatan fiskal terhadap publik oleh perusahaan swasta.

Costco dan Starbucks sebaliknya sangat baik dalam memperlakukan para pegawai mereka. Asuransi kesehatan terbaik dan jam kerja manusiawi serta gaji memadai membentuk kultur bekerja dengan gembira dan positif.

Merek Wal-Mart yang sesungguhnya cukup positif di masa jaya Sam Walton, kini dipandang tidak fair dan mengambil keuntungan dari pajak publik. Belum lagi kekayaan keluarga Walton sebesar US$ 144,7 miliar merupakan tamparan bagi para pegawai. Kultur Wal-Mart yang tampaknya lebih mementingkan dividen bagi para pemegang saham berdampak negatif terhadap kultur perusahaan retail AS.

Hari ini, Wal-Mart masih mempunyai merek yang cukup kuat sebagai toserba serba murah meriah, mengingat profit margin yang dinikmatinya hanya 3% sampai 3,5% saja dari harga yang mereka tawarkan. Namun, dalam jangka panjang perjalanan Wal-Mart bisa saja terjegal oleh integritas mereka yang dianggap pas-pasan.

Contoh lain adalah Circuit City, toserba elektronik yang didirikan pada 1949 dan telah gulung tikar untuk selamanya pada 2009. Kultur manajemen yang mengutamakan pemotongan gaji dan pemutusan hubungan kerja karyawan senior untuk menghemat pengeluaran, jelas menurunkan semangat kerja dan mengacaukan kultur di perusahaan. Strategi ini tidak berjalan dengan baik dan berakhir dengan matinya merek Circuit City sekaligus.

Integritas tim manajemen terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, dan stakeholder membangun kultur positif jangka panjang di segala cuaca. Semoga.

 



TERBARU

×