kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / siasatbisnis

Gaya kepemimpinan perempuan profesional

oleh Jennie M. Xue - Kolumnis internasional serial entrepreneur, pengajar bisnis berbasis di California, aktif di blog JennieXue.com


Senin, 31 Agustus 2015 / 13:08 WIB
Gaya kepemimpinan perempuan profesional

Reporter: Jennie M. Xue | Editor: tri.adi

Gaya kepemimpinan perempuan profesional
jennie M. Xue, Kolumnis internasional serial entrepreneur dan pengajar, bisnis, berbasis di Californ

Jika Anda seorang yang aktif di jejaring sosial, Anda pasti pernah membaca atau melihat sampul buku Sheryl Sandberg, Chief Operating Officer (COO) Facebook, yang berjudul Lean In: Women, Work, and the Will to Lead. Sebagai catatan, buku tersebut telah laku terjual sebanyak 150.000 kopi dalam minggu pertama penerbitannya.

Pesan yang ia sampaikan cukup jelas: perempuan tidak perlu ragu dalam memenuhi aspirasinya. Selain itu, perempuan yang telah menikah atau dalam life partnership perlu memiliki hubungan yang setara dengan suami atau partner hidupnya.

Kehidupan internal dan pribadi seorang perempuan akan mempengaruhi gaya kepemimpinannya. Prinsip psikologi klasik yang juga berlaku dalam kepribadian seorang pemimpin.

Terlepas dari kultur yang kelihatannya egaliter, faktanya hanya ada 26 CEO perempuan yang memimpin di perusahaan Fortune 500. Jadi hanya 5,2%. Dalam Fortune 1000 ada 5,4% . Berbagai alasan dikemukakan mengenai fakta, mengapa hanya sedikit perempuan yang jadi pemimpin?

Gaya kepemimpinan perempuan lebih condong menjaga harmoni, walaupun gaya penerapannya berbeda di setiap individu. Kecenderungan menjaga harmoni ini sendiri merupakan kelebihan sekaligus menjadi kelemahan dalam memimpin.

Misalnya, perempuan tidak agresif seperti pria dalam mengadvokasi kenaikan gaji, sehingga penghasilan perempuan tidak setinggi pria dalam kasus-kasus tertentu. Namun karakteristik ini tentu sangat positif dalam pekerjaanpekerjaan yang mengundang friksi.

Gloria Feldt adalah pendiri dan presiden Take the Lead, yakni sebuah organisasi non-profit yang banyak menginspirasi perempuan untuk berperan sebagai pemimpin. Feldt memberi empat tip penting agar seorang pemimpin perempuan lebih didengarkan dan dipandang serius.

Self-respect. Respect yourself so others will respect you too. Pertama, mengenali tujuan. Sebelum memulai percakapan, rapat, atau brainstorming, kenali tujuan yang hendak dicapai. Catat poin-poin pentingnya. Hafalkan. Kenali seluk-beluk tujuan tersebut. What. Who. When. Where. Why. How. Gunakan agenda yang jelas untuk mencapainya. Namun Anda tetap harus diplomatis tanpa mengelabui para pihak yang hendak diyakinkan.

Kedua, mempelajari bahasa kekuasaan dalam bargaining. Power is power. Good power is good power. Sejak masa kanak-kanak, kita sudah mengenal kekuasaan. Minimal dari orang tua dan saudara-saudari sekeluarga.

Gunakan tone suara alto alias rendah, jangan memekik dengan tone soprano yang kedengarannya memekakkan telinga. Gunakan bahasa langsung kepada para pria, karena gaya komunikasi mereka lebih to the point daripada gaya perempuan.

Gunakan gaya dan tone suara yang otoritatif, tidak nrimo dan manis ala anak gadis yang masih hijau. Seorang pemimpin perempuan perlu menunjukkan kualitas otoritasnya, bukan hanya sebagai orang yang memiliki kapasitas administratif belaka. Kompetensi di bidang yang dipimpin atau hard skill dan kompetensi sebagai pemimpin alias soft skill perlu ditunjukkan dengan keyakinan akan menguasai pentas kepemimpinan.

Ketiga, pimpin percakapan dengan memulainya. Mulailah percakapan, rapat, atau brainstorming dengan Anda yang memulainya. Untuk itu, Anda perlu mempersiapkan diri sehingga dapat menampilkan kompetensi substansi yang gemilang.

Kecenderungan perempuan Asia yang lebih banyak diam daripada perempuan barat maupun para pria dari kultur manapun merupakan poin kelemahan yang perlu diperbaiki.

Kultur pendidikan terhadap perempuan yang mengutamakan diam adalah feminin, sejatinya malah merugikan posisi kepemimpinan perempuan. Untuk itu, perbaiki kemampuan public speaking baik di hadapan publik besar maupun kecil.

Body language yang tegak dengan kepala menghadap ke muka serta tangan di samping tubuh mencerminkan kesiapan dan kepercayaan diri. Sadari apakah Anda membungkuk sedikit atau tidak. Anda juga harus menyadari di mana meletakkan kedua tangan. Mulailah pembicaraan dengan posisi Anda sebagai pemimpin.

Keempat, sebagai pimpin percakapan maka Anda juga yang mengakhirinya. Pemimpin yang baik membuka jalan lebih dulu dan menutup jalan terakhir. Buatlah konklusi dan rekomendasi.

Selanjutnya agar ada aksi apa yang perlu dilakukan sebagai follow-up maka Anda perlu mencatat dengan baik dan mengingat percakapan dengan para peserta rapat lalu menyadarkan akan tugas-tugas mereka.

Akhir kata, seorang pemimpin yang baik terlepas dari perempuan atau pria, perlu terus-menerus mengingatkan diri akan misi yang lebih tinggi daripada sekedar mencapai objektif. Membuat dunia menjadi lebih baik. Meningkatkan profit sambil memperbaiki kualitas hidup konsumen.

 

 



TERBARU

×